Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Telinga Marjinah

7 November 2018   12:54 Diperbarui: 7 November 2018   15:24 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Satu-satunya bahu yang siap di topangi Marjinah hanyalah bahu Burhan. Laki-laki yang sejak Sekolah Dasar dekat dengan Marjinah, laki-laki yang siap mendengar keluh kesah Marjinah kala malam tak secerah waktu purnama tiba. 

Rintikan air hujan samar-samar turun dan mengalun perlahan. Di sebuah angkringan Marjinah dan Burhan duduk bersandingan ditemani kopi panas dan saat itu pula waktu yang tepat menyaksikan hujan tiba. Di peluknya erat lengan Burhan oleh Marjinah. Kalau sudah begitu dengan mudah Burhan menebak kalau Marjinah sedanga terjadi apa-apa.

 "Ada apalagi Mar?". Tanya lembut lelaki itu dengan tatapannya yang begitu tajam.

Sejenak Merjinah masih tak bergeming. Matanya megarah pada rintikan hujan yang semakin deras. Sesekali diseruputnya kopi yang semakin mendingin itu. Tak lama kemudian Marjinah mulai menggerakkan bibirnya yang sebenarnya masih kaku.

"Apa seorang Abdi Negara ada yang tuli, Burhan?". Tanyanya dengan tatapan serius         "Hahaha...Kau ini ada-ada saja Mar, mana ada orang tuli bisa diterima menjadi Abdi Negara?". Tanya nya dengan mulut yang mengangga tertawa terbahak-bahak.

Kembali Marjianah terdiam memikirkan sesuatu yang sulit baginya untuk di katakan. Melihat raut muka Marjinah yang terlihat garang seketika terkoyak hati Burhan. Ia merasa bersalah karena menertawakan Marjinah yang tak seharusnya ia lakukan.

"Maaf Mar, bukan maksud ku mengejekmu. Kau teman lama ku dan aku tahu betul tentangmu. Kau tak tuli. Tak ada orang tuli yang bisa bicara, bukan?". Ucap Burhan mencoba menyakinkan Marjinah, semata ia tak ingin melihat Marjinah dengan segala kekacaunnya.

"Memangnya ada apa tho, Mar kok tanya nya serius banget?". Tukas Burhan yang dihantui rasa penasaran. Lantas ia mengubah posisi duduknya seolah ia siap menjadi seorang pendengar.

"Kau tau aku aku tak pernah berminat menjadi seorang Abdi Negara. Tidak sama sekali, Burhan. Bagiku menjadi seorang guru Sekolah Dasar sudah cukup bagiku. Itu juga cita-citaku. Dan kau pasti tau kelemahanku kan?". Ungkap Marjinah dengan nada yang tinggi.

Seketika ucapan Marjinah membuat Burhan terdiam seribu bahasa. Tak mampu ia berkata apa-apa lagi. Ia tahu betul bagaimana perwatakan Marjinah. 

Baginya, Marjinah merupakan seseorang yang menyenangkan. Seseorang yang mampu membuat orang lain tertawa hanya karena tingkah konyolnya. Namun di sisi lain, semua kekonyolan Marjianah seakan manjadi  bahanperolokan bagi semua orang tak lebih bagi teman-teman sekolah Marjinah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun