Mohon tunggu...
Naila Karima
Naila Karima Mohon Tunggu... Mahasiswa - ILD UM '18

tidur terus menerus itu tidak baik dan tidak dibenarkan. tapi saya amat suka

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Magenta

1 Juli 2020   05:41 Diperbarui: 1 Juli 2020   05:45 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

(1)
kalau aku lelah jelas aku sudah berada pada titik
yang tiada komanya
tiada tanda-tanda lainnya
aku akan benar yang begitu benar berhenti

(2)
"kau pikir aku ini apa?"
aku harus bagaimana
yang sekiranya kau mau diajak bicara

(3)
beberapa waktu lalu, kan
aku sudah pernah bilang
aku sakit, bilamana hal yang kumiliki berada pada tangan yang lain
bersimpuh di lembayung hati yang lain
sungguh kau masih ingat?
aku tidak suka kau yang seperti itu

(4)
kau punya mata?
aku tak bermaksud kasar
tolong, coba kau lihat samping kanan kiri wajahku

(5)
benar, itu kau tahu
daun telingaku memang mungil
tapi aku tak tuli

(6)
dulu waktu kau bergelayut mesra
berebut menghisapnya dengan angin malam yang pelan
bibirmu pernah berbisik di telingaku
"aku sangat mencintaimu"

(7)
kau ingat?
aku sangat ingin kau menyampaikan hal-hal semacam itu lagi
aku merindukan pesanmu yang tak bersekat waktu atau rindu
yang terkadang sekat itu membuatku penat
aku berubah menjadi bangsat
dan tak jarang kau juga begitu laknat
menjadi jahat
egomu yang super kuat
hingga kita yang begitu lupa akan semua yang indah dengan rotasi cepat

(8)
aku sangat sakit ketika mendengar kebencianmu dari mulut wanita busuk itu
aku membencinya
kau tahu, aku tak pernah mengenalnya
aku juga mengutuk, dulu
aku tiada akan pernah ingin mengenalnya

(9)
tetapi beberapa waktu itu, kau bercerita padanya
lalu ia bercerita juga kepadaku
aku sakit
kau yang juga begitu mantap untuk tidak menengokku lagi
kini semakin mesranya dengan hal yang menyakitkanku

(10)
sesampainya aku tahu
aku mencari-cari nama lain dari sosokmu
hal ini, kulakukan
demi menyebut namamu yang terus mengkoyak sukmaku
dengan reotnya ragaku, dengan aku yang benar berhenti mencintaimu
Magentaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun