Di sebuah kota kecil yang tenang, hiduplah seorang ayah tunggal bernama Dimas bersama putri kecilnya, Nia. Dimas adalah seorang pria berusia tiga puluhan yang bekerja sebagai tukang kayu di bengkel miliknya. Setiap pagi, Dimas akan mengantarkan Nia ke sekolah dengan sepeda tuanya, sambil menyanyikan lagu-lagu ceria untuk menghibur putri tercintanya.
Nia adalah anak yang cerdas dan ceria. Meskipun hidup sederhana, dia tidak pernah mengeluh. Bagi Nia, kebahagiaan sejati adalah saat-saat bersama ayahnya. Mereka sering menghabiskan waktu sore bersama di taman kota, bermain ayunan, atau sekadar duduk di bawah pohon rindang, mendengarkan cerita-cerita dongeng dari Dimas.
Suatu hari, ketika Dimas sedang bekerja di bengkel, Nia pulang dari sekolah dengan wajah muram. Ia terlihat menahan air mata saat mendekati ayahnya. Dimas yang menyadari perubahan sikap putrinya segera menghentikan pekerjaannya dan berlutut di hadapan Nia.
"Ada apa, Sayang? Kenapa sedih?" tanya Dimas lembut.
Nia pun mulai menangis dan menceritakan bahwa teman-temannya mengejeknya karena tidak memiliki ibu. Mereka berkata bahwa Nia berbeda dari anak-anak lain yang memiliki keluarga lengkap. Mendengar hal itu, hati Dimas terasa hancur, tetapi ia berusaha tetap tegar demi putrinya.
"Nia, dengarkan ayah," kata Dimas sambil menghapus air mata di pipi putrinya. "Kita mungkin berbeda dari keluarga lain, tapi itu tidak berarti kita kurang berharga. Kita punya satu sama lain, dan itu yang paling penting. Ayah sangat bangga denganmu, dan ibu pasti juga bangga melihat betapa kuat dan cerdasnya kamu."
Nia mengangguk perlahan, merasa sedikit lebih baik setelah mendengar kata-kata ayahnya. Malam itu, setelah makan malam sederhana, Dimas memutuskan untuk membuat sesuatu yang istimewa bagi Nia. Dia menghabiskan waktu hingga larut malam di bengkel, bekerja dengan penuh semangat. Esok paginya, Nia terkejut melihat sebuah kotak kayu yang indah di meja makan.
"Apa ini, Ayah?" tanya Nia dengan mata berbinar.
"Itu adalah kotak kenangan kita, Nia," jawab Dimas dengan senyum hangat. "Setiap kali kita mengalami momen bahagia, kita akan menuliskannya dan menyimpannya di dalam kotak ini. Dengan begitu, kita selalu ingat betapa banyak kebahagiaan yang kita miliki bersama."
Nia pun tersenyum lebar dan memeluk ayahnya erat-erat. Sejak saat itu, setiap momen bahagia mereka tulis dan simpan dalam kotak kenangan. Dari perjalanan ke kebun binatang, piknik di taman, hingga saat-saat sederhana di rumah, semuanya terekam dalam potongan-potongan kertas kecil yang penuh cinta.
Waktu pun berlalu, dan Nia tumbuh menjadi seorang remaja yang tangguh dan penuh kasih. Meskipun hidup mereka tidak selalu mudah, kotak kenangan itu selalu mengingatkan mereka bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada keadaan, tetapi pada cinta dan kebersamaan.