Mohon tunggu...
nailahputri
nailahputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kedokteran Universitas Airlangga

Mahasiswa angkatan 2024 yang senang mempelajari info terkini mengenai kesehatan dan psikologis pada manusia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

DOKTER: Dedikasi, Orientasi, Kemanusiaan, Transparan, Empati, dan Rasa Peduli

25 Desember 2024   12:50 Diperbarui: 25 Desember 2024   12:50 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kasus pemukulan dokter koas yang melibatkan supir dari ibu teman satu kelompoknya sedang ramai diperbincangkan di media sosial. Diketahui jika kasus pemukulan ini dilatarbelakangi pembagian jadwal jaga koas yang dirasa tidak adil bagi Lady Aurellia Pramesti. Dirinya telah mengajukan protes pada Luthfi, ketua kelompok koas dan telah dirubah oleh Luthfi. Sayangnya, Lady masih tidak terima dan Luthfi meminta Lady sendiri yang mengomunikasikan dengan teman satu kelompok jika ingin bertukar jadwal. Lady pun mengadukan perihal ini kepada sang ibu. Ibu Lady turun tangan dengan mengajak Luthfi untuk bertemu di suatu restoran. Pertemuan itu diisi dengan makian ibu Lady kepada Luthfi dan berujung dengan pemukulan pada Luthfi oleh supir dari ibu Lady. Pertikaian ini berakhir setelah polisi yang dihubungi oleh teman Luthfi yang ikut hadir di pertemuan datang. Tentu masyarakat bertanya-tanya, mengapa ibu dari anak yang menempuh pendidikan koas harus ikut campur dengan masalah anaknya? Padahal, Lady di waktu yang sama tengah sibuk menikmati konser.

Orang Tua dan Pendidikan Anak

Orang tua memang berperan penting bagi pendidikan buah hatinya. Orang tua yang mengarahkan langkah anak kedepannya, memilihkan tempat terbaik untuk pendidikannya, membiayai semua kebutuhannya, hingga memberikan fasilitas penuh untuk mendukung keterampilan dan prestasinya. Akan tetapi, peran orang tua pun memiliki batasan sendiri. Untuk lingkungan pergaulan, jadwal perkuliahan, tugas-tugas yang diberikan, itu semua merupakan tanggung jawab pribadi anak dan bukan lagi menjadi ranah orang tua. Apalagi di usia yang bisa dikatakan tidak muda lagi jika melihat kasus dari dokter koas ini.

Sebagai seorang anak, tentu saja kita akan mengalami masa-masa jenuh dan melelahkan dalam perkuliahan. Lelah dengan tugas-tugas yang ada ataupun jenuh dengan suasana monoton yang terus berkelanjutan seperti roda yang berputar antara belajar dan praktik. Orang tua bisa menjadi tempat yang sangat tepat bagi anak untuk bercerita menumpahkan keluh kesah. Dan orang tua pun dapat mendengarkannya dan memberikan dukungan juga motivasi tanpa perlu mencampuri urusan anak jika dirasa hal tersebut bersifat pribadi dan menjadi tanggung jawab anak. Karena menjadi orang tua itu tak hanya tentang mengasihi dan menyayangi, tetapi juga mengajarkan kepada anak bagaimana menghadapi realita kehidupan dan menjadi hebat dalam kehidupannya sendiri.

Menjadi Dokter Adalah Pilihan

Menjadi dokter adalah sebuah pilihan. Lamanya pendidikan yang ditempuh, banyaknya ilmu baru yang dipelajari, juga biaya dengan jumlah tak sedikit yang dibutuhkan. Semua itu menjadi pertimbangan bagi siapa saja yang memiliki impian menjadi seorang tenaga medis yang akrab dipanggil 'DOKTER'.

Menjadi dokter, sama saja dengan belajar terus menerus. Mengapa? Karena ilmu kedokteran adalah ilmu yang bersifat dinamis. Artinya ilmu kedokteran akan terus berkembang dari masa ke masa. Menyesuaikan dengan kondisi dan masalah kesehatan yang terjadi. Selalu ada hal baru yang mengharuskan kita beradaptasi dan mempelajari hal baru tersebut. Kejadian pandemi 2019 lalu menjadi contoh nyata bagaimana dunia medis terus berinovasi dan mendedikasikan yang terbaik untuk kesehatan di negara tercinta ini.

Menjadi dokter, maka harus siap menjelajah di hutan belantara. Hutan belantara yang penuh dengan rintangan dan hambatan. Langkah awal perjalanan dimulai ketika telah memasuki fase perkuliahan nyata di jurusan kedokteran yang ada di seluruh Indonesia. Amat sangat banyak hal yang dipelajari di fase ini. Baik dari pengetahuan seperti anatomi, histologi, hingga farmakologi maupun keterampilan seperti Medical Training, SOCA, dan OSCE. Penggunaan sistem yang berbeda dengan jurusan lainnya juga menjadi tantangan. Sistem blok yang digunakan di Fakultas Kedokteran mengharuskan mahasiswa memahami materi dalam kurun waktu tertentu yang bisa dibilang cukup singkat hingga tiba waktu ujian. Rentang waktu 3,5 tahun yang diberikan kepada mahasiswa tidak akan terasa hingga memasuki ke fase selanjutnya.

Masuk ke fase pendidikan klinik alias koas berarti mulai menapaki tangga kedua untuk menjadi seorang 'Dokter'. Pendidikan pre-klinik yang telah didapatkan sebelumnya dipraktekkan secara nyata di tahap ini. Pembelajaran bagaimana menjadi seorang dokter yang sesungguhnya akan sangat terasa di fase ini. Melayani pasien yang berdatangan, memberikan pengobatan yang sesuai dengan keluhan, berkonsultasi dengan teman sejawat dan atasan, dan masih banyak lagi. Rumah sakit bukanlah tempat umum yang bisa tutup kapan saja. Rumah sakit harus selalu siap siaga 24 jam. Harus selalu terjaga karena dikhawatirkan ada keadaan darurat yang datang. Dan jaga malam hingga tak pulang bukanlah hal yang tabu bagi para koas. Tentu saja hal ini tidaklah mudah. Berlanjut ke ujian kompetensi, lalu sumpah dokter, lanjut internship, dan akhirnya menjadi dokter.

Dokter, bukan hanya julukan bagi seseorang dengan jas berwarna putih di rumah sakit. Dokter, bukan hanya gelar semata yang disematkan pada tenaga medis yang telah menyelesaikan pendidikan kedokteran. Dokter adalah profesi mulia, pekerjaan yang terikat dengan kode etik medis, terutama terkait dengan kerahasiaan, kesejahteraan pasien, dan kewajiban moral untuk memberikan perawatan terbaik. Dokter perlu memastikan bahwa mereka selalu bertindak sesuai dengan prinsip etika medis seperti menjaga kerahasiaan, memberikan perawatan terbaik tanpa diskriminasi, serta menempatkan kesejahteraan pasien di atas segala hal.

Dunia pendidikan kedokteran, memang penuh dengan tekanan. Jadwal jaga yang panjang, tuntutan akademik yang tinggi, serta ekspektasi yang besar untuk terus belajar dan berkembang bisa menyebabkan stres yang signifikan. Oleh karena itu, mahasiswa kedokteran harus memiliki kemampuan dalam mengolah pribadi masing-masing. Dimulai dari individu dan keinginan kuat yang dimiliki, teman-teman baik yang selalu membersamai, serta dukungan orangtua yang tak henti-henti. Sekali lagi, menjadi dokter adalah pilihan. Dan mereka sendiri yang telah menentukan yang harus bertanggung jawab akan pilihan tersebut hingga akhir hayat nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun