Pendidikan politik di masyarakat perlu diperkuat. Masyarakat harus didorong untuk lebih aktif dalam berpartisipasi, baik sebagai pemilih yang kritis maupun sebagai calon pemimpin. Jangan sampai masyarakat terus merasa terjebak dalam pilihan yang terbatas.
3. Pengawasan terhadap Politik Dinasti dan Oligarki:
Harus ada pengawasan ketat terhadap politik dinasti dan dominasi oligarki lokal. KPK, Bawaslu, dan lembaga terkait perlu bekerja lebih keras untuk memastikan bahwa pilkada tidak digunakan sebagai alat memperkuat kekuasaan segelintir orang.
4. Kemudahan bagi Calon Independen:
Syarat dan mekanisme pencalonan bagi calon independen harus dipermudah. Ini penting agar muncul alternatif pemimpin yang tidak terikat dengan kepentingan partai besar, sehingga pemilih memiliki lebih banyak pilihan.
Arah Demokrasi Lokal: Menyelamatkan Masa Depan Pilkada
Fenomena calon tunggal dalam Pilkada 2024 harus menjadi peringatan bagi kita semua bahwa demokrasi lokal masih rentan terhadap kontrol oleh elite-elite tertentu. Jika hal ini terus dibiarkan, maka semangat demokrasi yang kita perjuangkan akan semakin tergerus oleh kepentingan pribadi dan golongan.
Pilkada seharusnya menjadi ruang untuk adu gagasan, tempat rakyat memilih pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan bagi daerah. Namun, ketika hanya ada satu calon, demokrasi berubah menjadi ritual kosong yang hanya sekadar memenuhi syarat formal.
Inilah saatnya kita, sebagai masyarakat, partai politik, dan penyelenggara pemilu, merefleksikan apa yang salah dan segera melakukan perubahan. Jika tidak, demokrasi kita mungkin akan kehilangan makna sejatinya: sebagai alat untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H