Akankah JNE memanfaatkan fitur kecerdasan buatan dan robotik di era revolusi industri 4.0 dan 5.0? Sementara ini JNE menggunakan Autonomous Data Warehouse Cloud yakni teknologi yang dapat memangkas waktu proses di bagian IT. Fungsinya memilah berbagai jenis pengiriman yang tersebat loket penerimaan yang tersebar.
Hal tersebut yang menjadi topik pembicaraan dengan temanku di malam hari. Sambil menunggu hujan reda, kami berhenti sejenak menikmati kedai kopi di depan pasar tradisional. Kita terjebak di perjalanan gara-gara lupa tidak bawa mantel, sebelumnya temanku buru-buru untuk mengirim orderan lewat JNE. Kenapa JNE? Katanya jasa pengirim ini punya keakuratan waktu dan target dalam meyampaikan amanah klien. Ia bercerita banyak tentang pengalaman menggunakan jasa ini. Dulu ia sempat khawatir apakah barang orderannya bisa sampai tepat waktu ke tangan pembeli, maklumlah temanku adalah pemain pemula bisnis online tahun 2018.
Sambil menyantap tirisan kentang goreng ia berkata, “tak sia-sia aku pakai JNE, pengiriman tepat waktu. Sekarang olshop-ku makin dipercaya banyak orang karena ini, karena kapasitas JNE. Sejak saat itu kupakailah JNE.”
Kutunjukkan ekspresi cengengesan dan batinku berkata, “dasar bodoh! gitu saja kamu ceritain ke gue. Siapapun juga tahu itu. Hah, dasar payah lu, Dul!”
Dia banyak ngomong masalah pengalaman manisnya sama JNE, tapi tak apalah berbagi pengalaman tentang kinerja JNE. Pelanyanan jasa ini memang ramah, efisien, dan mudah sehingga memberikan pengalaman manis, memberikan kebahagian kepada orang lain meskipun hanya dari sudut pandang pemilik paket. Ya memang JNE memiliki misi untuk menjadi media penghubung antarpelaku e-commerce, antarkeluarga yang terpisah dengan jarak karena aturan PSBB yang ketat. Itulah bukti kalau JNE memang berpengalaman dalam berbagi, menyantuni dan memberi kebahagian kepada orang lain. Lantas bukti dan pengorbanan mana yang kurir lakukan yang selama ini kau dustakan? Yang setiap hari harus bekerja keras tak peduli hujan dan panas terik.
Jam dinding menunjukkan pukul 20.00 WIB, hujan sudah mau damai dengan kita. Tapi saking serunya berbagi dan memberi masukan seputar kerjaan olshop, kita tak peduli dan bahkan lupa pulang. Celakanya minumanku habis, langsung aku pesan segelas kopi susu untuk menyambung pembicaraan tentang prediksi dan ekpektasi di masa depan.
Pelayan paruh baya itu membawakan pesananku, kulihat ia tampak cantik. Gara-gara topik pembicaraan, mataku beralih pandangan ke Dul yang sebelumnya aku sibuk lihat aksesoris pelayan paruh baya itu.
“Sekarang hidup enak ya, serba canggih tidak seperti dulu. Sekarang kita punya assistant yang setia. Ada Google Assistant, Siri, Alarm, SMS operator pemberitahuan kalau pulsa mau habis. Ya meskipun kadang kita jengkel dengan mereka” ujar Dul.
“Itu karena Artifical intelligence atau kecerdasan buatan. Semua orang sudah tahu kalau ini tuh era revolusi industri 4.0. Banyak perusahaan besar berlomba-lomba memakai AI sebagai pengganti pekerjaan manusia” jawabku sambil mengaduk kopi susu.
“Kitakan bisnis online kolaborasi sama JNE, andai JNE beralih menggunakan AI atau robot untuk meningkatkan pelayanan agar lebih efisien dan akurat pasti pekerjaan jadi mudah. Kan jasa ini membutuhkan tenaga untuk menganalisis dan mengolah data sebegitu banyaknya” kataku untuk intimidasi Dul yang agak gaptek.
“Heh, emang kamu percaya kalau suatu nanti pekerjaan manusia benar-benar digantikan dengan mesih bahkan robot?” tanya Dul tampak khawatir.
Belum sempat aku jawab ia sambung pertanyaaannya, “kalau memang diganti sama mesin atau robot, terus bagaimana pekerjaanku? Kalau aku sih oke-oke saja, tapi yang jadi pertanyaannya, aku kan kolaborasinya sama JNE, bisakah robot atau mesin melayani pengirim atau penerima paket denga ramah seperti manusia? Yang bisa menyantuni, berbagi dan memberi keceriaan kepada manusia. Apakah JNE begitu tega mengganti pekerjaan manusia dengan robot atau mesin? Terus bagaimana nasib kurirnya?”
Sejak dulu, aku dan Dul kalau ketemu pasti ngobrol seru dan ujung-ujungnya selalu berakhir dengan debat, debat dan debat. Sebenarnya Artifical intelligence adalah teknologi yang memerlukan data untuk dijadikan pengetahuan. Bedanya manusia membutuhkan pengalaman dan emosional untuk menjadi sebuah pengetahuan, sedangkan AI membutuhkan data sebagai pengetahuan. Setidaknya ada tiga point dalam teknologi ini, yaitu learning (mempelajari data), reasoning (pemikian untuk melakukan tidakan secara rasional) dan self correction (kemampuan untuk mengevaluasi). Biasanya Artifical Intelligence bisa kita temui di smartphone, seperti sistem deteksi wajah, hasil rekomendasi e-commerce terkait produk atau media sosial seperti apa yang disukai, assistant virtual seperti Google Assistant dan Siri.
“Bukan begitu, Dul. Aku sama sekali tidak percaya kalau robot itu bisa gantikan manusia. Maksudku mungkin sajakan JNE memanfaatkan AI untuk menjangkau lokasi yang akurat untuk kepentingan pengiriman paket?! Memanfaatkan Google Maps, paket sudah sampai mana, sudah dipastikan dapat membantu kurir. Selain itu bisa menepis anggapan orang-orang kalau pelayanan jasa ini kurang memuaskan, menghilangkan rasa hawatir klien. Kan Setiap keluhan, kritik saran pasti ada dari klien” jawabku.
AI ataupun robot sekalipun dinilai tidak akan bisa menggantikan pekerjaan manusia. Tapi ia hanya digunakan sebagai alat untuk meringankan pekerjaan manusia. Beberapa pekerjaan yang mustahil digantikan oleh robot seperti desainer, sastrawan, penulis, seniman, arsitek, dokter, guru, editor, CEO, psikiater. Semua pekerjaan tersebut membutuhkan kekuatan emosional dan inspirasi, sedangkan robot tidak memilikinya. Selain itu ada alasan kuat kalau robot tidak bisa menggantikan manusia. Pertama, manusia adalah pencipta robot. Kedua, undang-undang tentang produksi robot masal juga dipegang oleh manusia. Tujuannya adalah membatasi ruang gerak robot agar tidak sepenuhnya menggantikan pekerjaan manusia. Tentu membuat undang-undang akan menjadi poin krusial untuk menentukan kegunaan dan fungsi robot dalam melakukan pekerjaan, sehingga stigma masyarakat tentang perbudakan manusia oleh robot tidak pernah terjadi.
“Kalau dipikir-pikir iya juga. Aplikasi My JNE hanya menyediakan fitur My Shipment, Check Tarif, JNE Nearby, My COD, My COD Wallet doang. Coba kalau ditambahin fitur seperti Cek paket sudah sampai mana, manfaatin robot seperti drone berbasis Maps yang bisa membaca lokasi tujuan paket saat kurir ada kendala” ujar Dul.
Revolusi industri 4.0 memang memaksa orang agar wajib memiliki Smartphone, apalagi situasi seperti pendemi yang masih mengintai. Situasi yang mengalihkan orang untuk melakukan aktivitas dengan belanja online, daring, transaksi virtual. Situasi yang memaksa untuk menyiapkan Internet of Things (IoT), Big Data (informasi yang tersimpan dalam cloud computing), percetakan 3D, Artifical Intelligence (AI), kendaraan tanpa pengemudi, rekayasa genetika, robot atau mesin pintar. Situasi yang mengancam manusia tidak bisa melakukan apapun tanpa internet.
“Wah, kalau JNE gunakan sistem AI ataupun robot berarti dia semakin menebarkan rasa menyantuni, memberi dan berbagi kepada banyak orang nih. Wah keren banget dah” kata Dul.
Sambungnya usai menyeruput kopi yang sudah dingin, “tapi kalau JNE menggunakan robot, lantas nasib kurir gimana? Jika tidak digunakan dengan bijak bisa mengancam pekerjaan manusia. Ini bertentangan banget sama program pemerintah yang berusaha menciptakan lapangan kerja”
“Semua yang ada di dunia ini pasti ada resikonya, Dul. Semua tergantung manusianya, tergantung pemerintah. Hanya undang-undang yang dibuat pemerintah yang bisa melindungi pekerjaan manusia di masa yang akan datang” jawabku.
“Waduh, sudah larut malam, hujan sudah terang. Dari tadi ngosipin JNE. Ngobrolin ekpektasi masa depan JNE segala. Yuk kita cabut” kata Dul yang menyalahkanku.
“Lho, kok aku sih, kamu tuh” jawabku.
Dul sibuk cari uang receh si saku celananya untuk bayar ngopi, “gara-gara kamu, kita jadi kemalaman. Duh, besok ada jadwal kirim paket lagi. Jika aku sampai bangun kesiangan kamu harus tanggung jawab!”
Malam semakin dingin, tak lama kita pulang menaiki motor yang hampir tertutupi lumpur akibat jalanan becek.
Teknologi AI dan mesin pintar memiliki dua mata pisau. Dia sudah hidup di tengah kehidupan kita. Mungkin kita hanya bersikap tenang lantaran AI di zaman sekarang hanya bertugas melakukan fungsi-fungsi seperti pengenalan wajah, pengenalan suara, membantu pencarian, mobil tanpa penumpang, membantu diagnosis dunia medis, pesawat tanpa awak, dunia programer, membantu analisis dunia ekonomi seperti jual beli saham, pencatat keuangan, membaca alogaritma dan lainnya.
Di masa mendatang jika AI disalahgunakan mungkin diprediksi menjadi AI General atau robot yang mendekati manusia dengan kemampuan berpikir, berkomunikasi, meniru aksen manusia bahkan lebih buruknya lagi bisa mengancam dan memperbudak manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H