Mohon tunggu...
Nailir Rahmah
Nailir Rahmah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ayah, Bunda Aku Bisa Kok

12 Desember 2017   03:47 Diperbarui: 12 Desember 2017   03:52 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Loh adek dapat nilai berapa hari ini? 

Adek kok dapat nilai C?

Kakak gak belajar ya?

Kok bisa ga dapat nilai 100 kayak si dia?

Mama kan udah bilang Belajar, belajar dan belajar! jangan main terus, jangan nonton terus!!!

Sering mendengar seperti inikah? Atau ada yang pernah mengalami? Kata-kata di atas sudah sering kita dengar baik dirumah, tetangga bahkan di sekolah. Membuat anak pintar memang tugas orang tua. Menjadikan anak sukses itu keinginan orang tua. Membuat anak menjadi dikenal orang-orang karena kepintarannya, sesuatu banget yang harus dicapai oleh orang tua. 

Salahkah jika orang tua mempunyai keinginan seperti ini? keinginan tinggi yang dimiliki oleh pendidik sangat wajar dan memang harus ada dalam benaknya apalagi seorang ibu. Tapi, apa pendidik pernah bertanya, sebenarnya apa yang dibutuhkan oleh anak? apa yang dia perlukan setiap harinya? Lelahkah dia belajar? Apa keluhan anak setiap harinya? Punya masalahkah dia? Tidakkah kita berfikir tentang kesehatannya? Pulang dari sekolah kok mesti yang ditanyakan hal yang sama! Nilai, nilai dan nilai!!!

Keinginan seorang pendidik dengan anak sebenarnya sama. Sama-sama pengen sukses, sama-sama punya keinginan untuk mendapatkan nilai bagus dan tuntas. Tapi, sebagai orang tua atau pendidik perlu kita intropeksi lagi. Setiap anak memiliki kecerdasan kemampuan yang berbeda-beda. Mungkin Andi suka pelajaran Matematika belum tentu Umam mempunyai kemampuan yang sama dengan Andi. Bisa saja sama, akan tetapi kemampuan dalam pelajaran matematika pasti berbeda. 

Dalam seminar parenting dengan judul Mengenal Fitrah Based Education oleh Ust. Harry Santosa, beliau mengatakan bahwa jangan pernah banding-bandingkan anak, karena setiap mereka punya keistimewaan masing-masing. Umar bin Khattab hebat tapi tidak pernah dipilih menjadi panglima perang, Karena basicnya Umar tempramental. Maka yang menjadi panglima perang adalah Khalid bin Walid yang tenang dan bisa mengambil keputusan dengan tepat di lapangan karena ketenangannya. 

Anak cengeng pun pasti punya keistimewaan yang berbeda, seperti anak cengeng bisa jadi ia mempunyai potensi perasa. Banyak penulis yang berhasil memfilmkan novelnya karena menyentuh hati audiennya. Anak yang cerewet bisa jadi kedepannya ia adalah seorang relation, dosen. Ulama, MC dan lain-lain. Anak yang keras kepala bisa jadi kedepannya ia adalah seorang pemimpin besar. 

Pada intinya jangan pernah membanding-bandingkan anak dengan yang lain. Jangan pernah meremehkan sesuatu yang anak miliki. Tidakkah pendidik berfikir bahwasanya dibanding-bandingkan yang lain itu sangatlah menyakitkan, usaha dan pengorbanan yang dilakukan oleh anak seperti sia-sia dan tidak dihargai. Apresiasikanlah semua kemampuan yang dimiliki oleh anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun