Saat itu, beliau memiliki kekuatan untuk membalas dendam kepada orang-orang yang dulu menyiksanya dan para pengikutnya.Â
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Beliau berkata kepada penduduk Makkah:
"Pada hari ini aku katakan kepada kalian sebagaimana Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya: Tidak ada cercaan bagi kalian pada hari ini. Pergilah, kalian bebas." Â
(HR. Muslim)
Kisah ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW memilih untuk memaafkan, meskipun beliau memiliki kesempatan dan alasan kuat untuk membalas dendam.Â
Namun, dalam konteks ini, memaafkan bukan berarti melupakan. Nabi Muhammad SAW tetap waspada dan bijaksana dalam menyikapi situasi setelah itu.Â
Ungkapan "forgive, but not forget" dapat selaras dengan ajaran Islam jika dipahami dengan benar.Â
Islam mengajarkan untuk memaafkan kesalahan orang lain sebagai bagian dari akhlak mulia, namun pada saat yang sama, umat Islam diajarkan untuk berhati-hati dan waspada.Â
Memaafkan tidak harus diikuti dengan melupakan jika itu berarti mengabaikan pelajaran penting dari kejadian yang telah lalu.Â
Namun yang lebih penting dari sekadar mengingat adalah memastikan bahwa ingatan tersebut tidak berubah menjadi dendam atau kebencian, melainkan menjadi sumber kebijaksanaan dan kehati-hatian dalam berinteraksi dengan orang lain.Â
Seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, memaafkan dengan hati yang lapang adalah tanda kekuatan iman, sementara waspada adalah tanda kebijaksanaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H