Dalam menjalani kehidupan, manusia tidak hanya dituntut untuk menjadi sehat secara fisik. Sebab pada dasarnya manusia terkonsep dari dua sisi yakni jasmani dan rohani. Kedua sisi ini sangat penting dan tidak boleh ada yang diprioritaskan, karena manusia dikatakan sehat apabila yang dilakukan linear dengan apa yang dirasakan. Seperti pepatah lama mengatakan, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
Ada beberapa hal yang dapat mengganggu kesehatan seseorang, baik jasmani maupun rohani. Salah satunya yakni lingkungan sosial yang mau tidak mau sudah menjadi bagian dari kehidupan seseorang. Ditambah lagi, lingkungan sosial tidak hanya dilewati untuk jangka pendek, melainkan seumur hidup.
Dampak dari social society ini sangat besar, seseorang bisa menjadi ketergantungan, dan mereka cenderung hidup dan tumbuh dari komentar-komentar orang lain. Mereka biasanya menganggap komentar orang lain sebagai patokan dirinya harus berperilaku dan bersikap. Mereka juga menjadikan komentar orang lain sebagai evaluasi dirinya untuk lebih baik.
Tidak ada yang salah memang dengan masukan-masukan orang lain. Namun pada kenyataannya, komentar yang mereka serap justru seringkali menciptakan kecemasan tersendiri. Pemikiran-pemikiran mereka yang harus menjadi perfect person, mendorong mereka terjerat dan terpaku pada masukan-masukan yang seharusnya membangun. Tidak berhasil menjadi lebih baik, pada akhirnya mereka hanya terjebak di dalam banjir komentar yang tiap harinya terus mencekam.
Tidak perlu jauh-jauh, kita sendiri pasti termasuk dalam mereka yang mementingkan komentar orang lain dibanding komentar diri sendiri. Kita sendiri pasti beberapa kali pernah mengalami yang namanya akan berubah seperti yang orang lain katakan. Kita juga tak segan-segan menumbuhkan pribadi yang diinginkan orang lain.
Dengan adanya pemikiran seperti itu tidak menutup kemungkinan seseorang akan terancam yang namanya mental illness. Mental illness adalah kumpulan penyakit gangguan kejiwaan yang mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Munculnya mental illness disebabkan oleh beberapa hal seperti depresi yang berkepanjangan, stress, tekanan yang dalam terhadap kesehatan mental, hingga traumatik akan kehilangan sesuatu atau seseorang. Apabila seseorang tidak dapat meminimalisir atau menyaring komentar-komentar yang ia dapat, maka akan berpengaruh pada pikiran dan psikisnya.
Hasil survei Wolrd Health Organization (WHO) menunjukan bahwa ada 20 persen anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan dan permasalahan mental. Kemudian masih dalam hasil surveinya, juga tercatat 800.000 orang setiap tahunnya mati karena bunuh diri. Bunuh diri ini menjadi penyebab kematian terbesar kedua yang didominasi remaja kisaran umur 15-29. Â Â
Seperti baru-baru ini kasus yang menimpa seorang public figure asal negeri ginseng. Wanita pemilik nama Choi Jin Ri atau akrab disapa Sulli ini aktif dalam dunia entertainment sejak usia kanak-kanak. Wanita mantan member f(x) yang meniti karirnya sendiri hingga menjadi sukses seperti yang diidam-idamkan banyak orang. Ia ditemukan tewas di apartemennya dengan kondisi gantung diri pada 14 Oktober 2019 lalu. Ia diduga mengalami depresi parah akibat hujatan-hujatan yang ia terima beberapa tahun terakhir.
Maka, dengan mata telanjang kitapun akan paham apa yang dialami Choi Jin Ri, bahwa dirinya dengan susah payah terus bertahan hidup walau dengan segudang komentar pahit dan kejam dari orang lain. Banyak sekali pernyatan-pernyataan dirinya atau gerak gerik dirinya yang memang sudah mengisyaratkan dirinya sudah tak tahan untuk terus hidup dari komentar-komentar orang lain. Bahkan sempat ramai, video live instagram terakhirnya pun menunjukkan ketidakkuatan dirinya menjalani kehidupan entertainmentnya.
Tidak hanya dialami oleh wanita usia 25 tahun ini saja, masih banyak segudang dari golongan mereka yang lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya. Seperti Kim Jong Hyun, personil Shinee yang memilih menutup usianya pada 18 Desember 2017 silam. Ada juga Ahn so jin yang mulanya akan menjadi salah satu personil KARA, memilih mengakhiri hidupnya pada 24 Februari 2015, dan hal itu disebabkan karena depresi yang dialaminya.
Lalu dari mana bunuh diri menjadi sangat tenar dikalangan anak-anak dan remaja? Hal itu tak lain bermula dari hasrat atau keinginan mereka agar lebih baik seperti yang diharapkan orang lain. Jika itu sudah menjadi suatu keinginan, otomatis akan adanya usaha agar seperti yang mereka inginkan itu. Tanpa melihat kondisi dirinya sendiri, atau bahkan memahami kebutuhan yang harusnya ia penuhi. Mereka takut apabila komentar-komentar untuk dirinya justru lebih banyak ketika dirinya tidak melakukan seperti yang dikatakan orang lain.