Apasih Wasting?
Pada tahun 2030, salah satu target kedua Sustainable Development Goals adalah menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi termasuk pada tahun 2025 mencapai target yang disepakati secara internasional untuk anak stunting dan wasting pada usia kurang dari 5 tahun, dan memenuhi kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu hamil dan menyusui, serta lansia(Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Aksi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs), 2020). Menurut Kementerian Kesehatan keadaan wasting (kurus) pada balita ditandai dengan kurangnya berat badan menurut panjang/tinggi badan anak (BB/TB) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Balita kurus atau mengalami wasting adalah keadaan saat berat badan menurun dengan cepat karena asupan makanan yang tidak memadai; praktik pemberian makan yang tidak tepat; dan infeksi penyakit atau seringkali kombinasi dari ketiga faktor tersebut (Global Nutrition Monitoring Framework: Operational Guidance for Tracking Progress in Meeting Targets for 2025, 2017). Semua hal tersebut berhubungan erat dengan pendidikan Ibu dalam mengasuh anak. Jika ibu tidak teredukasi dengan baik, wasting akan terus menjadi masalah gizi yang menetap di Indonesia. Selain itu, belum banyak Ibu yang sadar bahwa dampak dari wasting sangat bahaya dan buruk bagi perkembangan anak. Wasting dapat merusak fungsi sistem kekebalan tubuh, gangguan tumbuh kembang anak, meningkatkan keparahan serta kerentanan terhadap penyakit menular dan tidak menular, konsekuensi antar generasi dan meningkatkan risiko kematian (Nutrition Landscape Information System (NLIS), 2010).
Kenapa Harus Influencer?Â
Menurut Hariyanti & Wirapraja, influencer adalah seseorang atau figur dalam media sosial yang memiliki jumlah pengikut yang banyak atau signifikan, dan hal yang mereka sampaikan dapat mempengaruhi perilaku dari pengikutnya. Seperti yang kita tau, perkembangan zaman semakin canggih saat ini menjadikan media sosial sebagai kiblat dari segala hal. Saat ini semua dengan mudah mendapatkan informasi dan pengetahuan baru, begitu pula dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat menjadi sangat mudah saat ini tanpa mengenal jarak, waktu, dan efektif secara materi. Selain itu, influencer memiliki jangkauan, pengaruh, dan daya tarik yang besar. Maka dari itu, peran influencer sangatlah sesuai untuk menyadarkan masyarakat mengenai isu penting dan isu yang sulit untuk dieliminasi seperti masalah wasting ini. Konten-konten yang dibuat oleh Influencer untuk mengedukasi ibu-ibu diluar sana terkait cara pola asuh yang baik dan benar perlu dibekali dengan materi yang kredibel dari tenaga kesehatan tanah air yang diinisiasi oleh Kemenkes. Hal ini bisa menjadi strategi yang tepat bagi pemerintah untuk memberantas masalah yang melekat dan sulit dituntaskan seperti wasting ini. Momen seperti ini juga dapat menjadi kesempatan bagi para influencer untuk turut mengambil peran dan memberikan kebermanfaatan untuk bangsa ini.
Bagaimana Cara Influencer Bekerja?
Kemenkes dapat menginisiasi program bersama para tenaga kesehatan sebagai pembuat materi kredibel dan para influencer sebagai penyebar materi edukasi tersebut untuk dapat diterima dan diimplementasikan oleh masyarakat luas khususnya para ibu diluar sana. Bentuk konten dibuat menarik sesuai dengan kepribadian dan pembawaan influencer. Konten yang disajikan dapat dimulai dengan pendekatan pertama, yaitu membangun kesadaran dan penasaran masyarakat bahwa wasting itu masalah yang belum terselesaikan dan berdampak besar untuk anak hingga bangsa ini. Selanjutnya, jika masyarakat sudah menerima konsep besar wasting dan mendapat respon baik dari masyarakat dapat ditingkatkan ke konten yang membangun perhatian masyarakat, seperti penyebab; dampak; dan bagaimana mencegah wasting. Pada konten inilah, influencer bertugas untuk mengajak masyarakat dan memberikan tips tentang pola asuh serta asupan yang bergizi untuk anak agar terhindar dari insiden wasting. Pendekatan gizi sensitif melalui pemberdayaan ibu ini secara perlahan dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk membentuk pola asuh dan asupan yang baik untuk anak.
Kesimpulan
Kementerian Kesehatan telah merencanakan dan menerapkan segala cara selama bertahun-tahun untuk menuntaskan wasting atau anak kurus yang masih menjadi masalah yang melekat di negara. Pola asuh dan asupan yang gizi pada anak menjadi penyebab terjadinya wasting. Jika masalah ini tidak segera dituntaskan, akan semakin banyak angka kesakitan dan kematian hingga konsekuensi antar generasi akibat wasting. Pola asuh dan asupan gizi berhubungan erat dengan peran orang tua terhadap anak khusus ibu. Pendidikan dan pengetahuan ibu menjadi fokus sekaligus strategi yang tepat untuk memberantas kejadian wasting. Pemberdayaan ibu dengan cara edukasi yang menarik dan menyenangkan menjadi langkah baru bagi pemerintah. Media edukasi yang menarik dan menyenangkan dapat diinisiasi sebuah pendekatan baru dengan kerjasama bersama Influencer yang memiliki pengaruh besar saat ini melalui konten-konten di media sosial. Oleh karena itu, kolaborasi antara Kementerian Kesehatan, Tenaga Kesehatan, Influencer, dan Masyarakat menjadi sebuah strategi dan terobosan baru bagi keseriusan Pemerintah untuk menuntaskan masalah gizi pada anak, khususnya wasting.
Rekomendasi
Mempertimbangkan perkembangan zaman, tujuan program kesehatan, dan memanfaatkan peluang saat ini harus menjadi fokus utama Pemerintah sebagai bukti keseriusan menangani berbagai masalah kesehatan di negara ini, seperti wasting. Dibutuhkan inisiasi program edukasi dan pemberdayaan ibu dari Kementerian Kesehatan untuk pencegahan dan penuntasan masalah wasting. Strategi yang dapat diambil saat ini adalah memanfaatkan digitalisasi dan fasilitas sosial media yang tidak terbatas oleh waktu, tempat, orang, dan materi. Kemenkes sebagai inisiator, tenaga kesehatan sebagai penyusun materi, influencer sebagai pembuat konten, dan masyarakat yang menerapkannya menjadi kolaborasi sempurna dan patut dicoba dalam menuntaskan masalah gizi seperti wasting.