Mohon tunggu...
Naila Khoirotunnisa_212111164
Naila Khoirotunnisa_212111164 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Suka kucing dan musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keadilan bagi Perempuan Difabel yang Berhadapan dengan Hukum

5 Desember 2022   17:40 Diperbarui: 5 Desember 2022   17:53 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta, Naila Khoirotunnisa.

Berdasarkan artikel Perempuan Difabel Berhadapan Hukum, Penulis: Muhammad Julijanto, Jurnal: Muwazah, Vol. 10 No. 2, Tahun 2018, 15 halaman.

Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta entitas organisasi lainnya di Indonesia belum memberikan perhatian penuh terhadap disabilitas. Isu disabilitas di Indonesia masih dianggap sebagai isu yang harus ditangani secara individual. Dan sering kali di ruang publik pun, penyandang disabilitas menghadapi ketidakadilan seperti kekerasan verbal maupun non verbal, pelecehan seksual serta adanya deskriminasi. Akibatnya, diwajibkan oleh hukum Indonesia bagi semua warga negara untuk mempertimbangkan peraturan yang adil dalam menghadapi masalah disabilitas guna mencegah diskriminasi rasial terhadap penyandang disabilitas. 

Sebagai perwujudan perlindungan terhadap hak asasi manusia yaitu hak untuk meneruskan kelangsungan hidup, tumbuh, hingga berkembang, juga berhak atas perlindungan dari diskriminasi dan kekerasan. Sehingga dengan demikian, pemerintah harus melakukan upaya agar tercipta keadilan yang sama rata terhadap penyandang disabilitas khususnya ketika mereka berhadapan dengan hukum. Istilah disabilitas diganti menggunakan istilah "difabel" bertujuan untuk memberikan pandangan positif yang lebih menekankan pada perbedaan kemampuan bukan karena keterbatasan atau kecacatan, baik itu fisik maupun mental. Dan hal ini berlaku tidak hanya di Indonesia saja tetapi pada negara-negara lain.

Berdasarkan data kekerasan terhadap perempuan difabel memperlihatkan peningkatan dari tahun ke tahun dan mencakup dari kabupaten ke kabupaten. Menurut informasi dari Dinas Sosial Jawa Tengah, terdapat 177.452 penyandang disabilitas. Menurut sensus tahun 2010, terdapat 16.718 penyandang disabilitas yang berusia di atas 10 tahun. Menurut data dari Yayasan Cikal, telah terjadi 47 kali kekerasan terhadap perempuan difabel, delapan di antaranya tanpa pendampingan di wilayah Sleman, Gunungkidul, dan Bantul, yang mayoritas kasus kekerasan seksual dan sebagian besar korbannya adalah tunarungu dan tunagrahita.

Pimpinan Daerah Dewan Hukum dan HAM 'Aisyiyah Jawa Tengah membantu anak-anak korban kekerasan seksual dalam 7 kasus antara tahun 2013 dan 2015, masing-masing dengan pengkhususannya masing-masing.

Kebanyakan kekerasan yang terjadi terhadap difabel adalah mereka yang mengalami masalah perekonomian, mengalami gangguan fisik dan psikis sehingga mereka dianggap lemah dan tidak mengetahui bagaimana caranya berhadapan dengan hukum dan bagaimana cara yang bisa di tempuh untuk meyelesaikan masalah terkait dengan perbuatan kekerasan yang dihadapi. 

Menurut penulis, ada beberapa kendala dalam menangani kasus khusunya kekerasan pada perempuan difabel yaitu karena adanya keterbatasan pemahaman pengacara atapupun para legal terhadap difabel, memiliki akses yang terbatas yakni terkait dengan pembiayaan, informasi, perekonomian rendah serta keterbatasan bukti yang seharusnya menjadi kunci utama dalam menyelesaikan suatu kasus dan kendala yang terakhir adalah sukar untuk melakukan komunikasi, sehingga sangat sulit untuk  mendalami suatu kasus.

Sedangkan permasalah umumnya meliputi: 1) kekurangan biaya; 2) birokrasi; 3) sulit dalam tahap pencarian data dan informasi; dan 4) kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hukum.Misalnya, banyak orang yang tidak mau menjadi saksi saat ditanya; 5) Akses pengetahuan tentang hukum yang terbatas; 6) lamanya proses hukum; dan 7) keterbatasan informasi. Pada saat yang sama, tantangan dihadapi di semua tingkatan. Informasi yang tidak memadai bagi para korban, ruang pemeriksaan yang tidak dapat diakses, dan kurangnya dukungan selama pemeriksaan menjadi masalah bagi polisi. 

Sehingga karena pelapor telah diwakilkan oleh jaksa dan karena ketidaktahuan akan pemahaman tentang disabilitas. Padahal di pengadilan, Undang-undang telah kalah dengan pernyataan jaksa yamg mewakili atas nama korban, sehingga hakim bermasalah dalam komunikasi. Difabel yang menjadi saksi harus diberikan hak dan kesempatan yang sama seperti orang lain pada umumnya, karena semua yang berada dihadapan hukum kedudukannya sama.

Melalui hasil wawancara, penulis mengemukakan upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk membantu para difabel koraban kekerasan seksual yaitu dengan :
1. Bekerja sama untuk mengembangkan sudut pandang positif di antara aparat penegak hukum yang akan membantu perempuan penyandang disabilitas yang mengalami pelecehan seksual untuk mendapatkan keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun