Mohon tunggu...
naiyarahma
naiyarahma Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

saya adalah mahasiswa aktif yang suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

komukino jateng bungah dibuat moderen ala usm

22 Desember 2024   11:13 Diperbarui: 22 Desember 2024   11:13 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Semarang - Kegiatan 10th Festival Komukino di usm dengan tema "Jateng Bungah" merupakan upaya peningkatan kesadaran masyarakat Jawa Tengah, terutama anak muda, yang memiliki peran vital dalam memelihara nilai dan kebudayaan bangsa. Pemilihan tema "Jateng Bungah" menggambarkan kebahagiaan dan rasa syukur terhadap kekayaan budaya Jawa Tengah yang memikat. Kata "bungah" dalam bahasa Jawa berarti bahagia atau gembira, yang mencerminkan perasaan positif dan penghargaan terhadap keindahan budaya lokal yang tak ternilai.(19/24/2024)

Daniel kukuh selaku ketua pelaksan festival ini mengatakan festival ini menampilkan beragam makanan dan minuman khas dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Setiap karesidenan -Semarang, Surakarta, Pati, Pekalongan, Banyumas, dan Kedu- akan menampilkan tiga jenis kuliner, yaitu makanan ringan, makanan utama, dan minuman. Inovasi akan diterapkan pada rasa, kemasan, dan penyajian. Kuliner ini tidak hanya menampilkan cita rasa otentik tetapi juga kreasi baru hasil inovasi mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Semarang.

"pagelaran ini menghadirkan penampilan seni budaya dari enam karesidenan di Jawa Tengah. Penampilan ini akan bekerjasama dengan desa wisata atau komunitas budaya yang didominasi anak muda yang melestarikan kebudayaan mereka." ujarnya

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2010, kini menjadi salah satu kelompok populasi terbesar di Indonesia, mencapai 27,94% dari total penduduk. Mereka tumbuh di tengah kemajuan teknologi dan globalisasi, yang menjadikan mereka lebih akrab dengan tren budaya global daripada budaya lokal. Oleh karena itu, perlu ada upaya lebih untuk memperkenalkan kembali budaya tradisional dengan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan dan gaya hidup mereka, seperti melalui media sosial, kompetisi kreatif, dan kolaborasi seni modern.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun