Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Piala dunia diselenggarakan 4 tahun sekali yang diikuti berbagai negara, dari mulai fase kualifikasi dan pada akhirnya hanya diikuti oleh 32 negara. Fase yang dilalui pun dari babak penyisihan hingga babak final. Hanya satu yang berhak memperoleh gelar juara dunia.Â
Tahun ini (2018) adalah tahun perhelatan piala dunia ke-21 yang diselenggarakan oleh FIFA. Kebetulan partai awal piala dunia tahun ini beririsan dengan Hari Raya Ied Fitri bagi umat muslim, yang mana hari ini merupakan hari kemenangan setelah melawan hawa nafsu diri sendiri selama sebulan penuh, yaitu Bulan Suci Ramadhan. Terdapat beberapa kesamaan diantara piala dunia dan pertarungan di Bulan Ramadhan. Selain itu pula ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil dari perhelatan piala dunia, umumnya sebagai muslim, dan khusunya sebagai muslim di Bulan Ramadhan.
Sekitar sebulan lamanya perhelatan piala dunia berlangsung. Persiapan yang dilakukan tidak sebentar, minimal 1 tahun sebelum piala dunia berlangsung, dampaknya bisa hingga 4 tahun mendatang. Tapi apa sebenarnya yang dituju oleh para peserta piala dunia. Mereka menginginkan gelar, atau titel serta kebanggan dan pengakuan sebagai tim sepak bola terbaik di dunia ini. Lalu bagaimana peran dari piala/trofi itu sendiri.Â
Piala dalam perhelatan ini hanyalah simbol dan bonus, juga bukti formil bahwa dia telah memenagkan piala dunia. Tapi apakah piala tersebut yang menjadi tujuan dari setiap negara berjuang memenangkan kompetisi ini? Tentu tidak. Mereka akan tetap diakui sebagai juara dunia apabila telah memenangkan kompetisi ini -sekalipun mereka tidak mendapatkan piala tersebut.Â
Piala itu hanyalah simbol, tapi yang mereka dapatkan adalah pengakuan dari seluruh dunia bahwa mereka adalah negara dengan kualitas sepak bola terbaik. Piala dapat dibuat dengan mudah, banyak toko-toko piala yang bertebaran, namun prestige nya tidak terdapat di toko piala tersebut. Piala itu akan diberikan kepada pemenang selanjutnya di 4 tahun mendatang, namun gelar juara dunia tahu 2018 akan selamanya tercatat oleh sejarah.
Lalu apa hubungannya dengan Bulan Suci Ramadhan? Sebelumnya kita kilas balik sejarah dakwah Rasul. Rasul diturunkan di jazirah yang didominasi oleh pedagang. Sehingga segala sesuatu harus jelas untung dan ruginya. Mereka akan ambil semua keuntungan dan membuang semua kerugian.Â
Ketika Rasul mendapatkan perintah dakwah, Beliau harus menyesuaikan cara dakwahnya dengan kondisi sosial masyarakat Arab. Sehingga dakwah yang digunakan cenderung dominan ke arah transaksional, yaitu dengan menawarkan pahala dan balasan surga, serta ancaman dosa dan azab neraka -terlepas itu merupakan janji Allah SWT yang kita yakini.Â
Tapi rasul harus bersusah payah dengan menonjolkan transaksi ini -juga karena Rasul adalah pedagang, kemampuan sales and marketing-nya tidak perlu diragukan lagi- demi dapat diterima oleh mayoritas pedagang ini. Terutama di Bulan Suci Ramadhan ini, banyak angka-angka kelipatan pahala yang muncul, seperti pahala amalan di Bulan Puasa akan diganjar 1000 kali lipat, juga malam Lailatul Qadar yang lebih baik dari kita beribadah selama 1000 bulan.Â
Pahala dan surga itu sama ibarat dengan piala dalam kompetisi piala dunia. Itu hanya bonus dan simbol. Dalam Islam, hal yang lebih prestige adalah mendapatkan Ridho Allah SWT, mendapatkan tempat terbaik disisiNya, dan untuk kaum Sufi adalah kembali menyatu dengan Dzat Allah.
Saya yakin maksud Rasul menawarkan ini hanya sebagai awal dari dakwahnya, yang harapannya nanti para pengikutnya lebih mencari Ridho daripada sekedar pahala. Bukankah kita yakin Rasul pasti masuk surga? Tapi beliau tetap beribadah, beramal baik, memberi contoh yang baik dan selalu berperilaku dengan baik.Â
Itu semata-mata demi mengharap Ridho Allah SWT. Begitu juga Khulafaur Rasyidin yang dijamin masuk surga oleh Allah SWT. Mereka tetap setia di jalan Allah SWT dan Rasulullah SAW. Hal menarik pernah disampaikan oleh Ahmad Dhani melalui lagunya bersama Alm. Chrisye, "Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepadaNya". Juga Cak Nun pernah menanyakan, "Apabila Al-Qur'an tidak turun ke bumi, akankah kamu memperkosa? Akankah kamu mencuri? (berbuat dosa)".
Agama Islam telah melalui pendewasaan selama 15 abad, sudah saatnya visi kita hidup dan beribadah itu adalah mengharap Ridho Allah SWT, tidak terjebak pada penawaran transaksional pada saat Islam masih berupa embrio, walaupun pahala, dosa, surga, dan neraka adalah sesuatu yang kita yakini, namun posisinya adalah bonus dari amal yang telah kita lakukan di dunia, sehingga menjadikan kita umat yang lebih dewasa dan diberikan keselamatan.
Wallahu a'lam bi al-shawab.
Kebenaran hanya milik Allah SWT, kesalahan sepenuhnya hanya milik saya.
Semoga keselamatan dan rahmat Allah serta keberkahanNya terlimpah kepada kalian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H