Mohon tunggu...
Ahmad Nahrowi
Ahmad Nahrowi Mohon Tunggu... Jurnalis - Santri, Proletar

Pegiat Jurnalisme Pesantren

Selanjutnya

Tutup

Bola

Timnas Bobrok, Klub Biang Kerok

11 September 2019   01:33 Diperbarui: 11 September 2019   08:29 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Timnas Bobrok, Klublah Biang KeroknyaDua kekalan Menyakitkakan di kandang sendiri sudah cukup untuk membuat muak pecinta sepakbola Indonesia, 2-3 kontra Malaysia & 0-3 melawan Thailand menunjukan bahwa Timnas Senior sedang mengalami masa bobrok-bobroknya. 

Selama ini PSSI selalu dipojokan, dianggap biang kerok dan dituntut sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kebobrokan Timnas.

Tak selayaknnya PSSI sebagai otoritas tertinggi sepakbola tanah air selalu disalahkan, sudah waktunya publik untuk meyoroti peran Klub atas tumbuh kembangnya Timnas, selama ini Klub-lah yang menikmati jerih payah PSSI yang telah melaksankan  pembinaan sejak usia dini. Untuk diketahui, Pembinaan usia dini PSSI tak bobrok-bobrok amat, bahkan sudah banyak menyumbangkan Prestasi, mulai U-16, U-19, sampai U-22 telah menyumbangkan piala AFF yang sampai saat ini belum juga digapai Timnas Senior.

 Nah akar masalahnya ada disini, selepas Timnas Junior Garuda terbang tinggi dengan Prestasinya, Klub-klub Liga 1 & 2 mulai pada meliriknya, mereka langsung menawarkan berabagai klausul transfer kepada pemain yang dinilai mempunyai skill dan sesuai dengan kebutuhan Klub.

Kita ambil contoh bek tangguh Hansamu Yama Pranata, mendapat ilmu olah kulit bundar dari SAD Indonesia dan klimaksnya ketika menggores tinta emas membawa timnas U-19 juara Piala AFF 2013.

Dari kegemilanganya itu klub liga satu langsung berebut tertarik untuk merekrutnya, tak berhenti di hansamu yama, nama-nama seperti Witan Sulaiaman (PSIM), Ramdani Lestaluhu (Persija), Abdul Rahman(Persib Bandung) ketiganya dari Akademi Ragunan yang dikelola Negara, serta ada nama-nama Legenda seperti Bambang Pamungkas, Kurniawan Dwi Yulianto, Anjas Asmara ketiganya dari Diklat Salatiga yang 'juga' dikelola Negara, serta masih banyak nama-nama Masyhur lainya hasil binaan Akademi Negara yang selanjutnya di 'comot' Klub Liga. 

Meskipun ada beberapa Akademi milik Klub besar sampai tingkat kecil selevel SSB yang juga memberi stok kepada  timnas, jumlahya bisa dibilang masih kalah dengan milik jebolan Ragunan,  serta tidak bisa selalu diharapkan setiap saat  untuk menghasilkan pemain handal. Hemat saya Negara menanam bibit, klub yang Memanen.

Hal ini sangat kontras dengaan Sistem Negara eropa yang maju persepakbolaanya, disana klub sedari dini sudah menyaring bibit handal kemudian  dibina sampai Profesional dan itu rata-rata setiap klub sudah mempunyai akademi, selanjutnya Negara ketika membutuhkan pemain tidak sulit mendapatkanya. 

Tengok aja timnas  Belanda, KNVB (PSSI-nya Belanda) ketika ada laga Internasional baik junior-senior tinggal berkunjung ke Akademi Ajax Amsterdam, Akademi Freynord, Akademi milik PSV. 

Pun demikian Timnas Spanyol, RFEF (PSSI-nya Spanyol) tinggal belok kanan ke Lamasia-nya Barcelona, atau liat-liat  ke Juvenil Milik Real Madrid, disana stok pemain hebat sudah tersedia. 

Di Eropa sana negara sudah dimanjakan oleh klub, tak perlu repot-repot membuat pembinaan sendiri, berkebalikan dengan persepakbolaan negara kita , 

Negara harus benar-benar membuat pembinaan sendiri, Klub tidak bisa banyak diharapkan hasil didikanya, Malah yang terjadi sebaliknya, ketika Klub butuh pemain hebat, tinggal menyusun daftar pemain yang memperkuat Timnas yang kemudian dimasukan ke keranjang belanja dan direkrutnya, Menyebalkan! 

Apalagi sekarang lagi musim  klub siluman melalui merger, Pemain Timnas otomatis siap-siap ditawar, disinilah juga faktor bobroknya Timnas gara-gara Klub terlalu Oportunis.

 Analoginya, Pemain yang bermain  cemerlang di Timnas junior Indonesia sudah pasti Jam terbang diklub terjamin, tapi dieropa jika ingin main reguler, sedari akademi  harus sudah moncer.

Dari uraian diatas kita ambil pelajaran, bahwa pihak swasta melalui Klub, sebaiknya mulai benar-benar menggarap serius mengeneai pembinaan pemain usia dini, seperti yang dilakukan bulu tangkis, (Meskipun baru ramai Audisi Djarum ditutup) klub-klub bulutangkis  bahu membahu mengadakan pembinaan yang kemudian setelah matang dijadikan satu atap di Pelatnas Cipayung. Jangan biarkan Ragunan dan Diklat Salatiga berjuang sendirian menghasilkan bibit unggulan . 

Ayo para konsorsium dan Stakeholder klub Insonesia mulailah tersadar serius membangun Akademi, kasihanilah PSSI yang berjuang sendiri, jika semua klub memiliki akademi pemain usia dini, Timnas tak akan sulit mengukir Prestasi. 

Sekian tulisan Solutif saya semoga bermanfaart dan bisa menginspirasi dunia persepakbolaan tanah Air  (Elnahrowi,11/09)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun