Mohon tunggu...
Nanang A.H
Nanang A.H Mohon Tunggu... Jurnalis - Pewarta

Penyuka Kopi Penikmat Literasi// Scribo Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Gen Z dan Work-life Balance: Prioritas Gen Z Hindari Budaya "Hustle"

13 Oktober 2024   16:12 Diperbarui: 13 Oktober 2024   16:15 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi Z, atau lebih dikenal dengan sebutan Gen Z, adalah generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Mereka tumbuh di era digital, di mana akses informasi sangat mudah dan cepat. Namun, di balik kemajuan teknologi dan kemudahan ini, Gen Z dihadapkan pada tantangan besar: menjaga keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi atau work-life balance.


Tidak seperti generasi sebelumnya yang sering kali terjebak dalam budaya "hustle" atau kerja keras berlebihan, Gen Z mulai memahami pentingnya keseimbangan ini untuk menjaga kesehatan mental dan kualitas hidup.

Mengapa Work-life Balance Menjadi Penting bagi Gen Z?

Di era di mana teknologi memungkinkan kita terhubung kapan saja dan di mana saja, batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi menjadi semakin kabur. Generasi sebelumnya mungkin tumbuh dengan pola pikir bahwa bekerja keras dan mengejar karir adalah kunci utama kesuksesan. Namun, Gen Z justru melihat dampak negatif dari budaya "hustle" ini.

- Pengalaman dari Generasi Sebelumnya

Gen Z belajar dari generasi milenial dan Gen X yang sering kali terjebak dalam pekerjaan yang menguras energi dan waktu, bahkan hingga larut malam. Banyak di antara mereka yang mengorbankan waktu bersama keluarga dan teman demi karir, hanya untuk kemudian mengalami burnout atau kelelahan fisik dan mental.

- Kesadaran Akan Kesehatan Mental

Gen Z tumbuh dengan akses yang lebih luas terhadap informasi tentang kesehatan mental. Mereka lebih sadar bahwa pekerjaan yang tidak seimbang bisa berdampak buruk pada kesehatan mental dan emosional. Dengan meningkatnya kesadaran ini, mereka lebih berani untuk menetapkan batasan dalam pekerjaan agar tidak mengganggu kehidupan pribadi mereka.

- Teknologi sebagai Alat, Bukan Beban

Meskipun teknologi sering menjadi sumber stres karena ekspektasi untuk selalu siap bekerja, Gen Z berusaha menggunakan teknologi sebagai alat untuk mendukung work-life balance. Mereka mencari fleksibilitas dalam pekerjaan dan memanfaatkan teknologi untuk bekerja lebih efisien, tanpa harus terjebak dalam rutinitas kantor yang menghabiskan banyak waktu.

Tantangan yang Dihadapi Gen Z dalam Mengejar Work-life Balance

Meskipun Gen Z memiliki kesadaran yang lebih tinggi akan pentingnya work-life balance, mereka tidak terlepas dari tantangan. Budaya kerja di banyak perusahaan dan organisasi masih mendorong produktivitas yang tinggi dan jam kerja yang panjang.

- Budaya Hustle yang Masih Melekat

Banyak perusahaan yang masih mempertahankan budaya hustle sebagai bagian dari nilai perusahaan. Mereka mendorong karyawan untuk bekerja lebih keras dan lebih lama dengan iming-iming promosi atau bonus. Hal ini bertentangan dengan keinginan Gen Z yang ingin memiliki waktu untuk diri sendiri dan keluarga.

- Tekanan untuk Sukses di Usia Muda

Media sosial dan internet memberikan tekanan besar kepada Gen Z untuk mencapai kesuksesan di usia muda. Mereka sering kali melihat contoh orang-orang seusia mereka yang sudah berhasil, memiliki bisnis sendiri, atau memiliki pekerjaan impian. Hal ini menciptakan tekanan yang dapat membuat mereka merasa harus terus berusaha lebih keras dan lebih cepat.

- Kesenjangan antara Harapan dan Realita Pekerjaan

Banyak Gen Z yang memiliki harapan tinggi terhadap pekerjaan yang fleksibel, tetapi realitanya tidak semua perusahaan menyediakan fleksibilitas yang diinginkan. Mereka mungkin berharap bisa bekerja secara remote atau memiliki jam kerja yang fleksibel, tetapi banyak organisasi yang masih menerapkan aturan kerja konvensional yang ketat.

Strategi Gen Z dalam Mencapai Work-life Balance

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Gen Z mulai menerapkan strategi khusus untuk memastikan mereka tidak terjebak dalam budaya hustle. Beberapa di antaranya adalah:

- Memilih Pekerjaan yang Memiliki Fleksibilitas

Gen Z cenderung lebih selektif dalam memilih pekerjaan. Mereka lebih tertarik pada perusahaan yang menawarkan fleksibilitas kerja, seperti opsi remote working atau jam kerja yang fleksibel. Bagi mereka, fleksibilitas ini memungkinkan mereka mengatur waktu dengan lebih baik, sehingga bisa tetap produktif tanpa mengorbankan waktu pribadi.

- Menetapkan Batasan yang Jelas

Menetapkan batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi adalah kunci bagi Gen Z dalam mencapai work-life balance. Mereka tidak ragu untuk menolak pekerjaan tambahan di luar jam kerja atau mematikan notifikasi kantor saat sudah memasuki waktu istirahat. Dengan cara ini, mereka memastikan bahwa pekerjaan tidak mengganggu waktu pribadi atau waktu bersama keluarga.

- Fokus pada Pengembangan Diri

Alih-alih terjebak dalam ritme kerja yang monoton, Gen Z lebih fokus pada pengembangan diri dan mengejar passion mereka. Banyak di antara mereka yang mencari hobi atau aktivitas di luar pekerjaan yang dapat memberi keseimbangan, seperti olahraga, seni, atau kegiatan sosial. Dengan melakukan hal yang mereka cintai, mereka merasa lebih bahagia dan seimbang.

Dampak Positif Work-life Balance bagi Gen Z dan Perusahaan

Perusahaan yang memahami dan mendukung keinginan Gen Z untuk mencapai work-life balance juga akan merasakan manfaatnya. Karyawan yang seimbang secara emosional dan mental cenderung lebih produktif, kreatif, dan berkontribusi lebih baik bagi perusahaan.

- Meningkatkan Produktivitas

Karyawan yang memiliki keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi lebih mungkin untuk bekerja dengan semangat dan fokus. Mereka juga cenderung lebih efisien dalam menyelesaikan tugas karena mereka tidak merasa terbebani oleh jam kerja yang panjang.

- Mengurangi Tingkat Turnover

Dengan memberikan fleksibilitas dan mendukung keseimbangan kehidupan kerja, perusahaan bisa mengurangi tingkat turnover karyawan. Gen Z cenderung lebih loyal pada perusahaan yang menghargai waktu mereka dan memberikan ruang untuk berkembang.

- Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif

Gen Z lebih menyukai lingkungan kerja yang kolaboratif dan mendukung keseimbangan hidup. Ketika perusahaan menciptakan budaya ini, tidak hanya Gen Z yang akan merasa nyaman, tetapi juga seluruh tim akan merasakan dampak positif dari suasana kerja yang lebih sehat dan harmonis.

Gen Z membawa pandangan baru dalam dunia kerja yang berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka tidak hanya mencari kesuksesan karir, tetapi juga keseimbangan dan kualitas hidup yang baik. Dengan kesadaran akan pentingnya work-life balance, Gen Z menghindari jebakan budaya hustle yang sering kali menyebabkan burnout dan kelelahan.

Untuk mencapai ini, mereka memilih pekerjaan yang fleksibel, menetapkan batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, serta fokus pada pengembangan diri.

Bagi perusahaan, memahami dan mendukung keinginan ini dapat menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan harmonis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun