Mohon tunggu...
Nailun Najla (Naila)
Nailun Najla (Naila) Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Peminatan Industri Halal, Program Studi Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Filsuf Muslim: Dimensi Kebangkitan Manusia di Akhirat

25 Oktober 2024   18:16 Diperbarui: 25 Oktober 2024   18:21 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hari Kiamat (pixabay.com/Kei Rothblack)

Mulla Sadra (Sadr al-Din al-Shirazi): Kesatuan Jasmani dan Rohani melalui Transformasi
Mulla Sadra, seorang filsuf Muslim dari Persia yang terkenal dengan filsafat Hikmah al-Muta'aliyah (The Transcendent Philosophy), mengajukan pandangan tentang akhirat yang didasarkan pada konsep ontologinya tentang keberadaan (wujud). Mulla Sadra mengajukan konsep "substantial motion" (al-harakat al-jauhariyyah), yang menjelaskan bahwa jiwa mengalami perkembangan dan transformasi selama hidup di dunia, hingga mencapai bentuk paling sempurna di akhirat. Menurutnya, manusia mengalami transformasi terus-menerus, dan jiwa memainkan peran penting dalam proses ini. Ia berpendapat bahwa akhirat mencakup aspek jasmani dan rohani manusia karena keduanya tidak bisa dipisahkan secara mutlak, tetapi tubuh fisik atau sifat jasmani manusia akan berubah mengalami transformasi menjadi lebih spiritual.


Lebih lanjut tentang konsepnya, ia berpendapat bahwa kehidupan di akhirat merupakan lanjutan dari proses transformasi ini, di mana manusia akan merasakan kenikmatan atau azab dengan dimensi jasmani yang telah menjadi rohani. Mulla Sadra percaya bahwa alam akhirat adalah realitas yang lebih tinggi daripada alam dunia. Tubuh manusia di akhirat bukanlah tubuh kasar yang ada di dunia ini, melainkan tubuh yang telah ditransformasikan melalui pergerakan substansial dari dunia materi ke alam spiritual.


Kesimpulannya, konsep eskatologi dalam Islam mengajarkan bahwa kehidupan ini hanyalah sebuah persinggahan sementara. Apa yang kita lakukan di dunia akan berdampak pada nasib kita di akhirat. Dalam pandangan para filsuf dan ulama Muslim, eskatologi tidak hanya menjadi pembahasan teologis, tetapi juga intelektual, di mana berbagai pendekatan dari yang rasional hingga spiritual coba dijelaskan.


Ibn Rusyd, Al-Ghazali, Ibn Sina dan  Mulla Sadra memberikan sumbangan penting dalam pemahaman eskatologi Islam. Ibn Rusyd dengan pendekatan rasionalisnya, juga Ibn Sina menekankan kehidupan jiwa atau rohani, sementara Al-Ghazali memadukan unsur jasmani dan rohani dalam pandangannya tentang akhirat. Mulla Sadra melihat akhirat sebagai transformasi dari jasmani menjadi spiritual. 


Pada akhirnya, eskatologi mengingatkan kita bahwa hidup di dunia ini penuh dengan pilihan dan tanggung jawab. Apa yang kita lakukan sekarang akan menentukan bagaimana kita menjalani kehidupan yang kekal nanti. Maka dari itu, memahami eskatologi bukan hanya soal apa yang terjadi setelah mati, tetapi juga tentang bagaimana kita menjalani hidup kita di dunia ini dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan harapan akan kehidupan yang lebih baik di akhirat. Tentang bagaimana kehidupan akhirat nanti hanya bersifat rohani, hanya bersifat jasmani ataupun keduanya, hanya Allah SWT lah yang memiliki pengetahuan pasti atas hal tersebut. Wallaahu a'lam bish showaab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun