Mohon tunggu...
Nahrul Hayat
Nahrul Hayat Mohon Tunggu... -

Menikmati senja di sore hari sembari belajar seni untuk berdiri di atas kaki sendiri walaupun dipeluk tangan orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bau Nyale: Tradisi Turun Temurun Suku Sasak

16 Februari 2017   19:20 Diperbarui: 17 Februari 2017   11:52 8738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                                                       Sumber Foto  : Google 

Bau nyale adalah istilah yang kerap kali digunakan oleh masyarakat suku sasak kepulauan Lombok. Dimana "Bau" dalam bahasa Indonesia artinya menangkap sedangkan "Nyale" adalah cacing laut yang tergolong jenis filum annelida.

Tradisi Bau Nyale salah satu  tardisi turun temurun yang dilakukan sejak ratusan tahun silam. Awal mula tradisi ini tidak ada yang mengetahui secara pasti. Namun berdasarkan isi babad sasak yang dipercaya oleh masyarakat, tradisi ini berlangsung sejak sebelum 16 abad silam.  

Berbicara persoalan Bau Nyale sudah pasti akan berhubungan dengan cerita yang melegenda diingatan masyarakat tentang Putri Mandalika. Putri yang cantik nan jelita diperebutkan oleh banyak pangeran dari berbagai kerajaan. Putri yang terlahir dari rahim seorang permaisuri bernama Dewi seranting serta raja Tonjang Beru. Raja dan permaisuri ini amat terkenal dengan kerendahan hati serta kewibawaannya.

Begitupun dengan putri  yang dilahirkannya. Rupanya warisan budi pekerti dari kedua orang tuanya itu  menjadi warisan yang terpatriot dalam jiwa sang putri. Saat dewasa ia  amat disegani banyak orang akibat kelembutan hati dan tutur sapa terhadap masyarakat setempat.

Dari sinilah sejarah Nyale bermula.

 Disamping paras yang cantik dan kelembutan hati yang dimiliki putri sang raja, banyak diantara pangeran-pangeran yang berasal dari kerajaan suku sasak yang lainnya mulai mengincar Putri Mandalika untuk dijadikan permaisuri.

Ada dua kerajaan yang amat getol dalam memperebutkan sang putri yaitu kerajaan johor dan kerajaan lipur. Mereka adalah pangeran Datu Taruna dan Pangeran Maliawang, kedua pangeran ini bertekat untuk mendapatkan Putri Mandalika. Namun takdir berkata lain.

Putri Mandalika yang tidak berpihak pada kedua pangeran tersebut memilih jalan lain untuk hidupnya. Dikarenakan apabila ia memilih salah satu diantara kedua pangeran tersebut sudah pasti akan terjadi bencana besar yang mengakibatkan kerugian banyak orang khususnya masyarkata setempat.

Akhirnya jalan satu-satunya yang dipilih oleh sang putri adalah menceburkan dirinya ke laut. Dengan alasan agar bisa bermanfaat bagi orang banyak. Dilansir dari Website LOMBOK CYBR4RTdalam cerita rakyat, Putri Mandalika sebelum akhirnya menjelma menjadi cacing laut ia menyampaikan pesan yang amat singkat namun syarat makna.

 “Wahai ayahanda dan ibunda serta semua pangeran dan rakyat negeri Tonjang Beru yang aku cintai. Hari ini aku telah menetapkan bahwa diriku untuk kamu semua. Aku tidak dapat memilih satu diantara pangeran. Karena ini takdir yang menghendaki agar aku menjadi Nyale yang dapat kalian nikmati bersama pada bulan dan tanggal saat munculnya Nyale di permukaan laut."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun