2. Tekanan dari Media Sosial Â
Media sosial bisa jadi pisau bermata dua. Di satu sisi, platform seperti Instagram, LinkedIn, dan Twitter bisa jadi tempat untuk mengekspresikan diri dan membangun personal branding.
Namun, di sisi lain, melihat kesuksesan orang lain yang dipajang di media sosial bisa membuat kita merasa tertinggal dan tidak cukup. Inilah yang memicu fenomena "comparison trap," di mana kita terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain, hingga akhirnya merasa tidak puas dengan apa yang sudah kita capai.
3. Kurangnya Batasan Antara Kerja dan Kehidupan Pribadi
Dengan adanya teknologi yang memungkinkan kita bekerja dari mana saja, kapan saja, batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi semakin kabur.
Tidak jarang, profesional muda merasa harus selalu siap dihubungi, bahkan di luar jam kerja. Hal ini membuat mereka sulit untuk benar-benar istirahat dan memulihkan energi, yang pada akhirnya memicu burnout.
Cara Mengatasi Burnout
Mengenali gejala burnout adalah langkah pertama untuk mengatasinya. Beberapa tanda yang perlu diwaspadai antara lain: merasa lelah terus-menerus, kehilangan minat terhadap pekerjaan, sulit berkonsentrasi, dan merasa tidak berguna.
Jika kamu mulai merasakan gejala-gejala ini, berikut beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengurangi risiko burnout:
1. Tetapkan Batasan
Penting untuk membuat batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Misalnya, matikan notifikasi email setelah jam kerja atau buat jadwal khusus untuk me-time. Ini akan membantumu merasa lebih seimbang dan tidak terbebani oleh pekerjaan.