Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membawa kita pada era digital yang semakin canggih. Namun, di balik segala kemudahan dan inovasi yang ditawarkan, terdapat juga ancaman yang mengintai. Deepfake merupakan fenomena yang semakin sering kita temui di era budaya digital. Teknologi deepfake memungkinkan manipulasi gambar, suara, atau video untuk menciptakan ilusi bahwa seseorang melakukan atau mengucapkan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Meski teknologi ini memiliki potensi kreatif yang besar, seperti dalam dunia hiburan atau seni, ia juga menimbulkan tantangan serius terkait etika, privasi, dan kepercayaan publik.Â
Deepfake adalah teknologi membelajaran mesin algoritma mesin untuk menciptakan konten sintetis yang seolah-olah. Deepfake dapat digunakan untuk memanipulasi video, audio, dan gambar wajah seseorang, terlihat seperti melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak pernah mereka lakukan.Â
Dampaknya apa sih? Meski memiliki risiko, deepfake juga membawa sejumlah potensi positif, antara lain:
Penggunaan di Industri Entertaiment: Deepfake sering dimanfaatkan dalam industri hiburan untuk menghidupkan kembali karakter atau tokoh yang sudah meninggal, seperti dalam film atau serial.
Pelatihan dan Edukasi: Teknologi deepfake dapat digunakan dalam bidang pendidikan, seperti dalam simulasi interaktif yang melibatkan tokoh sejarah atau untuk membantu mengilustrasikan konsep-konsep kompleks yang sulit dijelaskan secara tradisional.
Pelestarian Budaya: Deepfake berpotensi melestarikan warisan budaya, misalnya melalui rekreasi digital tokoh-tokoh bersejarah atau legenda. Teknologi ini juga dapat membantu generasi mendatang untuk "berinteraksi" dengan figur bersejarah yang telah direkayasa secara digital.
Lalu dampak negatifnya apa? Antara lain:
- Disinformasi: Deepfake dapat menyebarkan informasi palsu yang dapat memicu perpecahan sosial, politik, dan ekonomi.
- Pelanggaran privasi: Deepfake dapat digunakan untuk membuat konten pornografi palsu atau video yang memalukan, sehingga merusak reputasi seseorang.
- Penipuan: Deepfake dapat dimanfaatkan untuk melakukan penipuan identitas atau manipulasi pasar saham.
- Destabilisasi demokrasi: Deepfake dapat digunakan untuk menyebarkan propaganda atau menargetkan tokoh-tokoh publik.
Contoh kasus Deepfake yang lumayan mengundang perhatian masyarakat adalah kasus pornografi deepfake yang menyasar siswi di ratusan sekolah Korea Selatan, dimana ada sebuah grup pada aplikasi telegram yang isinya merupakan foto-foto siswi diedit menggunakan deepfake untuk merealisasikan fantasi para pelaku terhadap mereka. Sungguh mengerikan!
Kesimpulannya adalah?
Deepfake adalah contoh dari bagaimana teknologi digital terus berkembang dan membawa dampak pada budaya digital. Meski menawarkan potensi yang besar dalam bidang kreatif, teknologi ini juga menghadirkan tantangan serius yang harus dihadapi dengan bijaksana. Dengan kombinasi antara teknologi deteksi, literasi digital, serta regulasi yang tepat, masyarakat dapat menikmati manfaat dari deepfake sembari mengurangi risiko yang ditimbulkan. Di era budaya digital yang semakin canggih, kemampuan untuk mengenali, memahami, dan merespon deepfake akan menjadi salah satu keterampilan yang esensial bagi kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H