Ah, suara lain membisikkan kepadaku.
"Ya, naiklah dek, saya antar kamu pulang," sapaku dan meminta si anak kecil itu naik ke atas motor duduk di belakangku.
Sepanjang jalan aku terus bertanya kepa si anak kecil itu tentang dirinya di tengah malam itu. Menurut si anak kecil itu, kemudian aku tahu namanya Rizki. Ia tadinya dari Bantul dari tempat temannya. Yang aku tahu Bantul (Kota Metro) sampai di tempat anak kutemukan sedang berdiri tadi tidak kurang sekitar 4 km.
Kutanyakan juga, apa yang ia pegang. Si Rizki menjawab itu nasi untuk ia makan malam itu. Lalu, aku terus bertanya siapa diri Rizki yang kutemukan di pinggir jalan di tengah malam buta itu. Dari penuturan Riski yang kudengar, ia sudah hampir 2 tahun ditinggal ayah ibunya karena meninggal dunia. Dulunya, kata Rizki ia tinggal dengan orangtuanya di Hadimulyo mengontrak sebuah rumah. Setelah kedua orangtuanya meninggal, ia nggak punya rumah dan sekarang tinggal di Masjid Mujahidin di Kelurahan Yosorejo tepatnya di depan PB Swalayan.
Apalagi setelah Rizki bercerita, kalau siang ia bekerja di pasar. Kalau ada pedagang menyuruh dia mengangkut sayur, dirinya diberikan uang. Uang yang ia dapat hanya untuk beli makanan saja dan jumlahnya tidak besar.
Setiap hari seperti itulah kehidupan Rizki si anak yatim piatu yang sekarang hanya menumpang tidur di sebuah Masjid. Laju motorku terus mengarah ke arah masjid Mujahidin mengatar si kecil Rizki tidur di masjid. Sepanjang jalan kami terus mengobrol, apalagi aku ingin tahu persis kehidupan si Rizki.
Hatiku menangis mendengar cerita tentang hidup si Rizki kecil yang yatim piatu itu. Tak terasa air mataku membasahi pipi, tak terasa---karena sangat kasihan dengan si Rizki tanpa orangtua sudah berjuang siang malam hanya untuk mempertahankan hidupnya di tengah kerasnya kehidupan peradaban manusia dewasa ini.
Singkat cerita, akhirnya kami sampai di depan teras masjid Mujahidin. Rizki turun, lalu aku standarkan motorku hanya untuk menatap Rizki secara jelas di bawah sinar lampu di masjid tersebut. Masya Allah ternyata pakaian Rizki sangat kumal seperti sering kena debu dan tak pernah dicuci. Saat aku tanya di mana pakaiannya. Rizki bilang ia nggak punya pakaian, hanya pakaian yang di badan. Tuhan Maha Penyanyang dan Pengasih lirihku dalam hati.
Ketika Rizki mau pamit masuk ke beranda masjid, aku panggil dia dan minta mendekat. Aku rogoh kantong celanaku, alhamdulillah masih ada sisa uang beli rokok di pasar sewaktu mau pulang. Lalu, aku pegang tangan Rizki agar ia mengambil uang yang kuberikan. Walau tidak banyak, karena itu adanya di kantongku.
"Rizki, ini om kasih uang dikitnya, untuk beli makanan besok pagi," kataku.
"Ya, Om. Terima kasih om, besok Aku mau beli sarapan," kata dia dengan suka cita saat menerima uang yang jumlahnya sedikit sekali itu.