Mohon tunggu...
Nanang A.H
Nanang A.H Mohon Tunggu... Jurnalis - Pewarta

Penyuka Kopi Penikmat Literasi// Scribo Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peran Strategis Bimbingan Konseling (BK) untuk Kesehatan Mental Gen Z di Era Digital

1 November 2024   19:54 Diperbarui: 1 November 2024   20:19 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, Generasi Z (Gen Z) menghadapi tantangan yang sangat berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Tekanan dari media sosial, ekspektasi akademik, hingga ketidakpastian masa depan menjadi beban tersendiri bagi kesehatan mental mereka. Dalam konteks ini, Bimbingan Konseling (BK) di sekolah memiliki peran yang semakin strategis sebagai pendukung kesehatan mental Gen Z, baik melalui pendekatan langsung maupun pemanfaatan teknologi.

Mengapa BK Penting Bagi Gen Z di Era Digital?

BK bukan lagi sekadar layanan untuk membantu siswa menghadapi masalah akademik atau disiplin, tetapi sudah berkembang menjadi dukungan esensial bagi kesehatan mental dan kesejahteraan siswa secara keseluruhan. Di era digital, banyak Gen Z mengalami apa yang dikenal sebagai “digital stress” atau stres digital yang mencakup berbagai masalah seperti kecemasan sosial, ketakutan akan kegagalan, serta depresi akibat komparasi sosial di media sosial.

Laporan dari UNICEF menyatakan bahwa sekitar 10-20% anak dan remaja di seluruh dunia mengalami gangguan mental yang berdampak pada produktivitas dan kualitas hidup mereka. Hal ini membuat kehadiran BK di sekolah menjadi sangat relevan dan penting sebagai pihak pertama yang bisa mengenali serta memberikan pendampingan.

Peran BK dalam Mendukung Kesehatan Mental Gen Z

1. Memberikan Edukasi tentang Literasi Digital dan Kesehatan Mental

BK dapat menjadi sumber utama untuk memberikan edukasi kepada siswa tentang bagaimana mengelola kesehatan mental di era digital. Salah satu pendekatan yang efektif adalah dengan mengenalkan digital detox atau pembatasan penggunaan media sosial. Edukasi tentang dampak negatif dari "scrolling" tanpa batas, pentingnya batasan pribadi, serta cara mengelola ekspektasi sosial dapat membantu siswa menghindari kecanduan dan perbandingan sosial yang berlebihan.

2. Peningkatan Kemampuan Self-Regulation melalui Konseling Individual dan Kelompok

Kemampuan untuk mengatur emosi dan perilaku sendiri atau self-regulation menjadi sangat penting di era digital. BK dapat memberikan sesi konseling yang membantu siswa memahami cara menenangkan diri, berpikir secara rasional, dan menghindari tindakan impulsif yang dipicu oleh tekanan digital. Konseling kelompok juga bisa menjadi sarana yang aman bagi siswa untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan dukungan emosional dari teman sebayanya.

3. Pendekatan Proaktif melalui Wellness Programs di Sekolah

BK tidak hanya berperan secara reaktif terhadap masalah yang sudah ada, tetapi juga perlu menerapkan pendekatan proaktif. Program seperti wellness day, mindfulness workshop, dan seminar kesehatan mental dapat dilakukan untuk menguatkan mentalitas Gen Z dan membantu mereka menghadapi tekanan di dunia digital. 

Beberapa sekolah bahkan mulai berkolaborasi dengan psikolog atau pakar kesehatan mental untuk memberikan pelatihan praktis tentang cara menghadapi stres dan menjaga keseimbangan mental.

4. Pemanfaatan Teknologi dalam Pelayanan BK

Dengan pesatnya perkembangan teknologi, layanan BK juga perlu memanfaatkan aplikasi digital untuk menjangkau siswa yang mungkin enggan datang ke ruang konseling. Beberapa sekolah sudah mulai menerapkan layanan konseling online atau chat yang dapat diakses siswa kapan saja. 

Selain itu, BK dapat bekerja sama dengan platform digital untuk menyediakan materi edukasi yang mudah diakses siswa melalui smartphone mereka.

   Di Jepang, misalnya, layanan konseling berbasis aplikasi seperti Cocoro memungkinkan siswa untuk berbicara dengan konselor kapan pun mereka merasa membutuhkan dukungan. Konsep ini dapat diadaptasi di Indonesia untuk meningkatkan jangkauan layanan konseling, terutama di daerah yang mungkin kekurangan tenaga konselor.

Mendorong Kolaborasi dengan Orang Tua dan Guru

Tidak bisa dipungkiri, dukungan orang tua dan guru sangat diperlukan untuk memperkuat peran BK dalam mendukung kesehatan mental Gen Z. BK di sekolah bisa menyediakan seminar untuk orang tua agar mereka lebih peka terhadap tanda-tanda masalah mental yang mungkin dialami anak mereka. 

Guru juga dapat dilatih untuk mengenali tanda-tanda awal masalah mental dan merujuk siswa ke BK jika diperlukan. Kolaborasi antara BK, guru, dan orang tua akan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi siswa untuk berbicara tentang permasalahan yang mereka alami.

Mengatasi Stigma dan Membangun Kepercayaan terhadap BK

Masih banyak siswa yang enggan memanfaatkan layanan BK karena adanya stigma atau rasa takut dicap negatif oleh teman-teman mereka. Salah satu solusi untuk mengatasi stigma ini adalah dengan melakukan kampanye kesehatan mental yang menjelaskan bahwa mencari bantuan adalah langkah bijaksana, bukan tanda kelemahan. BK juga harus membangun citra yang ramah dan terbuka sehingga siswa merasa nyaman untuk berkonsultasi. 

BK di beberapa sekolah di Eropa melakukan pendekatan berbasis komunitas di mana siswa didorong untuk mengikuti program konseling tanpa rasa takut atau malu. Pendekatan ini dapat diterapkan di Indonesia, di mana konselor tidak hanya menunggu siswa datang, tetapi proaktif terlibat dalam kegiatan sekolah yang informal dan mendukung.

Menguatkan BK sebagai Pilar Kesehatan Mental Gen Z

Peran BK di era digital sangat penting untuk mendukung kesehatan mental Gen Z yang menghadapi tantangan unik akibat tekanan digital. Dengan memperkuat program BK melalui edukasi literasi digital, layanan konseling berbasis teknologi, pendekatan proaktif, dan kolaborasi dengan orang tua serta guru, sekolah dapat menjadi tempat yang lebih aman dan mendukung bagi siswa.

Menghilangkan stigma dan membangun kepercayaan pada layanan BK juga penting agar siswa merasa nyaman untuk berbicara dan mencari dukungan. Di tengah tekanan era digital, bimbingan konseling yang kuat adalah pilar penting untuk menciptakan generasi muda yang sehat secara mental, tangguh, dan siap menghadapi tantangan di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun