Mohon tunggu...
Nahrul Hayat
Nahrul Hayat Mohon Tunggu... -

Menikmati senja di sore hari sembari belajar seni untuk berdiri di atas kaki sendiri walaupun dipeluk tangan orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perempuan dalam Perangkap

21 Februari 2017   15:57 Diperbarui: 21 Februari 2017   17:16 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://agunghariyadi37.blogspot.co.id

Sepuluh tahun silam tepatnya tahun 2007, perempuan yang kerap disapa santi ini pergi meninggalkan kampung halamannya untuk mengadu nasib mencari nafkah. Pulau Dewata menjadi sasarannya. Sebelumnya tidak ada niatan sama sekali untuk langsung bekerja selepas menamatkan SMA.

Namun karena kondisi ekonomi memaksanya untuk membantu perekonomian keluarga. Mengingat kelima adikknya waktu itu masih duduk di bangku SMA, SMP dan SD.

Beban hidup yang dipikulnya lumayan berat. Sejak kepergian bapaknya enam belas tahun silam tepatnya pada tahun 2002. Membuatnya semakin terpuruk melihat keadaan perekonomian keluarga yang tak kunjung membaik.

Kepergiannya ke pulau yang banyak didatangai turis mancanegara itu tidak lain karena informasi dari kakak perempuannya yang telah menikah. Ia mengabarkan bahwa ada pembukaan lowongan kerja bagi khusus perempuan-perempuan yang baru lulus SMA.

Dalam hal ini walaupun yang membawa kabar angin itu adalah kakaknya sendiri, rupanya sang kakak juga termakan omongan seorang tekong yang sedang mencari tenaga kerja. Tekong ini tidak lain adalah orang yang masih satu daerah dengannya.

“Saya ingat betul waktu itu, saya dikasih tau ada pekerjaan sama kakak dan saya langsung mengiyakan” Kenang Santi dengan  raut sendu di wajahnya.

Beberapa hari setelah mendaftar mereka diberangkatkan bersama-sama yang dijemput menggunakan Bis malam .

Kala itu ia berangkat selepas zuhur, gerimis kecil menemani perjalanannya. Sebelum hendak berangkat ia berpamitan dengan keluarga dan tetangga disekitar rumahnya. Bulir air matapun tak mampu ditahan oleh adik perempuan Santi, sehingga isak tangispun terdengar  melepas kepergian Santi.

Bis yang sudah menunggu sejak satu jam  lalu syarat dengan gadis-gadis belia yang polos. Rata-rata mereka baru menamatkan SMA walaupun ada juga yang tidak  tamat.  Keinginan membantu perekonomian keluarga membuat para gadis-gadis belia ini rela meninggalkan kampung halamannya.

“Jumlah kami yang diberangkatakan waktu itu ada sampai dua puluh lima orang” tutur Santi sambil berusaha mengingat jumlah pastinya.

Sebelum tiba di lokasi yang katanya sebagai penempatan kerja “tekong” alias orang yang mengantarkan mereka (para gadis-red) bersikap baik layaknya orang yang memang mau membantu meringankan beban sesama.

Na’asnya tak lama kemudian beberapa hari setelah tiba di lokasi. (untuk nama kampungya sendiri tidak disebutkan).  Para perempuan-perempuan itu diserahkan ke salah seorang perempuan yang berpenampilan seksi menurut Santi.  Dari pisiknya ia terlihat paruh baya. Perempuan ini ditemani lebih dari sepuluh  bodyguard.

Semu mereka  langsung di pindahkan ke dalam mobil. Terlihat seperti mobil khusus, lalu dibawa kesuatu tempat yang tidak dikenal satupun oleh mereka.  Setelah beberapa jam kemudian mereka diturunkan lalu digiring masuk kedalam gudang penampungan.

Di gudang yang berukuran tidak terlalu luas itu, mereka disatukan dengan perempuan-perempuan lainnya yang memang sudah berada disitu. Dari cerita Santi yang kini sudah memiliki dua buah hati, mereka di sekap dalam gudang sebelum akhirnya dijadikan  perempuan penghibur.

