Makna kehidupan selalu menjadi topik yang menggelitik pemikiran manusia. Dalam pencarian ini, dua tradisi filsafat---Stoikisme dari dunia Barat dan Islam dari dunia Timur---menawarkan wawasan yang berharga. Meski berasal dari konteks budaya dan sejarah yang berbeda, keduanya memberikan prinsip-prinsip yang dapat membantu manusia menjalani kehidupan yang bermakna.
Artikel ini akan membahas pandangan Stoikisme dan Islam tentang makna kehidupan serta keselarasan di antara keduanya.
Stoikisme: Hidup Selaras dengan Alam
Stoikisme adalah filsafat yang berkembang pada era Yunani-Romawi kuno, dengan tokoh utama seperti Epictetus, Marcus Aurelius, dan Seneca. Inti Stoikisme adalah hidup selaras dengan alam, yang berarti menerima kenyataan sebagaimana adanya, mengendalikan emosi, dan fokus pada hal-hal yang berada dalam kendali kita.
Bagi kaum Stoa, makna kehidupan ditemukan dalam menjalani kebajikan (virtue) yang mencakup kebijaksanaan, keberanian, pengendalian diri, dan keadilan. Kebahagiaan, menurut mereka, bukanlah hasil dari kondisi eksternal, melainkan dari bagaimana kita merespons dunia.
Islam: Kehidupan sebagai Amanah
Dalam Islam, kehidupan adalah ujian sekaligus amanah dari Allah SWT. Al-Qur'an menegaskan bahwa manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya (QS Adz-Dzariyat: 56). Konsep ini memberikan dasar spiritual bagi umat Muslim untuk memahami tujuan hidup.
Makna kehidupan dalam Islam juga terletak pada amal saleh, pencarian ilmu, dan menjaga hubungan baik dengan Allah, sesama manusia, dan alam. Islam mengajarkan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, sebagaimana disampaikan dalam QS Al-Qashash: 77, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia."
Persamaan Nilai Stoikisme dan Islam
1. Penerimaan Takdir (Amor Fati vs Qadarullah)
Stoikisme mengajarkan konsep amor fati---mencintai takdir---yang selaras dengan ajaran Islam tentang menerima takdir (qadar). Keduanya mendorong manusia untuk menerima apa yang tidak bisa diubah dengan lapang dada, sambil tetap berusaha memperbaiki apa yang bisa dikendalikan.
2. Fokus pada Kendali Diri
Stoikisme dan Islam menekankan pentingnya mengendalikan emosi dan nafsu. Dalam Stoikisme, pengendalian diri adalah salah satu kebajikan utama, sementara Islam mengajarkan jihad an-nafs, yaitu perjuangan melawan hawa nafsu.
3. Hidup Berdasarkan Kebajikan
Baik Stoikisme maupun Islam mengajarkan bahwa kehidupan yang bermakna adalah kehidupan yang diisi dengan kebajikan. Dalam Islam, kebajikan tidak hanya bersifat moral, tetapi juga spiritual, seperti keikhlasan dalam beribadah dan menolong sesama.
Perbedaan Utama: Sumber Makna
Meskipun ada banyak kesamaan, Stoikisme dan Islam berbeda dalam sumber maknanya. Dalam Stoikisme, makna kehidupan lebih berakar pada logika dan akal manusia, sementara dalam Islam, makna kehidupan berasal dari wahyu ilahi. Islam memberikan kerangka tujuan yang lebih komprehensif, mencakup kehidupan dunia dan akhirat.