Mohon tunggu...
Nailah Amalea Hannah
Nailah Amalea Hannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

love is the kind that awakens the soul and makes us reach for more, that plants a fire in our hearts and brings piece our things and that's what you given to everyone.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Tradisi Tunjangan Hari Raya Idul Fitri, Berkah atau Malah Kenikmatan Sesaat?

17 April 2024   00:26 Diperbarui: 17 April 2024   22:10 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama Kakak dan Saudara Saya/Dok Pribadi

Tradisi tujuan hari raya yang dilaksanakan setalah berpuasa 30 hari dan biasanya dilakukan setelah sholat eid, dan mulai melakukan silaturahmi untuk bermaaf-maafan sesama umat manusia dan tak jarang adanya salam tempel yang dilakukan oleh sanak sodara, namun bagi perusahaan THR juga dilakukan sebelum cuti lebaran. Lalu bagaiaman kegiatan ini bermula?.

Awalnya, THR digagas Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi. Beliau adalah Perdana Menteri dan Menteri Dalam Negeri Indonesia ke-6. Skema kementerian ini diciptakan untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur sipil negara melalui pemberian THR kepada PNS (pegawai negeri). 

Tak disangka, program menteri ini menimbulkan kecemburuan sosial dan penolakan dari para pekerja yang tidak menerima THR. Mereka mengatakan bahwa mereka juga telah bekerja sangat keras namun situasi mereka tidak berubah dan mereka tidak mendapat perhatian dari pemerintah.

Protes buruh berlanjut dengan pemogokan besar-besaran. Mereka meminta pemerintah memberikan tunjangan pada setiap akhir Ramadhan dan tidak hanya diberikan kepada aparatur sipil negara saja. Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. 07/MEN/1990, ada dua jenis subkelompoknya. 

difotokan kakak saya
difotokan kakak saya

Pengertian upah menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hak rakyat pekerja ditentukan dan dibayar menurut perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan-undangan meliputi tunjangan bagi pekerja/karyawan dan keluarganya atas pekerjaan dan/atau jasa jasa yang telah atau akan dilakukan, selain gaji, untuk mengetahui bahwa ada merupakan pendapatan non gaji yang diterima pegawai, khususnya Tunjangan Cuti (THR). 

Namun para buruh memprotes hal tersebut karena hanya diberikan kepada otoritas sipil yang kemudian melakukan protes pada bulan Februari 1952. Mereka menuntut agar harga THR tidak adil. Pegawai negeri terdiri dari bangsawan priyayi dan raden. lebih rendah. 

Terakhir, Soekiman juga meminta perusahaan swasta memberikan THR kepada pekerja. Pasca kabinet Soekiman, tak ada lagi yang bisa menjelaskan kebijakan THR. Namun kebijakan tersebut tetap diterapkan, terbukti dengan masih adanya budaya THR hingga saat ini. 

Baru pada tahun 1994 pemerintah mengeluarkan peraturan resmi mengenai THR. Saat itu, pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan Peraturan Nomor 04 Tahun 1994 tentang THR Keagamaan bagi Pegawai di Perusahaan.

Pada tahun 2003, Peraturan ini dilengkapi dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Peraturan ini mengatur bahwa pegawai yang bekerja lebih dari 3 bulan harus diberikan kompensasi. 

THR yang diterima juga disesuaikan dengan masa kerja, sedangkan pekerja yang sudah bekerja selama setahun mendapat THR sebesar satu bulan gaji. Namun, terjadi perubahan pada tahun 2016, pemerintah merevisi peraturan tersebut tentang pemberian THR. 

Dalam peraturan tersebut disebutkan dengan jelas bahwa THR diberikan kepada pegawai paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Sesuai dengan itu, Presiden Joko Widodo pun menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 dan 19 Tahun 2018 tentang THR dan Gaji ke-13. 

Berdasarkan aturan tersebut, pensiunan pegawai negeri sipil, prajurit TNI, polisi, pegawai negeri sipil, termasuk presiden dan wakil presiden, anggota MPR, DPR, DPD, menteri, dan pegawai lainnya semuanya berhak menerima THR.

Tunjangan ini mungkin dalam satu atau lain bentuk yang diberikan oleh pemberi kerja pada hari raya keagamaan tergantung pada keyakinan karyawan. Tunjangan ini merupakan kebutuhan yang diperlukan bagi pekerja pada saat hari libur. 5 Motivasi utama pekerja yang bekerja di suatu perusahaan adalah mencari nafkah (gaji), dan upah merupakan hak sensitif pekerja. 

Perjuangan buruh membuahkan hasil hingga akhirnya pemerintah memberikan THR kepada seluruh buruh dengan ketentuan jika bekerja lebih dari setahun akan mendapat gaji satu bulan, namun hanya kurang, jumlah THR dihitung pro rata. 

Kemudian dalam hal ini jika ditinjau dari sebuah tradisi dalam kegiatan pemberian THR cukup signifikan, dimana tradisi sebagai kepercayaan, legenda dan adat istiadat secara turun temurun, terutama dari mulut ke mulut atau sesuatu yang diwariskan dan diamalkan sejak lama. 

Tradisi adalah keyakinan atau perilaku yang diturunkan dalam suatu kelompok atau masyarakat dengan makna tertentu. Tradisi yang berulang didorong oleh kecenderungan untuk melakukan sesuatu dan mengulanginya sehingga menjadi suatu kebiasaan, sehingga dalam hal ini dengan perwujudan peraturan yang wajib diberikan oleh tenaga kerja dan diberikan sebuah kebiasaan maka THR manjadi saat penting, dan ketika para sanak saudara yang bekerja membagi kembali kepada Adik dan Kakak yang belum bekerja untuk kebetuhan sekolah mereka. Tentu THR ini seperti air mengalir yang tidak terputus dan selalu ada manfaatnya.

Foto bersama Kakak dan Saudara Saya/Dok Pribadi
Foto bersama Kakak dan Saudara Saya/Dok Pribadi
Di tradisi keluarga Saya sendiri, biasanya orang yang lebih tua ataupun orang yang sudah bekerja akan memberikan upah atau yang bisa disebut THR. Fungsi dari memberi THR sendiri menurut Kakak Saya adalah untuk menghibur dikala bersilaturahmi, juga untuk mempelajari bagaimana cara diri kita mengelola hasil THR tersebut, dan yang terpenting ialah agar semua orang dapat merasakan suasana hari raya dengan gembira seperti membeli mainan, atau bahkan makanan enak. 

Biasanya sebelum memberikan THR, Kami para Cucu akan pergi mengantri untuk melakukan sungkeman kepada Eyang, dan kepada orangtua. Ini bertujuan untuk meminta doa dan restu dari mereka dan mengharapkan kebaikan utnuk diri kita sendiri dan lingkungan sekitar, dan biasanya pengeluaran terbesar dana subsidi Hari Raya digunakan untuk membeli bahan makanan, transportasi, dan perlengkapan Hari Raya. 

Banyaknya permintaan yang menyebabkan Hari Raya membutuhkan tambahan modal. Besarnya kebutuhan modal Hari Raya kemungkinan besar akan mendorong masyarakat berutang kepada teman atau saudara atau dijadikan jaminan barang berharga, tetapi itu jika biaya hari raya melebihi dana pensiun hari raya. Biasanya orang menukarkan uangnya di bank atau tempat lain seperti broker sehingga menjadi uang yang bersih dan baru. Dengan menukarkan uang ataupun menabungnya akan membantu kita memiliki tabungan untuk masa yang akan datang.

Ibadah puasa yang berlangsung selama bulan Ramadhan, tidak sekadar menjadi sebatas penanda dilakukannya aktivitas ritual keagamaan. Namun, seiring dengan itu juga melonjak pula kegiatan di bidang perekonomian. Ini dapat dilihat dari ramainya masyarakat yang mengunjungi pusat-pusat perbelanjaan yang diiringi juga dengan kenaikan harga barang. 

Secara sederhana dan dalam pemahaman awam, suatu harga melonjak tinggi karena adanya permintaan (demand) yang meningkat, sementara itu persediaan (supply) terbatas jumlahnya. 

Hukum klasik ekonomi inilah yang secara rutin selalu saja terjadi setiap tahun sejalan dengan dilangsungkannya ritual suci agama, dengan sedemikian cermat, pihak pedagang maupun produsen sengaja menerapkan taktik tertentu untuk merangsang masyarakat agar selalu melakukan pembelian. 

Lihatlah bagaimana pesta pemotongan harga seakanakan sengaja digelar untuk menyembuhkan dahaga masyarakat yang sedemikian tinggi untuk terus membeli dan memborong barang tanpa henti.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Masyarakat akan mudah terpesona dengan iming-iming yang ditawarkan pedagang yang seolah-olah berbaik hati dengan menjalankan praktik diskon harga. Padahal, kalau dilihat lihat, itu semua tidak lebih sebagai strategi untuk menggiring konsumen terkuras uangnya, apalagi menjelang pembagian uang THR (Tunjangan Hari Raya).

Lebih tegas lagi, di mana pun tempatnya dan apa pun motifnya, dunia perdagangan hanya mempunyai satu tujuan, yaitu mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin, dan ternyata konsumsi yang terjadi dalam masyarakat tidak hanya sebatas dilakukan pada jenis- jenis barang yang habis sekali pakai, seperti berbagai jenis makanan dan minuman. 

Masyarakat juga ingin mengonsumsi dua entitas pasar sekaligus, yaitu mengonsumsi produk yang menawarkan rasa kenyang, nikmat, dan penampilan menarik. 

Di sinilah terjadi kepuasan tubuh secara simultan melalui praktik berbelanja. Lebih tepatnya dapat diungkapkan bahwa tubuh juga menjadi arena perjuangan berkembangnya perdagangan komoditas (tubuh merupakan tempat pertarungan komoditas). Jadi, begitulah asal-usul dari THR, kalau kalian sudah dapat THR belum???.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun