Mohon tunggu...
Naila Rafa Nurahmah
Naila Rafa Nurahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia

Saya Mahasiswi Semester 1 Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Optimalisasi Pajak dalam Transaksi Nontunai QRIS: Tantangan dan Peluang

17 Desember 2024   16:53 Diperbarui: 17 Desember 2024   17:38 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis: Naila Rafa Nurahmah, Mahasiswi Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia

Penggunaan dompet digital (e-wallet) di Indonesia mengalami lonjakan popularitas, hal ini didorong oleh kemajuan teknologi pembayaran digital. Layanan seperti GoPay, OVO, DANA, dan ShopeePay menjadi pilihan utama berkat fitur-fitur unggulan seperti transfer uang, pembelian pulsa, pembayaran QRIS, serta belanja daring. Saat ini, e-wallet mendominasi transaksi harian masyarakat, termasuk pembayaran di restoran, layanan antar makanan, dan e-commerce. Faktor utama yang memicu peningkatan penggunaan e-wallet meliputi kenyamanan, keamanan, kemudahan akses, serta fleksibilitasnya dalam memenuhi berbagai kebutuhan pembayaran. 

Untuk mendukung tercapainya sebuah sistem pembayaran digital yang terintegrasi, Bank Indonesia menetapkan standar kode QR pembayaran dalam memfasilitasi transaksi pembayaran digital di Indonesia yang disebut QRIS (Quick Response Indonesia Standard). QRIS merupakan kode QR yang dikembangkan oleh regulator bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), yang bertujuan memperlancar sistem pembayaran digital secara aman, mendorong efisiensi pemerintah, serta mempercepat inklusi keuangan digital. 

Kebijakan pengenaan tarif Merchant Discount Rate (MDR) pada transaksi QRIS sebesar 0,3% untuk usaha mikro dan 0,7% untuk transaksi lainnya mulai 1 Juli 2023 membuka peluang besar untuk optimalisasi pajak di Indonesia. Dengan sistem pembayaran digital yang mencatat transaksi secara real-time dan terintegrasi, penggunaan QRIS memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memanfaatkan data transaksi untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi perpajakan. Setiap transaksi dapat menjadi sumber informasi berharga untuk mengidentifikasi pendapatan pelaku usaha, mengurangi potensi penghindaran pajak, dan mempermudah pemungutan pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh) final UMKM atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara otomatis. Selain memperluas basis pajak, kebijakan ini juga mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan ekosistem pembayaran yang lebih inklusif dan akuntabel. Meski aturan melarang beban MDR dibebankan kepada pelanggan, praktik di lapangan menunjukkan beberapa pedagang menaikkan harga bagi konsumen yang memilih membayar melalui QRIS, memicu respons beragam di masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kebijakan ini menawarkan banyak manfaat, diperlukan edukasi dan pengawasan lebih lanjut agar tujuannya tercapai secara optimal.

Dalam transaksi menggunakan QRIS, terdapat tiga pihak utama yang saling berinteraksi dan berperan penting dalam mendukung sistem pembayaran nontunai, yaitu pelanggan, penjual, dan pemerintah. Pelanggan atau pengguna berperan sebagai pihak yang melakukan pembayaran menggunakan metode QRIS. Pelanggan ini dapat berasal dari individu, bisnis, maupun kelompok yang memilih pembayaran nontunai karena menawarkan kemudahan dan keefektifan. Walaupun pelanggan tidak membayar pajak Merchant Discount Rate (MDR) secara langsung, mereka tetap menjadi bagian dari sistem perpajakan dengan turut bertransaksi melalui QRIS. Seperti yang diatur di dalam peraturan mengenai penggunaan QRIS yang terdapat pada Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 24/1/PADG/2022.

Di sisi lain, penjual bertindak sebagai penerima pembayaran melalui QRIS. Penjual memiliki tanggung jawab untuk menanggung beban pajak yang dikenakan atas transaksi tersebut. Namun, QRIS memberikan keuntungan besar bagi penjual dengan menyederhanakan sarana pembayaran, di mana berbagai metode pembayaran nontunai dapat terintegrasi dalam satu sistem. Selain itu, bagi para pelaku UMKM, dukungan ini diwujudkan dengan tarif MDR yang sangat kecil, yaitu 0,3% untuk usaha mikro dan 0,7% untuk transaksi lainnya. 

Sementara itu, pemerintah memainkan peran kunci sebagai pembuat kebijakan, pengawas transaksi, dan pengumpul pajak. Pemerintah memastikan bahwa sistem QRIS berjalan dengan lancar, transparan, dan aman bagi seluruh pihak yang terlibat. Selain itu, pemerintah juga mengatur tarif pajak yang dikenakan, sehingga pendapatan negara tetap terjaga seiring dengan kemudahan yang diberikan kepada pelaku usaha dan pelanggan.

Untuk menjaga kepatuhan terhadap kebijakan, Bank Indonesia bersama penyedia layanan pembayaran (Payment Service Provider, PSP) bertugas melakukan sosialisasi dan pengawasan terhadap pelaku usaha. Dengan pengelolaan yang baik, kebijakan ini diharapkan mampu memperkuat ekosistem digital sekaligus memberikan manfaat bagi pedagang dan masyarakat luas tanpa memberatkan pelanggan.

Penerapan Merchant Discount Rate (MDR) pada QRIS menghadapi beberapa tantangan utama. Salah satu yang paling menonjol adalah keberatan dari pelaku usaha kecil, khususnya usaha mikro, terhadap tambahan beban operasional yang harus ditanggung. Biaya MDR membuat mereka harus menyisihkan sebagian keuntungan, yang seringkali sudah terbatas. Akibatnya, beberapa pedagang memilih menaikkan harga barang atau jasa untuk menutupi biaya tersebut, meskipun tindakan ini bertentangan dengan aturan yang melarang pengalihan beban MDR kepada pelanggan. Langkah ini dapat mengurangi daya tarik pembayaran melalui QRIS dibandingkan dengan metode pembayaran lain seperti uang tunai.

Sementara itu, kurangnya sosialisasi terkait kebijakan MDR juga menjadi kendala. Banyak pedagang dan konsumen belum memahami aturan secara detail, seperti larangan pengalihan beban biaya. Hal ini memicu kesalahpahaman yang berpotensi menurunkan tingkat penggunaan QRIS di masyarakat. Tantangan lainnya adalah perbedaan kapasitas di antara penyedia layanan pembayaran (PSP), tidak semua PSP memiliki kemampuan yang memadai untuk membantu pedagang mematuhi kebijakan ini, sehingga menciptakan kesenjangan dalam pelaksanaannya, terutama di daerah dengan akses terbatas ke layanan keuangan digital.

Dengan adanya penerapan QRIS dan kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) diharapkan dapat menjadi sebuah langkah penting dalam mewujudkan ekosistem pembayaran yang efisien, inklusif, dan terintegrasi di Indonesia. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, seperti keberatan dari pelaku usaha kecil dan kurangnya sosialisasi, sinergi antara pemerintah, penyedia layanan pembayaran, serta pedagang dan pelanggan diharapkan dapat mengatasi hambatan tersebut. Dengan dukungan dan pengelolaan yang baik, QRIS bukan hanya mampu memberikan kemudahan dalam bertransaksi tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi digital yang berkelanjutan serta meningkatkan inklusi keuangan di seluruh lapisan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun