Mohon tunggu...
Naili zulfah
Naili zulfah Mohon Tunggu... Guru - Ibu Rumah Tangga.

Seorang ibu Rumah Tangga yang hobi membaca segala yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Strenght and Scope ala Fukuyama

23 Juli 2023   23:03 Diperbarui: 23 Juli 2023   23:04 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ok, sekarang back to topic ! Kembali pada Fukuyama, sekarang mari kita melihat wajah pembangunan negara kita yang sedang dalam posisi "life is messy". Apakah ke-chaos-an birokrasi pemerintahan kita karna terlalu banyak memikirkan "scope" daripada "strength"nya seperti klaim Fukuyama, ataukah ada hal lain..?

Saya tidak mau memberi pendapat pasti, kali ini saya hanya mengikut pada teori "just giving no commitment". Kita lihat saja sejarah negara kita, masih segar di ingatan kita bagaimana upaya beberapa propinsi yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Ada Timor-timur yang telah hengkang dari Indonesia dan menjadi negara "Timor Leste", begitu juga Aceh dengan GAM-nya meski pada akhirnya pemerintah Indonesia telah berhasil melakukan perjanjian perdamaian. Dan saat ini yang paling hangat adalah upaya propinsi berpenduduk "Afrika-Indonesia" atau Papua yang saat ini ada tanda-tanda ingin mengikuti jejak Timor Leste dan Aceh. Mudah-mudahan saja nantinya akan berakhir seperti Aceh.

Salah satu penyebab terjadinya kasus semacam ini, bisa kita benarkan teori Fukuyama dari satu sisi. Kurangnya pemerintahan Indonesia dalam memperhatikan "strenght" negara. Hanya "Jakarta" saja yang dipikirkan, kekayaan alam Papua malah dicuri habis oleh perusahaan asing terkenal. Rakyat Indonesia justru menjadi "babu" di negeri sendiri. Begitu juga dengan beberapa pulau kita yang telah berhasil dicuri oleh tetangga, menunjukkan lemahnya kekuatan keamanan perairan kita.

Sekarang mari kita melihat pada sisi scope. Contoh kasus RUU anti pornografi menjadi perdebatan tak terlekkan di Indonesia. Sampai sekarang belum ada pengesahan UU anti-pornografi dan pornoaksi. Golongan yang menolak adanya RUU anti-pornografi, bukan berarti mereka tidak mendukung adanya anti-pornografi digalakkan. Namun, menurut mereka hal semacam itu menunjukkan kurang kedewasaannya rakyat Indonesia, "masa masalah begitu saja harus di urusi oleh negara?"

Kalau saya hubungkan dengan teori Fukuyama, golongan ini menilai negara terlalu ambisi dalam "scope"nya. Sedangkan pendukung RUU anti-pornografi berbeda pendapat. Alasan mereka dalam hal ini, karna kondisi krisis moral di Indonesia benar-benar membutuhkan adanya campur tangan pemerintahan dalam mengurusi hal ini. Toh, Indonesia bukan negara ber-type Liberal. Bagaimana menurut para pembaca sendiri..? Apakah RUU APP tersebut termasuk regulasi pemerintah terhadap "scope" berlebihan yang mengakibatkan "failure state"nya suatu negara ataukah justru sebaliknya..? Silahkan anda jawab sendiri-sendiri dengan otak dingin.

Sudut Syuqqoh, 

11 April 2008M(Saat angin panas menggigit Gurun Sahara berhembus kencang) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun