Mohon tunggu...
naila azzahra
naila azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobiku menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Belajar Kognitif, Metakognitif, dan Pendekatan Kontruktivisme

6 November 2024   17:54 Diperbarui: 6 November 2024   17:59 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori belajar psikologi kognitif menekankan bahwa belajar adalah proses aktif di mana siswa membangun pengetahuan dan pemahaman melalui keterlibatan mental yang kompleks, seperti mengamati dan memecahkan masalah, dengan pengetahuan baru dibangun berdasarkan pengalaman sebelumnya.

 Kurt Lewin menambahkan bahwa belajar melibatkan interaksi antara individu dan lingkungan, yang mencakup aspek psikologis seperti persepsi, emosi, dan motivasi, menunjukkan bahwa proses belajar bersifat dinamis dan saling terkait.

Jean Piaget mengidentifikasi empat tahap perkembangan kognitif: Sensorimotorik (belajar melalui pengalaman fisik), Praoperasional (berpikir simbolis), Operasional Konkret (pemikiran logis terhadap objek konkret), dan Operasional Formal (pemikiran abstrak). 

Jerome Bruner, di sisi lain, menekankan pembelajaran melalui penemuan mandiri dan mengidentifikasi tiga tahap perkembangan: enaktif (pengalaman langsung), ikonik (representasi gambar), dan simbolik (penggunaan simbol abstrak). Bruner mendorong pembelajaran berpusat pada siswa, di mana mereka aktif membangun pengetahuan sendiri.

Teori-teori belajar kognitif menekankan pentingnya keterlibatan aktif siswa dalam membangun pengetahuan, memanfaatkan pengalaman sebelumnya, dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti analisis dan evaluasi. Guru berperan sebagai fasilitator yang menciptakan lingkungan belajar kondusif. Dengan demikian, teori ini fokus pada pengembangan pemahaman konseptual siswa, bukan sekadar hafalan.

Konstruktivisme Vygotsky menyatakan bahwa pengetahuan dibangun melalui pengalaman individu, tetapi dipengaruhi oleh interaksi sosial dan konteks budaya. Pembelajaran efektif terjadi lewat kolaborasi dan bimbingan dari orang yang lebih ahli, dengan bahasa sebagai alat penting untuk berpikir. Melalui konsep Zone of Proximal Development (ZPD), pendidik berperan sebagai mediator yang memberikan dukungan sementara hingga siswa mencapai kemandirian belajar.

Model pembelajaran konstruktivisme menurut Tytler menekankan pentingnya memberi siswa kesempatan untuk mengemukakan gagasan, merenungkan pengalaman, dan mencoba ide baru untuk meningkatkan kreativitas serta mendapatkan pengalaman yang relevan. Model ini mendorong refleksi terhadap perubahan gagasan dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. 

Proses konstruksi pengetahuan terjadi melalui interaksi aktif dengan lingkungan, dipengaruhi oleh konteks sosial, budaya, pengalaman pribadi, bahasa, serta motivasi dan emosi, di mana lingkungan yang mendukung sangat penting untuk efektivitas belajar.

Dalam konteks kognitif, kemampuan berpikir dan memahami informasi adalah proses mental yang krusial untuk pembelajaran, melibatkan fungsi otak seperti persepsi dan pemecahan masalah

. Jean Piaget menjelaskan perkembangan kognitif dalam empat tahap: sensorimotorik (0-2 tahun) di mana anak belajar melalui indra; praoperasional (2-7 tahun) dengan simbol tetapi kesulitan memahami perspektif orang lain; operasional konkret (7-11 tahun) dengan kemampuan berpikir logis; dan operasional formal (11 tahun ke atas) di mana anak mencapai kemampuan berpikir abstrak dan hipotetis.

Teori belajar kognitif memandang pembelajaran sebagai proses aktif di mana siswa membangun pengetahuan melalui pengalaman dan interaksi sosial. Lewin melihatnya sebagai perubahan psikologis; Piaget membaginya dalam empat tahap; Bruner menekankan penemuan mandiri; dan Vygotsky menyoroti peran interaksi sosial dan ZPD. Model konstruktivisme mendorong siswa berpikir mandiri dalam lingkungan belajar yang mendukung.

Perkembangan kognitif dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan keluarga, pendidikan, interaksi sosial, serta nutrisi dan kesehatan. Gen menentukan potensi awal, sementara lingkungan keluarga yang suportif dan pendidikan formal memperkuat kemampuan berpikir kritis. Interaksi sosial membantu anak belajar dari orang lain, dan nutrisi yang baik mendukung perkembangan otak yang optimal.

Perkembangan kognitif dipengaruhi oleh faktor genetik, gaya belajar, latar belakang sosial ekonomi, serta minat dan motivasi. Genetik menetapkan potensi dasar, sementara akses ke sumber daya dan motivasi mempercepat pemahaman. Dukungan stimulasi dini, metode pembelajaran aktif, dan dukungan emosional membantu anak mengembangkan keterampilan kognitif penting untuk keberhasilan belajar.

Metakognitif adalah kemampuan untuk memahami dan mengontrol proses berpikir, mencakup perencanaan, pemantauan, dan evaluasi pembelajaran. Tujuannya adalah membantu siswa menjadi pembelajar mandiri dan strategis, mampu memperbaiki kesalahan dan memilih strategi efektif, sehingga meningkatkan hasil akademik dan keterampilan pemecahan masalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun