Kisah Nyata
Malam kian larut, penghuni bumi sedang tertidur pulas. Sementara masih ada segelintir lainnya berada di luar rumah. Demikian juga suasana malam di kotaku. Deru mesin kendaraan semakin sayup dan terus menghilang pertanda jarum jam sudah menunjukkan pukul nol-nol malam jelang pagi.
Embun pun perlahan menyirami dan membalut dedaunan di antara kesibukan para pedagang pasar malam pusat kuliner membawa kembali berbagai peralatan berjualannya pulang ke rumah. Sebab, keesokan paginya kawasan kuliner itu akan menjadi teritorial perdagangan aneka bisnis.
Akupun berpisah dari teman-teman ngobrol di posko pemenangan, mengurai angin malam dan debu yang menempel di berbagai bangunan, tiang listrik maupun pada roda sepeda motorku. Dengan santai kukendarai motor menuju rumah. Seperti kebiasaan sejak lama, jika mengendarai motor aku selalu menghisap sebatang rokok.
Malam itu langit tidak begitu haru biru dengan bintang berkelip-kelip. Tapi, cukup terang karena cahaya sinar lampu jalan dan rumah penduduk. Route jalan pulang ke rumah masih seperti yang sudah-sudah. Namun, malam itu aku tertegun setelah melewat sebuah gereja dan dipinggir jalan aku melihat sosok anak kecil yang menggamit-gamit ke arahku sambil memegang sebuah bungkusan.
Entah karena selalu waspada bila berjalan di malam hari. Saat itu aku sudah melewati si anak kecil itu. Dari kaca spion motor aku masih melihat anak itu tetap berdiri di tempatnya semula. Ada sesuatu dalam hatiku menerima bisikan, agar aku kembali ke tempat anak kecil di tengah malam yang berdiri di pinggir jalan. Tanpa pikir panjang, aku putar balik kepala motor dan menuju ke arah anak kecil tadi.
Aku mendekatkan motorku ke tempat anak itu berdiri dan anak itu tetap berdiri seperti mengharapkan sesuatu dariku.
"Om, aku boleh menumpang, mau pulang," kata anak kecil itu dengan suara datar. Malam terus beringsut seperti putaran jarum jam yang ada di dinding.
"Ya, ya boleh, dek. Memang adek mau ke mana?" tanyaku.
"Mau pulang, Om," jawabnya
Saat itu aku melihat dengan jelas si anak kecil itu memegang sebuah kota plastik yang biasanya untuk makanan. Mengenakan baju kaos dan celana pendek. Saat itu juga, perasaan dalam hatiku berkecamuk. "Kenapa anak sekecil itu masih di tengah malam di jalanan?"