Mohon tunggu...
Naili SyifaulAfIdah
Naili SyifaulAfIdah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

semangat menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implikasi Surat Al-Anbiya' Ayat 107 dalam Pendidikan

18 Juni 2022   21:23 Diperbarui: 18 Juni 2022   21:25 1775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perdamaian merupakan prinsip utama dari agama islam. Islam lahir dari ajaran yang berisi perihal Allah, alam semesta dan manusia. Di dalam Al-qur’an surat al-Anbiya’ ayat 107 sudah jelas disebutkan bahwa Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi alam semesta ini. Artinya kapanpun dan dimanapun agama Islam berada, Islam selalu memberikan keselamatan dan kedamaian untuk umat manusia di sekitarnya.

M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbahnya menyatakan bahwa Qs. al-Anbiya' ayat 107 itu singkat, tetapi memiliki arti yang sangat luas. Hanya dengan 5 kata yang terdiri dari 25 huruf termasuk huruf penghubung yang terletak di awal ayat, surat al-Anbiya’ ayat 107 Ini menyebutkan 4 hal utama, yaitu:

  1.  Rasul atau utusan Allah dalam hal ini yang dimaksud adalah Nabi Muhammad SAW.
  2. Yang mengutus beliau (Nabi Muhammad SAW) Dalam hal ini adalah Allah SWT.
  3. Yang diutus kepada mereka adalah (al-‘amiin).
  4. Risalah, yang semuanya mengisyaratkan karakteristik, yaitu rahmat yang sifatnya sangat besar sebagaimana dipahami dari bentuk kata nakirah. Ditambah itu menggambarkan cakupan tujuan di semua waktu dan tempat.

Hal ini menjelaskan bahawa ayat ini diturunkan oleh Allah  SWT sebagai  petunjuk  bahwa  Islam itu rahmat,  turunnya kitab suci Al-qur’an  juga sebagai rahmat. Dan Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rasul juga sebagai rahmat buat alam semesta. Hal  ini dikuatkan dengan hadis Rasulullah SAW yang disampaikan oleh Salman yang bermaksud: “Sesungguhnya    aku    juga    diutuskan    adalah    rahmah buat semesta alam”.

Sehingga pesan yang terdapat dalam Qs al-Anbiya’ ayat 107 bisa tersampaikan dan bisa dipahami sepenuhnya oleh umat Islam khususnya para peserta didik, maka peran guru atau pendidik sangat menentukan. Karena berhasil tidaknya suatu proses pendidikan terletak pada jati diri seorang guru atau pendidiknya. Di dalam Islam, seorang yang menjadi guru adalah salah satu profesi yang sangat mulia, karena salah satu  teladan di dalam Islam yaitu Nabi Muhammad SAW sendiri sering disebut sebagai “pendidik kemanusiaan” (character educators) (Azra, 2005: 19-20).

Hasan Langgulung (1995: 7) seorang pakar pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan bukan hanya sekedar transfer of knowledge (penyampaian ilmu), melainkan transfer of value (penyampaian nilai atau budaya). Dengan demikian pengajaran lebih pada penyampaian ilmu, sedangkan pendidikan lebih pada transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspeknya. Namun anehnya pendidikan di era sekarang lebih mengutamakan aspek kognitif saja, sedangkan aspek afektif dan psikomotor diabaikan, terutama pada aspek nilai atau agama.

Untuk itu, pendidikan di Indonesia ini dapat sejalan dan selaras dengan firman Allah Qs. al-Anbiya' ayat 107, ada beberapa gerakan yang dapat dilakukan sebagai solusinya yaitu, sebagai berikut :

1. Merubah metode mengajar guru dari mengajar untuk mendidik

Sebaiknya seorang guru merubah jati dirinya menjadi seoarang pendidik, bukan lagi hanya sebagai sebagai pengajar. Dengan mengubah metode mengajar menjadi mendidik akan meminimalisir terjadinya tawuran antar pelajar, perilaku seks bebas,dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya yang menjadi keresahan warga sekitar. Dengan demikian, seorang guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, melainkan untuk membentuk watak dan kepribadian anak didiknya yang berakhlak mulia dan ajaran Islam lainnya.

2. Pendidikan Islam itu antikekerasan

Untuk mencapai pendidikan yang antikekerasan, guru tidak boleh melakukan aktifitas kekerasan dalam proses mendidik, karena kekerasan menunjukkan paksaan (Sumedi, 2010: 80).

3.  Mendidik sikap inklusif

Tujuan pendidikan inklusi adalah memberikan keberanian kepada setiap manusia untuk menerima perbedaan yang ada serta kesiapan untuk membangun dunia yang lebih damai dan nyaman. Dengan adanya Pendidikan inklusif ini diharapkan dapat membentuk sikap dan perilaku umat Islam yang dapat menghormati menghargai, dan bertoleransi terhadap perbedaan agama, suku, ras, dan pendapat.

Rahmat memiliki 3 dimensi, yaitu: pertama; rasionalitas, kedua; peduli, dan ketiga; peradaban. Pertama; Islam adalah agama yang rasional. Menurut Muhammad Abduh, Islam adalah agama yang rasional, agama yang sejalan dengan akal, bahkan agama yang berdasarkan pada akal. Menurut Abduh, berpikir rasional adalah cara untuk mendapatkan iman yang benar. Iman tidak sempurna, jika tidak berdasarkan akal, iman harus didasarkan pada keyakinan, bukan pendapat, dan akal adalah sumber kepercayaan kepada Tuhan, pengetahuan dan kekuasaan-Nya dan kepada para rasul (Nasution, Muhammad Abduh dan teologi rasional, op, cit, hal.47). Pada dasarnya Muhammad Abduh mengajak kita untuk berpikir kreatif dan melarang kita berdiam diri dengan keadaan yang ada. Beliau mengajak kita untuk melakukan ta'wil terhadap teks-teks Al-Qur'an yang tidak kita pahami (Abduh, al-Islam Din al-Ilmi wa al-Madaniyah diterjemahkan oleh Fadillah dan Muhammad Abqory dengan judul Islam Ilmu Pengetahuan dan masyarakat Madani, Jakarta : PT.Grafindo Persada, 2005, hal. LXI).

Kedua; Ajaran Islam dengan konsep rahmatan lil'alamin memiliki konsekuensi logis untuk selalu peduli kepada orang yang membutuhkan pertolongan atau bantuan. Misalnya, jika seseorang mengalami kecelakaan di jalan raya, ketika kita ingin membantu, kita sebagai muslim jangan dulu melihat atau mempersoalkan korban Islam atau kristen? Islamnya NU atau Muhammadiyah dan sebagainya. Yang terpenting adalah ketika seseorang terkena musibah, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah segera membantu. Ini merupakan bentuk kepedulian, karena tolong menolong adalah inti dari ajaran Islam yang universal.

Ketiga; Islam adalah agama peradaban. Allah SWT mengutus Rasulullah SAW di muka bumi untuk membangun peradaban. Kita bisa melihat dari ajarannya dalam membebaskan perbudakan, menghormati wanita, menghormati perbedaan agama, dan menjunjung tinggi ilmu. Oleh karena itu, Islam tidak hanya dianggap sebagai agama, tetapi juga sebagai peradaban yang sempurna, hal ini disampaikan oleh Sayyid Hossein Nasr dalam Islam; Religion, History, and Civilization’ dalam introduction “Islam is both a religion and a civilization”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun