Mohon tunggu...
Nahnia Usbah
Nahnia Usbah Mohon Tunggu... Mahasiswa - education enthusiast

Berusaha menjadi muslimah taat dan memberikan kontribusi bagi umat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Pengangguran di Kalangan Generasi Z Mengancam Bonus Demografi? Bagaimana Solusinya?

4 Juni 2024   08:12 Diperbarui: 4 Juni 2024   08:24 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat hampir 10 juta penduduk Indonesia dengan rentang usia 15-24 tahun (generasi Z) mengalami pengangguran atau tanpa kegiatan (not in employment, education, and training/NEET). Jika dirinci lebih lanjut, jumlah anak muda yang termasuk dalam kategori NEET paling banyak berada di daerah perkotaan, mencapai 5,2 juta orang, sedangkan di pedesaan jumlahnya 4,6 juta orang. Fenomena tingginya angka pengangguran di kalangan Generasi Z ini menjadi ancaman serius bagi bonus demografi dalam upaya mewujudkan Indonesia Emas 2045. Generasi Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengungkapkan bahwa banyak dari pengangguran muda ini baru lulus dari SMA atau perguruan tinggi.

Merangkum dari artikel kompas.id bahwa berdasarkan analisa menteri ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, beliau mengungkapkan bahwa tingginya angka pengangguran di kalangan Generasi Z, terutama yang berusia 15-24 tahun, disebabkan oleh ketidaksesuaian antara pendidikan dan permintaan tenaga kerja. Selain itu, penyebab lainnya adalah penurunan lapangan pekerjaan di sektor formal. Data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan penurunan jumlah pekerjaan di sektor formal dari 15,6 juta pada periode 2009-2014 menjadi hanya 2 juta pada periode 2019-2024. Hal ini membuat peluang kerja formal semakin sulit dijangkau, termasuk bagi lulusan baru seperti lulusan SMA/SMK atau perguruan tinggi.

Dampak dari tingginya angka pengangguran ini sangat luas dan berpotensi menghambat perkembangan ekonomi serta sosial di Indonesia. Secara ekonomi, rendahnya tingkat pendapatan individu yang menganggur mengurangi daya beli masyarakat dan menurunkan produktivitas nasional, yang pada akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi. Secara sosial, meningkatnya pengangguran dapat memicu berbagai masalah seperti peningkatan tingkat kriminalitas dan masalah kesehatan mental seperti stres dan depresi di kalangan anak muda. Dari segi pendidikan, ketidakmampuan para lulusan baru untuk mendapatkan pekerjaan menyebabkan hilangnya kesempatan untuk mengembangkan keterampilan praktis yang diperlukan di dunia kerja.

Realitas semacam ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi negara lain juga mengalaminya. Seperti dikutip dalam CNBC.Indonesia bahwa "Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas mengungkapkan masalah banyaknya pengangguran di kalangan anak muda tak hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara maju seperti Jepang, Jerman dan Amerika Serikat ternyata juga menghadapi masalah serupa".

Kondisi ini merupakan indikasi dari kegagalan sistem yang diterapkan oleh suatu negara. Masalah pengangguran bukan hanya masalah yang ditimbulkan dan memberikan pengaruh terhadap individu saja, melainkan efek secara sistemik baik pendidikan, pemenuhan kebutuhan dasar, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan aspek lainnya.  

Berkaca pada sistem saat ini, segala sesuatu dinilai hanya dengan aspek materi dan manfaat saja. Sehingga, apapun yang bersifat menguntungkan secara materi mampu memberikan keleluasaan untuk menguasainya tanpa memandang baik buruknya seperti apa, sekalipun yang banyak diuntungkan adalah kepentingan suatu kelompok atau beberapa pihak bukan rakyat secara umum. Sebagai contoh, terdapat banyak lulusan baru SMA/SMK yang memiliki keinginan bekerja, namun terbatas dari segi ketersediaan lapangan pekerjaan, syarat khusus ketika melamar kerja (min. S1), termasuk keahlian yang dimiliki kurang mumpuni karena pendidikan tinggi yang cenderung mahal. Dalam konteks ini, rakyat bekerja keras sendiri dalam memenuhi kebutuhannya disamping negara yang justru menerapkan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyatnya.

Berbeda dengan sistem Islam yang memberikan aturan terperinci dalam mengatur segala aspek kehidupan. Negara berperan penting sebagai penyelenggara aturan yang memiliki kewajiban dalam melaksanakan kewajiban mengurus segala kebutuhan rakyat (riayah suunil ummah). Adapun beberapa langkah yang dilakukan dalam sistem Islam untuk mengatasi masalah pengangguran, antara lain:

  • Pendidikan yang murah bahkan gratis bagi rakyat. Langkah ini mampu memaksimalkan setiap potensi generasi muda tanpa terbebani dengan biaya pendidikan. Mereka juga dipahamkan mengenai kewajiban bekerja bagi laki-laki.
  • Negara memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dengan baik, seperti harga pangan yang murah, jual beli tanah dan rumah dengan murah harga dan administrasinya. Memberikan pelayanan kesehatan gratis. Maka, beban ekonomi masyarakat setidaknya akan berkurang dan dapat hidup cukup tenang tanpa dibayangi kebutuhan dasar yang harus terpenuhi.
  • Pengembangan sektor riil di bidang pertanian, kehutanan, kelautan, tambang, dan peningkatan volume perdagangan dengan menerapkan investasi halal. Dengan pengelolaan ini, negara dapat menyerap tenaga kerja dari sumber daya manusia dalam negeri dengan jumlah yang besar.
  • Negara tidak akan memberikan keleluasaan terhadap berkembangnya sektor non riil. Selain haram, sektor non riil menimbulkan perputaran uang beredar di antara orang-orang kaya saja dan tidak berhubungan dengan penyediaan lapangan kerja.
  • Masyarakat dipahamkan secara praktis bahwa kewajiban bekerja hanya dibebankan pada laki-laki. Kaum perempuan tidak wajib bekerja, justru harus menjalankan fungsi utamanya sebagai ibu dan pengurus rumah tangga (ummu warabatul bayt). Dengan demikian, tidak ada persaingan apalagi seketat sekarang antara tenaga kerja laki-laki dan perempuan.

Demikianlah, beberapa langkah sistem Islam dalam mengatasi angka pengangguran. Semua langkah ini tidak akan terwujud tanpa penerapan Islam secara menyeluruh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun