- Karyawan diajarkan untuk berpikir sebelum berbicara dan menyesuaikan cara mereka berkomunikasi agar tetap profesional dan tidak menyinggung pihak lain.
Namun, di balik tatemae, para pekerja Jepang juga didorong untuk mengungkapkan honne mereka di saat yang tepat, seperti dalam pertemuan internal atau sesi diskusi untuk perbaikan. Hal ini memastikan bahwa meskipun budaya menghormati tetap dijaga, ide dan pendapat jujur tetap disampaikan.
 3. Shokunin Spirit (Roh Profesionalisme)
Shokunin secara harfiah berarti "pengrajin" atau "profesional". Di Jepang, setiap orang didorong untuk memiliki Shokunin Spirit, yaitu semangat profesionalisme dan dedikasi terhadap pekerjaan mereka, apapun profesinya. Prinsip ini menekankan pentingnya memiliki kebanggaan dan keahlian dalam setiap pekerjaan yang dilakukan.
Bagaimana ini diterapkan:
 - Setiap karyawan berusaha untuk menjadi yang terbaik di bidangnya dan terus mengasah keahlian mereka, baik itu sebagai chef, insinyur, atau karyawan pabrik.
- Ada penghargaan yang tinggi terhadap keterampilan dan dedikasi seseorang terhadap profesinya, sehingga setiap orang merasa bangga dengan peran mereka.
Prinsip Shokunin ini menciptakan tenaga kerja yang tidak hanya ahli di bidangnya, tetapi juga memiliki komitmen tinggi terhadap kualitas dan integritas pekerjaan mereka.
4. Omotenashi (Keramahan dan Pelayanan Prima)
Budaya kerja di Jepang sangat menjunjung tinggi konsep Omotenashi, yaitu sikap memberikan pelayanan terbaik tanpa mengharapkan imbalan. Filosofi ini terlihat jelas dalam industri layanan seperti restoran, hotel, dan toko ritel, di mana para karyawan berusaha memberikan pelayanan yang melebihi ekspektasi pelanggan.
Contoh penerapan:
- Karyawan di restoran Jepang akan menyapa pelanggan dengan penuh penghormatan dan melayani dengan detail untuk memastikan kenyamanan mereka.
- Di perusahaan, sikap omotenashi diterapkan dalam interaksi dengan klien dan rekan kerja, di mana semua orang berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik dan menciptakan pengalaman positif.