Mohon tunggu...
Yunia Isnaeni
Yunia Isnaeni Mohon Tunggu... -

me, my self, and i..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kejutan

18 April 2012   08:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:28 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

‘yang warna biru aja mba, motif dasi’ Rey menunjuk ke arah dinding yang di penuhi kertas kado dan berbagai macam corak

‘sekalian dengan pita nya mba?’ tanya si pelayan seraya menggulung kertas kado pilihan Rey tadi.

‘ya juga ga apa-apa, tapi jangan yang terlalu heboh ya mba’ pinta rey, bertepatan dengan getaran dari saku jaketnya. Handphone berbunyi tak lama kemudian, diambilnya bb dan terteran nama Ditya disana. Rey terdiam, ragu-ragu untuk mengangangkatnya, sampai getaran itu berhenti sendiri.

‘berapa?’ tanya Rey

‘langsung ke kasir aja mba’ jawab si pelayan ramah sambil menunjukkan dimana letak kasirnya. Rey berjalan mendekati kasir, mengantri 1 pelanggan, membayar lalu melangkah keluar dengan jinjingan tas yang terbuat dari bahan kertas recycle.

Hari ini, tanggal 19 april. Ulang tahun Ditya yang ke 32. Sebuah jaket berwarna hitam, berbahan suede dan parasut sudah Rey siapkan sebagai kado ulang tahun untuk ditya, seperti yang pernah di janjikannya beberapa waktu yang lalu.

‘kalo kamu ulang tahun, kamu pengen kado apa dit?’ tanya rey sambil mengaduk es campur

‘nggg...apa ya?’ ditya menjawab nyengir

‘serius....’

‘beneran nih mau kasih kado ke aku?’ goda ditya lagi

‘ya udah deh, ga jadi aja’ jawab rey manja

‘hahaha....iya..iya...’ ditya tertawa sambil memegang gemas kepala rey

‘kalo mau kasih beneran, aku pengen jaket warna item, bahan kulit yang mahaaaaal...’lanjut ditya lagi

‘uuuu....maunya..sini tambahin duitku deh kalo mau spesifikasi yang kaya maumu’

‘ya, aku janji kasih kamu jaket, tapi kalo bahan kulit yang mahal aku ga punya duit’ lanjut Rey, Dan Ditya hanya dapat tertawa terbahak melihat tingkah lucu rey ketika itu.

Hanya berselang 3 hari setelah itu, rey tanpa sengaja berpapasan dengan ditya di sebuah pusat perbelanjaan bersama seorang wanita seumurnya, atau lebih muda sedikit. Si wanita bergelayut manja di lengan kiri ditya. Mereka berbincang begitu intim, tanpa jarak. Sudah sangat terbiasa, sudah seringkali terjadi dalam keseharian. Sangat terlihat dari bagaimana cara mereka berinteraksi tanpa rasa canggung.

‘mama, aku ambil ini ya’ tiba-tiba seorang anak perempuan berumur kurang lebih 8 tahun menghampiri si wanita, lalu memasukkan sebungkus snack ke dalam trolly yang Ditya dorong. Si wanita tersenyum lembut menanggapi permintaan si anak.

Mama?? Lalu siapa si wanita sebenarnya?

Pertanyaan terjawab, ketika si wanita berkata ‘pa, parfum toilet udah kering deh kaya’nya. Jangan lupa ingetin mama ya’ dan saat itulah rey melintas dalam satu garis lurus 90 derajat di sebelah kanan ditya.

Ditya tak menjawab, hanya pucat yang dapat dia bagikan kepada seluruh pengunjung di dalam ruangan. Lalu dengan reflek ekor matanya mengikuti langkah rey yang seolah tak mengenal dirinya. Degup jantung Ditya terpompa begitu cepat, sehingga yang terdengar hanya dengungan saja.

‘siapa pa?’ tanya wanita tadi, sang istri. Ditya hanya diam, mencoba menata nafasnya yang mendadak berjarak sangat pendek.

‘pa...??’ ulang sang istri, langkah mereka terrhenti.

‘lupa...’ jawab ditya sekenanya. Sang istri hanya terdiam dengan wajah heran. Dan Ditya tak lagi konsentrasi melanjutkan acara menemani istri dan anak berbelanja ahir pekan itu. Ingatan Ditya hanya terpaku pada kejadian berpapasan dengan Rey, slow motion berulang di dalam otaknya.

Rey tak dapat berkata apapun ketika masuk ke dalam kamarnya, kecuali terdiam kaku dan merebahkan tubuh di atas tempat tidurnya yang tua. Tak bergerak sampai hampir seperempat jam. Otaknya sibuk membuat cerita, mengingat kejadian, bahkan menghitung jumlah hari yang sudah dia lalui bersama Ramaditya, kekasih hatinya. Lelaki berkulit putih, dengan satu cengiran khas. Lelaki yang mampu meluluhkan hatinya karena beberapa tulisan yang bagus dari sebuah surat kabar. Lelaki yang mampu berkeliling dunia dari hasil reportasenya yang menawan. Lelaki yang bisa memenuhi hari-harinya dengan mimpi dan cinta. Lelaki yang tak pernah dia kenal dari satu sisi lain, bahwa dia telah berkeluarga. Lalu perlahan air mata meleleh di pelipis mata kanan kirinya.

‘stupid....’ bisiknya geram yang diarahkan ke dirinya sendiri. Telepon berdering, tak dihiraukannya. Berdering kembali, tak juga di gubris, baru ketika deringan ke tiga tangannya tergerak mengangkat teleponnya

‘ya...’ jawabnya lemah.

‘o...ya sebentar saya buka’ lanjutnya, lalu dengan lunglai rey melangkah keluar kamar menuju pintu utama.

‘paket mba, saya ketok berkali-kali gak di buka, jadi saya telpon saja’ seorang lelaki berdiri didepan pintu sambil membawa bungkusan berwarna coklat. Rey tak menjawab. Dia hanya menandatangani surat tanda terima, dan menutup pintu kembali tanpa memperdulikan si pengantar paket masih di depan rumahnya atau pergi.

Rey kembali melangkah ke kamarnya, mengunci pintu dan melemparkan bungkusan paket tadi ke meja sebelah tempat tidurnya. Lalu naik ke tempat tidur lagi, dan berusaha terlelap. Pikiran tentang kejadian di supermarket 3 jam yang lalu mulai terlihat kabur, lalu menghilang, dan berubah lebih jelas di dalam mimpinya.

Perlahan rey membungkus jaket yang sudah dilipatnya dengan rapih. Lau menyelipkan secarik kertas berwarna biru kedalam lipatannya. Tak ada senyum yang menemaninya saat membungkus kado itu. hanya tangannya tetap lincah melipat sudut demi sudut, sehingga terbentuklah sebuah bungkusan manis dengan pita perak yang di letakkan di pinggirnya.

Rey meraih telepon genggam yang tak jauh dari tempat dia duduk. Lalu menuliskan nanti jam 7 ya di cafe pertama kita ketemu, di meja yang sama, dan send....

Rey menarik nafas panjang, lalu menunduk dalam

‘rey bisakah bicara?’ ucap ditya suatu siang, sehari setelah kejadian berpapasan di supermarket itu.

‘ga usah ah, ga ada juga yang mesti dibicarakan’ jawab rey dengan nada seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

‘rey...’

‘eh, kamu udah makan belum?’ potong rey dengan acuh. Ditya tak menjawab

‘yeee... ditanyain jugaaa...’ desak rey lagi

‘udah’ jawab Ditya singkat

‘hmmm, pasti makan di kantin kantor ya...’ Rey menggoda Ditya dengan nada biasanya, manja. Ditya kembali diam, tidak tau harus membicarakan apa dengan Rey yang seolah menganggap angin lalu semua kejadian itu.

‘eh, aku udah pesen meja buat ulang tahunmu loh dit. Aku mau kita ulang semua kejadian pertama kita ketemu disana, kamu pake baju biru, aku juga..’ lanjut rey

‘jangan ga dateng ya, lusa aku ga akan ambil lembur deh, pokoknya kita rayain berdua aja disana, okey? Daag ditya...luv you...’ Rey tak memberi kesempatan sedikitpun untuk Ditya menjawab.

Rey menggunakan sweater kuning belang-belang orange dan biru muda. Menyisir rambut seadanya, lalu membuat kuncir ekor kuda seperti biasa saat dia hendak jalan sore atau jogging. Rey menolak untuk di jemput, dia memaksa untuk berangkat sendiri menggunakan motor bebeknya yang dia beli ketika pertama kali memasuki dunia kerja, 3 tahun yang lalu. Dengan kecepatan standar Rey menuju lokasi yang sudah dipesan seminggu yang lalu.

‘meja 8 siap mba?’ tanya rey kepada penjaga kasir yang tak jauh dari pintu masuk

‘sudah mba, ini dengan mb reyna sendiri?’ tanya si penjaga kasir balik.

‘iya’ jawab rey tersenyum, lalu permisi untuk menuju meja yang terletak di sudut. Rey berdiri satu meter dari meja itu. Satu lilin siap dinyalakan, satu kue tart balckforest berukuran 15 x 15 cm dengan angka 32 diatasnya. Lalu rey melangkah perlahan mendekati meja yang sengaja di siapkan dengan 2 kursi berhadapan. Menyentuh meja itu, lalu meletakkan kado yang ia beli dari toko online ternama, dengan pengiriman kilat kerumahnya, sepulang dari makan siang bersama Ditya dan mengucakan janji hendak memberinya kado seperti keinginan kekasihnya itu.

Setelah dirasa cukup, Rey meninggalkan meja itu dengan gontai, menuju kasir, membayar semua bill pesanannya, lalu menuju ke area parkir.

‘meja 8 mba..’ Ditya menghampiri meja kasir Ocean Cafe, 5 menit setelah rey meninggalkan jejak yang sama.

‘sudah siap pak’ jawab mbak kasir dengan ramah. Lalu menunjukkan arah jalan ke meja yang dimaksud. Ditya menuju ke arah lokasi yang di maksud, dan terpukau...

Matanya menatap tajam ke arah bungkusan biru berpita perak di sebelah kue tart. Lalu perlahan mendekati meja, dan duduk. Menatap kue itu, lalu tersenyum. Dasar rey... pikirnya.

‘malam pak, ini minuman pesanan bapak’ seorang pelayan mengantarkan milkshake vanila.

‘saya gak pesen mba...’

‘mba reyna yang pesen pak, katanya bapak ingin minuman ini’ potong pelayan dengan ramah

‘rey? Dimana orangnya’ ditya memburu

‘nggg... kurang tau pak, tapi tadi mba reyna membayarnya di kasir’

‘ada pesanan lagi pak, kalau tidak saya permisi..’ pamit, lalu meninggalkan ditya yang masih terdiam kaku.

20 menit kemudian, setelah berkali-kali bbm tidak di balas, telepon tak diangkat, sms tak ada jawaban, dan minuman tinggal setengah, Ditya mulai putus asa bahwa Rey akan datang. Ditya sangat memaklumi itu, dan separuhnya menebak yang akan terjadi hari ini. Ditya mengambil kado di hadapannya, lalu membukanya perlahan. Matanya tertuju pada jaket itu, lalu terdiam cukup lama. Ditya menarik kertas yang terlipat, yang tersembul dari balik lipatan lalu membukanya

Hai Ditya sayang... happy b’day yah...

Udah Tiga dua lho, jadi harus jadi orang yang semakin bijaksana pastinya..

Btw, aku agak kaget juga tau kamu sudah punya keluarga. Asik ngeliatnya, suatu saat aku juga akan mengajak suamiku jalan-jalan dan membeli sebuah parfum untuk rumah tinggalku nantinya.

Aku tak mau jadi jalan belokmu lagi,

Pulanglah...

With love, Reyna

Nb. Anakmu cantiiik... dia punya mata sepertimu

Ditya terpana, seolah tak dapat lagi bergerak dari posisi duduknya. Menggenggam selembar kertas itu, dan menunduk menatap jaket yang teronggok di pangkuannya.

Seseorang berdiri dari bangku yang berjarak satu meja di belakang Ditya saat itu, perlahan menuju ke lapangan parkir untuk kedua kalinya sejak membayar bill pesanan di meja kasir setengah jam yang lalu. Menghidupkan roda dua kesayangannya, lalu melaju kencang meninggalkan Ocean Cafe, tempat kenangan pertama bertemu dengan lelaki yang selalu dikenalnya baik selama ini.


karena masih ada ruang hati yang kosong, dan itu untukmu @nianaenia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun