Kebijakan baru terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen tengah menjadi sorotan publik. Banyak pihak menilai kebijakan ini dapat memberatkan masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Dengan situasi ini, muncul desakan agar Presiden turun tangan membatalkan kebijakan tersebut demi meringankan beban rakyat. Namun, di sisi lain, ada perspektif bahwa langkah ini diperlukan untuk menjaga kestabilan fiskal negara.
Mengapa PPN 12 Persen Dipermasalahkan?
1. Dampak pada Daya Beli Masyarakat
Kenaikan tarif PPN dari 10 persen ke 12 persen dikhawatirkan akan mengurangi daya beli masyarakat. Harga barang dan jasa yang semakin mahal dapat menekan konsumsi rumah tangga, yang merupakan komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
2. Tekanan pada Sektor UMKM
UMKM, yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional, juga berpotensi terdampak. Dengan margin keuntungan yang sudah tipis, tambahan PPN ini bisa membuat pelaku usaha kecil sulit bersaing. Selain itu, kebijakan ini dapat memicu kenaikan harga produk UMKM, yang pada akhirnya berimbas pada penurunan daya saing.
3. Kesulitan Pasca Pandemi
Pandemi Covid-19 meninggalkan dampak signifikan terhadap perekonomian nasional. Banyak masyarakat yang masih berjuang untuk bangkit dari kesulitan keuangan. Tambahan beban berupa kenaikan PPN tentu tidak akan membantu, melainkan justru memperberat situasi.
Argumen Mendukung Kebijakan PPN 12 Persen
1. Menjaga Stabilitas Fiskal
Pendukung kebijakan ini berpendapat bahwa kenaikan PPN diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara. Dengan anggaran yang lebih besar, pemerintah dapat memperkuat pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan.
2. Harmonisasi Pajak
Kebijakan ini juga dilihat sebagai upaya harmonisasi pajak di Indonesia agar sejalan dengan standar global. Banyak negara memiliki tarif PPN lebih tinggi, dan Indonesia dianggap perlu menyesuaikan diri untuk menarik investasi asing.
Harapan pada Presiden
Seiring dengan berbagai kekhawatiran, banyak pihak berharap Presiden memberikan solusi yang berpihak kepada rakyat. Beberapa opsi yang diusulkan termasuk:
-Penundaan Kenaikan Tarif PPN
Presiden dapat menginstruksikan penundaan kebijakan ini hingga situasi ekonomi masyarakat lebih stabil.
-Pemberian Insentif untuk UMKM
Jika kebijakan tetap diberlakukan, pemerintah perlu memberikan insentif atau subsidi kepada UMKM agar mereka tidak terbebani terlalu berat.
-Revisi Kebijakan Secara Bertahap
Alih-alih menaikkan tarif langsung menjadi 12 persen, kebijakan ini dapat diterapkan secara bertahap untuk mengurangi guncangan ekonomi.
Arah Kebijakan dan Pilihan yang Sulit
Kenaikan PPN 12 persen mencerminkan dilema pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan pendapatan negara dan perlindungan masyarakat.Â
Intervensi Presiden akan menjadi langkah krusial untuk memastikan kebijakan ini tidak menimbulkan dampak negatif yang signifikan.
Dalam situasi ini, solusi terbaik adalah dialog terbuka antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Dengan demikian, kebijakan yang diambil dapat mencerminkan kebutuhan dan kondisi semua pihak, serta menjaga keberlanjutan ekonomi Indonesia di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H