"Makasih, Mbak. Eh, tapi ... aku baru inget, Ummi nyuruh aku ke sini buat manggil Mbak juga. Kayaknya mau dimintain tolong buat masakin makanan kesukaannya Kak Akmal deh." Perkataan Zahra membuat Mila sedikit melirik ke arahnya. "Kalau gitu, nanti Mila yang nganterin ke sana aja. Kamu bisa kan, Mil ... buat teh manisnya? Terus nanti kurmanya ambil di kulkas."
Mila mengangguk. "Bisa, Mbak. Tapi dianterin ke mana?"Â
"Kamu lihat ada lorong di sebelah kanan ruang tengah, kan? Di sana ada beberapa kamar. Ketuk aja kamar yang ada tulisan kaligrafi bismillah-nya di pintu."
"Baiklah ... nanti aku antar ke sana."
"Kalau gitu, ayo, Mbak Lifa. Umi ada di ruang tamu depan." Zahra dan Lifa pun meninggalkan dapur.Â
Mila segera menyeduh teh lalu mengambil kurma, menatanya di atas piring kemudian meletakkannya di nampan ketika teh-nya sudah siap. Mila membawa nampan itu menuju kamar yang telah dijelaskan oleh Zahra. Belum sempat dia sampai, terdengar suara benda jatuh dari kamar yang pintunya terbuka. Refleks Mila menuju kamar itu. Dari samping dia melihat pintu kaligrafi bismillah di pintu kamar itu, Mila lalu mengetuknya sebelum mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum, Gus. Saya ingin mengantarkan makanan untuk-"Â
Deg. Perkataan Mila terhenti saat dia melihat seorang gadis menunduk di depan laki-laki yang kemejanya terbuka. Bukan, bukan dia kaget karena melihat pemandangan itu. Dia hanya tidak percaya sedang melihat siapa saat ini. Laki-laki itu, yang kini memandangnya dengan datar adalah sosok yang selama ini dia rindukan. Namun, apa yang dia lihat saat ini? Pria itu bersama dengan gadis lain di sebuah kamar? Sebuah perjumpaan yang sama sekali tidak Mila duga. Bahkan, untuk membayangkannya saja Mila tidak pernah berani. Kini, dia justru menghadapi situasi ini nyata di depan matanya.Â
Deg. Deg. Deg. Ribuan beton seakan baru saja menghantam kesadarannya. Terluka, kecewa, itulah yang saat ini dia rasakan. Dia tidak menyangka, kabar burung yang pernah menggosipkan kekasihnya menghilang tanpa kabar karena sudah memiliki gadis lain ternyata benar adanya.
"Duh ... waalaikum salam, Mbak. Maaf ya, pasti Mbak kaget lihat kita berdua. Â Tapi, sungguh ini gak seperti yang Mbak kira." Penjelasan gadis itu membuat Mila meliriknya sekilas lalu kembali menatap laki-laki di hadapannya dengan tatapan yang tidak bisa diekspresikan. Hatinya masih terlalu terkejut untuk sekedar membuat otaknya memerintahkan kakinya agar keluar dari tempat ini.
"Tolong ya jangan nyebarin gosip yang gak-gak. Ini beneran gak seperti yang Mbak pikirkan. Makasih buat makanannya," lanjutnya sembari mengambil alih nampan yang Mila pegang.Â