Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Telinga Marjinah

7 November 2018   12:54 Diperbarui: 7 November 2018   15:24 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Burhan tau betul mengapa Marjinah seolah bersikap konyol dihadapan semua orang jika bukan untuk menghibur orang yang ada disekitar Marjinah. Tak jarang banyak yang mencaci maki dirinya. Dan satu rahasia Marjinah yang diketahui Burhan bahwa dia memang berbeda

Sekilas Marjinah tak jauh beda dari wanita yang akan menginjak usia dewasa lainnya. Ia mampu berjalan, mampu melihat, mampu berbicara, dan tak jauh berbeda dengan remaja lainnya. Yang Burhn pernah dengar dari ibunya memang marjinah mengalami hal buruk. 

Marjinah mengidap penyakit yang tak banyak orang ketahui. Penyebabnya hanya karena kelebihan protein ia harus kehilangan setengah pendengarannya. Bukan, berati ia tuli. Hanya saja ia pendengarannya terganggu karena tak mampu menelaah ucapan orang lain. karena hal itu, kesedihan terpatri di hati Marjinah. 

Penyakit itu menghujam seluruh isi kepalanya. Satu hal yang tak dapat ia terima ketika orang berpikir ia memiliki kelainan yang membahayakan bagi orang lain. Hal itu pula yang tak pernah diinginkan Marjinah. Kalau boleh meminta, ia takkan pernah mau di beri kelebihan oleh Tuhan sedemikian rupa.

Malam Marjinah tak lagi sama. Menjadi perempuan abdi negara bukanlah pilihan kata hati Marjinah, melainkan paksaan dari Ibunya. Semua seakan hancur lebur begitu saja secepat kilat. Tak sedikitpun dalam hati Ibu Marjinah menyesal. Karena, ibunya tau betul kelemahan putri semeta wayangnya. Bahkan Ibunya hanya isa menyesalkan hal yang membuat Marjinah sepintas berbeda. 

Marjinah yang dulu sering di caci maki dan selalu diabaikan kini mengutuk dirinya menjadi seorang petualang. Ia memilih jalannya sendiri untuk menjadi perantau di tanah orang. Baginya,kesunyian hanya menghantarkannya pada kesedihan yang abadi.

Marjinah tak lagi ingin menyinggahi malam. Tak berteman pada kesunyian. Hanya bintang terang yang selalu ia simpan dan dibawanya pergi meninggalkan masa kelamnya. Meninggalkan ketulian untuk mendengar lonceng pemanggil ke arah yang lebih membahagiakan. Tempat dimana ia menjadi Marjinah yang baru. Cukup baginya menjadi orang tuli karena tak mendengar lonceng kebahagiaan yang akan membawanya pergi. Cukup harapan yang hilang, tapi tidak dengan pendengaran jiwanya.

"Jangan anggap aku bodoh, karena aku hanya berpura-pura bodoh untuk membahagiakanmu. Jangan maki aku tolol, karena pemaki lah yang lebih tolol. Jangan anggap aku tuli, karena orang tuli yang sebenarnya adalah orang yang tak pernah mau mendengarkan kebenaran orang sepertiku. 

Sekarang berbahagialah, esok ku balaskan dendamku dengan pembuktian bahwa orang tuli mampu mendengar cacing bergelayutan terinjak kaki-kaki beramarah" terianya di depan orang yang dulu mencaci makinya dan menacapkan tombak dalam hatinya yang kini terbujur lemah di ujung kaki Marjinah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun