Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok, setiap manusia memiliki kebutuhan dan keinginan bermacam yang setiap darinya memiliki ukuran kebutuhan yang berbeda-beda. Dimulai dari kebutuhan berekspresi, berkomunikasi, berinteraksi serta berbagai kebutuhan lain. Seperti halnya kebutuhan untuk diperhatikan/terlihat yang sebenarnya adalah kebutuhan manusia untuk dianggap ada, keber-ada-anya. Maka identitas lahir dengan kepentingan untuk menjadi pemecahan masalah mengenai peran setiap manusia sebagai makhluk sosial yang nyata.
Kebutuhan manusia terus berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan. Teknologi telah mampu untuk terus memberikan berbagai kemudahan serta berbagai vitur yang dapat dimanfaatkan setiap manusia. Setelah ditemukan adanya ruang cyber (cyberspace), setiap manusia diberikan kesempatan untuk mengenal, mendapatkan informasi, berkespresi dengan metode virtual.
Budaya cyber lahir sejak berkembangnya teknologi dan informatika tentang ruang media baru yaitu “cyberspace”. Cyberspacemerupakan sebuah ruang imajiner yang bersifat artikisial (substitusi), ruang halusinasi yang tercipta dari data didalam komputer-komputer yang saling tersambung didalam sebuah jaringan. Ia adalah sebuah ruang yang seolah-olah nyata walaupun dibangun di dalam dunia nyata yang maya.
Didalam cyberspace,setiap individu diberikan kesempatan untuk membuat skenario kehidupan virtual, dimulai dari sarana informasi, komunikasi hingga pembentukan suatu identitas sendiri. Didalam cyberspace setiap individu yang terlibat tidak hanya melihat data, akan tetapi setiap individu dapat menyelam (immersed) didalam data tersebut dalam pengertian perasaannya secara aktual berada didalam lingkungan virtual yang dibentuk oleh data tersebut. Vitur yang diberikan cyberspace mendapatkan berbagai perdebatan antara pihak-pihak tertentu, dimana terdapat suatu pihak yang mendukung serta yang menolak vitur tersebut.
Berkaitan dengan aspek sosialnya, istilah cyberspace menurut Timothy Leany adalah soal “Mengendalikan diri sendiri”. Namun pernyataan tersebut telah terdistorsi oleh berbagai pihak, hingga mempunyai konotasi “Seseorang yang mengendalikan pihak lain”. Cyberspace adalah sebuah ruang yang terbentuk oleh sistem kendali informasi dan data, yang didalamnya setiap orang dapat menavigasi dirinya sendiri didalam jagad raya kemungkinan tak terbatas.
Pembahasan
Menurut sejarahnya, berkembangnya teknologi yang kemudian berpengaruh besar pada media komunikasi informatika dimulai pada 1969 ketika Departemen Pertahanan Amerika U.S. yaitu DARPA (Defense Advenced Research Project Agency) memutuskan untuk mengadakan riset tentang bagaimana caranya menghubungkan sejumlah komputer sehingga membentuk jarigan organik. Program riset ini dikenal dengan nama ARPANET. Seperti LAN (local area network), berawal dari rangkaian beberapa komputer dari suatu tempat atau ruangan atau juga gedung. Di gedung lain ada lagi LAN. Jika beberapa LAN ini digabunngkan atau dirangkai menjadi satu akhirnya menjadi kelompok LAN disebut dengan WAN (wide area network). Beberapa WAN ini dapat dirangkai lagi menjadi WAN yang lebih besar dan banyak serta bukan saja gedung antar gedung melainkan antar kota, antar provinsi bahkan antar negara, yang terangkai menjadi satu, maka disebutlah Internet. Ruang maya didalam suatu jaringan kelompok inilah yang disebut dengan cyberspace.
Menurut Tim Jordan (1999:60) ada dua kondisi yang bisa menggambarkan bagaimana keberadaan individu dan konsekuensinya dalam berinteraksi di internet, yang pertama untuk melakukan koneksitas, di cyberspace setiap orang harus melakukan loggingin atau melakukan prosedur tertentu, seperti menulis username dan password untuk membuka akses ke e-mail, situs jaringan sosial, atau laman web lainnya. Ketika prosedur tersebut dilalui, maka individu akan mendapatkan semacam “their own individualised place” di mana setiap individu mendapatkan laman khusus yang hanya bisa diakses oleh individu tersebut saja atau yang biasa disebut dengan istilah akun(account). Yang kedua, memasuki dunia virtual kadangkala juga melibatkan keterbukaan dalam identitas diri sekaligus juga mengarahkan bagaimana individu tersebut mengidentifikasikan atau mengkonstruksiakn dirinya di dunia virtual.
Identitas menurut Stella Ting Toomey merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri kita sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri kita. Sementara itu, Gardiner W. Harry dan Kosmitzki Corinne melihat identitas sebagai pendefinisian diri seseorang sebagai individu yang berbeda dalam perilaku, keyakinan dan sikap. Menurut buku Judith S yang berjudul “Identity and Deception in The virtual Community” mengatakan “Didalam dunia nyata, konsep identitas dipahami dengan satu paham bahwa satu tubuh satu identitas. Identitas tersebut akan terpaku dalam satu tubuh yang akan berkembang dan berubah seiring berjalanya waktu dan bertambahnya usia.” Yang menarik disini adalah bahwa didalam cyberspace, setiap dari individu memiliki kekuasaan atas identitas dalam setiap perwakilan dirinya. Cyberspace, menjadi ruang dimana setiap dari individu memiliki kebebasan dalam membentuk virtual identity sebagai perwakilan diri yang bentuk serta karakternya dapat diciptakan sedemikian rupa yang diinginkan dari setiap individu.
Menyinggung virtual identity, sesorang yang ingin menjalankan aktivitas sosialnya didalam dunia cyberspace ditempatkan dalam sebuah ruang komunitas yang menjadi wadah mereka. Media sosial menjadi salah satu wadah pelaku sosial cyber yang didalamnya terdapat berbagai macam konten virtual. Dengan demikian, ketika media sosial hadir, maka media sosial pun bisa digunakan sebagai sebuah wadah untuk melakukan interaksi sosial terhadap sesama pelaku cyber. Interaksi virtual inilah yang pada akhirnya akan melahirkan self-definition dan menawarkan self-invention.