Kematangan psikologis adalah hasil dari proses pertumbuhan dan perkembangan individu yang terjadi secara bertahap, mengarah pada pencapaian kepribadian yang lebih dewasa dan tingkah laku yang lebih baik. Dalam pendidikan, khususnya di lembaga sekolah, penting untuk memfasilitasi perkembangan kematangan psikologis siswa melalui layanan bimbingan pribadi dan bimbingan belajar. Kematangan erat kaitannya dengan kesiapan belajar, yaitu keadaan fisik dan psikis yang memungkinkan seseorang untuk dapat belajar dengan efektif.
   Contohnya, anak tidak bisa dipaksa untuk belajar berjalan sebelum mencapai kematangan fisik tertentu. Ini menunjukkan bahwa pendidikan harus mempertimbangkan kesiapan individu dalam mengajarkan suatu keterampilan, karena memaksa mereka sebelum waktunya dapat menghambat perkembangan yang optimal. Kematangan dipengaruhi oleh faktor biologis (seperti keturunan dan kondisi fisik) serta faktor sosial (seperti lingkungan). Kedua faktor ini bersama-sama berperan dalam menentukan kesiapan seseorang untuk belajar dan berkembang.
A. Teori Humanistik dalam Pendidikan
   Teori ini memandang manusia sebagai makhluk utuh dengan potensi besar untuk berkembang. Tujuan utama teori humanistik adalah membantu peserta didik memahami perubahan dalam diri dan lingkungan mereka agar dapat mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Dalam proses pembelajaran, pendidik berperan sebagai pembimbing, memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih apa yang ingin mereka pelajari, dan menanamkan nilai-nilai positif tanpa membebani mereka. Pendekatan Pembelajaran menekankan pada pentingnya memahami berbagai kecerdasan (multiple intelligences) yang dimiliki siswa. Contoh model pembelajaran humanistik meliputi pembelajaran kooperatif, CTL (Contextual Teaching and Learning), dan pembelajaran berbasis pengalaman.
• Carl Rogers: Seorang tokoh penting dalam psikologi humanistik, Rogers berpendapat bahwa setiap individu memiliki dorongan untuk mencapai potensi maksimalnya. Menurutnya, pengetahuan dan penghargaan diri terbentuk melalui pengalaman individu dengan lingkungan. Teori Rogers menekankan pentingnya aktualisasi diri sebagai motivasi utama dalam pengembangan individu.
• Arthur Combs: Combs menjelaskan bahwa perilaku negatif siswa sering kali disebabkan oleh kurangnya ketertarikan terhadap metode pengajaran yang digunakan. Ia menekankan bahwa jika pendidik menggunakan pendekatan yang lebih menarik, siswa kemungkinan akan lebih terlibat dan menunjukkan minat belajar yang lebih tinggi.
•  Tahap Belajar Menurut Kolb: Kolb, seorang pengusung aliran humanistik, membagi proses belajar menjadi empat tahap:
  a. Pengalaman Konkret: Siswa mengalami peristiwa secara langsung tanpa pemahaman yang mendalam.
  b. Pengamatan Aktif dan Reflektif: Siswa mulai mengamati dan merefleksikan pengalaman mereka.
  c. Konseptualisasi: Siswa mulai membuat abstraksi dan mengembangkan teori atau konsep dari pengalaman.
 d. Eksperimentasi Aktif: Siswa menerapkan konsep dan teori yang telah dipelajari dalam situasi nyata.
B. Teori belajar behavioristik
  Teori Behavioristik ini Mempelajari perilaku manusia dengan fokus pada pengaruh belajar terhadap tingkah laku. Pendekatan ini berargumen bahwa tingkah laku manusia dapat dijelaskan melalui hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (respons) yang bersifat mekanistik. Asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa tingkah laku ditentukan oleh aturan yang dapat diprediksi dan diukur. Menurut teori ini, individu belajar melalui pengalaman yang mengaitkan tingkah laku tertentu dengan hasil, seperti hadiah atau hukuman. Oleh karena itu, tingkah laku dianggap sebagai hasil dari interaksi antara stimulus dan respons, dan pengamatan tingkah laku menjadi metode utama dalam mempelajari individu.
• John B. Watson: Dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme, Watson menekankan bahwa perilaku dapat dipelajari melalui interaksi antara stimulus dan respons. Ia percaya bahwa proses belajar harus dapat diamati dan diukur, dan bahwa faktor mental tidak perlu diperhitungkan dalam analisis perilaku.
• Ivan P. Pavlov: Terkenal dengan eksperimen kondisioning klasiknya, Pavlov menunjukkan bagaimana stimulus netral dapat menjadi perangsang bersyarat yang menghasilkan respons. Dalam percobaan dengan anjing, Pavlov menemukan bahwa suara bel (stimulus bersyarat) dapat memicu keluarnya air liur (respons) setelah diulang bersama dengan makanan (stimulus tidak bersyarat).
• B.F. Skinner: Sebagai pengembang lebih lanjut dari teori Watson, Skinner memperkenalkan konsep pengkondisian operan. Ia menggunakan eksperimen dengan tikus dalam kotak Skinner untuk menunjukkan bahwa perilaku dapat dimodifikasi melalui hadiah. Skinner berpendapat bahwa perkembangan individu dapat dipelajari dan berubah sesuai pengalaman lingkungan, tanpa perlu mempertimbangkan proses mental yang tidak dapat diamati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H