***

Waktu itu Santi mulai sadar dengan gerak gerik orang-orang yang mengawasi mereka. Larangan keluarpun mulai diberlakukan.

Dari penuturan mereka yang lebih awal tiba disana menceritakan apa sebenarnya pekerjaan yang diberikan. Dua perempuan yang datang dari Timika menuturkan kepada Santi bahwa semua perempuan yang ada disini akan dijadikan “wanita penghibur”.

Dikala malam tiba mereka semua akan dipaksa berpenampilan semenarik dan secantik mungkin. Tujuannya adalah untuk menggaet hati para pelanggan yang akan berkunjung, biasanya orang –orang lokal dan asing.

Santi yang sudah tiga malam di penampungan, merasa gelisah dan tentunya sedih. Frustasi  yang dirasakannya semakin menggila dan menjadi-jadi. Penyesalan untuk menerima tawaran kerja itu kerap mengahntuinya.

Namun nasi sudah menjadi bubur, kini Santi tinggal memikirkan bagaimana caranya agar bisa keluar dari jeratan tersebut.  Penyiksaan terhadap perempauan-perempuan lainnya sering dilakukan oleh para pengawas.  Bagi Santi mempekerjakan perempuan sebagai perempuan malam secara paksa adalah merenggut harga diri serta  bagian dari pelanggaran Hak Asasi Manusia.

***

Kabur dari gudang

Pada suatu malam, dengan keberanian yang kuat  ia dengan beberapa teman sedaerahnya bersepakatuntuk kabur. Gudang yang amat tertup, dikelilingi tembok menjulang tinggi membuatnya pusing bukan main untuk memikirkan jalan keluarnya.

Sedangkan untuk menyelamtkan diri dari lelaki hidung belang yang datang,  saat malam sulitnya bukan main. Santi dan lima temannya kerap bersembunyi di barisan paling belakang dengan penampilan tanpa riasan.

Kesenduan hati seorang Santi terus berlanjut selama berhari-hari. Isak tangispun tak mampu terbendung. Ditambah lagi cerita dari teman-teman lainnya yang sudah dibawa oleh si tuan. Ada yang dijadikan orang yang bertugas untuk  memandikan anjing-anjing piaraan. Mulai dari menyikat gigi dan mencuci rambut anjing si tuan.

Bagi mereka yang sudah menganggap itu semua terlanjur tidak jarang yang melanjutkan pekerjaan tersebut.   

Tapi samasekali tidak dengan Santi, perempuan yang memiliki niatan tulus sedari awal untuk bekerja mencari pengahsilan dengan cara yang lebiih layak. Tidak tergiur dengan semua itu. Hingga pada malam ke tujuh, ia memberanikan diri dengan lima orang temannya untuk kabur. Cara yang ditempuh amat sulit.

Perjuangan yang sangat keras dan membuat saya hampir pasrah, itu benar-benar saya rasakan saat membuka  langit-langit gudang” ungkap Santi. Ia mengingat diantara dua puluh lima temannya itu lima diantaranya termasuk Santi tidak berhasil dibawa oleh tuan-tuan yang memesan.

Dengan ide Santi ia dan kelima temannya ini, berhasil kabur, mereka muali sedikit demi sedikit merobek langit-langit yang berbahan bambu dengan bantuan tangan dan mulut.

Cara yang dialkukan untuk naik ke langit-langit yaitu dengan cara naik dipundak teman secara bergiliran. Sampai menyentuh langit-langit gudang. Begitu seterusnya dialkuakan selama tiga hari empat malam.

Dua diantara kelima temannya itu ditinggal lantaran sakit. Sakit yang diderita kedua temannya itu demam tinggi sampai menggigil. Karena tidak ada cara lain yang harus ditempuh, Santi dan kedua temannya memilih untuk kabur terlebih dahulu.

“saya janji, nanti saat tiba dirumah saya akan lapor ke polisi” ungkap Santi menenangkan.

bersambung..

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun