Mohon tunggu...
Nanang A.H
Nanang A.H Mohon Tunggu... Jurnalis - Pewarta

Penyuka Kopi Penikmat Literasi// Scribo Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membendung Politik Identitas di Pemilu 2024

6 Maret 2023   14:25 Diperbarui: 8 Maret 2023   11:09 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik identitas merupakan  isu yang harus diwaspadai jelang kontestasi politik 2024. 

Mengingat pengalaman kelam dalam pilkada DKI 2017 masih terbayang dan berdampak besar pada tatanan keberagaman kebangsaan yang menimbulkan polarisasi ditengah masyarakat sampai saat ini

Bahkan anggota Bawaslu Lolly Suhenty, seperti dikutif dari laman Bawaslu, memprediksi bahwa politik identitas akan digunakan kembali oleh oknum politisi pada pemilu 2024. 

Selanjutnya dia mengatakan bahwa politik identitas atau politik SARA ini menjadi isu yang sangat mudah digunakan, mudah untuk digerakan, murah biayanya, dan cepat responnya

Politik identitas sendiri dapat diartikan sebagai cara berpolitik yang mengutamakan kepentingan kelompoknya yang didasari oleh kesamaan identitas, seperti agama, gender, budaya, dan lainnya

Gelagat pemanfaatan isu politik identitas atau SARA dengan memanfaatkan gerakan isu intoleransi terhadap Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) ini sudah mulai terasa di beberapa daerah dan mulai massif.  

Kordinator Solidaritas Korban Tindak Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan (Sobat KBB), Angelique Maria Cuaca, seperti dikutip Gentra Priangan, mencatat  kasus intoleransi dalam setahun ini  menunjukan  masif terjadi di beberapa daerah. Hal tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan dan perlu diwaspadai, karena agama kerap dipolitisasi

Beberapa kasus KBB yang terjadi adalah diantaranya: Adanya pelarangan pembangunan madrasah yang dikelola oleh Ahmadiyah di Sukabumi, pembubaran ibadah yang dialami oleh Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI) di Bogor, dan pelarangan beribadah Gereja Protestan Injil Nusantara (GPIN) Filadelfia di Bandar Lampung

Tentunya dampak dari politisasi agama yang pernah terjadi 2017 di pilkada DKI yang masih berdampak hingga saat ini, dan tentunya tidak ingin terulang di pemilu 2024. 

Untuk itu diperlukan upaya upaya bersama sebagai bentuk pencegahan. Berikut ini upaya yang perlu dilakukan oleh kita bersama diantaranya:

1. Peningkatan Kesadaran Masyarakat

Peran serta masyarakat sebagai ujung tombak demokrasi sangat penting untuk dikondisikan, untuk itu masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang bahayanya politik identitas bagi kelangsungan demokrasi berbangsa dan bernegara. 

Dengan demikian masyarakat akan memilih calon berdasarkan kemampuan dan integritasnya merujuk pada visi misinya bukan pada identitasnya

2. Adanya Regulasi yang jelas dan pengawasan implementasinya

Pemerintah perlu membuat regulasi atau merevisi regulasi yang ada sebagai upaya untuk meminimalisir praktek pemanfaatan politik identitas. 

Undang Undang No. 7 tahun 2017 pasal 280 ayat 1 poin B sebenarnya telah mengatur dan menegaskan dilarang melakukan kegiatan yang dapat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun peraturan tersebut belum jelas dan masih gamang dinilai oleh beberapa kalangan, karena tidak menjelaskan secara rinci terkait poin poin yang masuk kedalam isu politik identitas. 

Sehingga regulasi tersebut belum  bisa mencegah terjadinya politik identitas karena lainnya juga, seperti factor kurangnya penegakan hukum dan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri

3. Pendidikan Politik yang massif

Masyarakat perlu mendapatkan pendidikan politik yang berkwalitas sehingga bisa memilih dan memilah kandidat berdasarkan visi dan misinya yang jelas

4. Kampanye yang positif

Mendorong partai politik dan kandidat untuk mengedepankan kampanye yang positif dan konstruktif. 

Sehingga kampanye yang positif akan mampu menarik dukungan dari berbagai kelompok dari berbagai lapisan masyarakat tanpa memanfaatkan isu identitas

5. Pentingnya peran media yang bertanggung jawab

Media mempunyai tanggung jawab dalam mensosialisasikan kampanye yang positif dan konstruktif dan menghindari liputan yang bersifat polarisasi dan mendeskreditkan kelompok tertentu.

Dari uraian poin poin diatas sebenarnya ada yang lebih penting yaitu adanya politicalwill dari partai politik dan kandidat yang sama-sama bertanggung jawab.

Itu untuk memelihara iklim demokrasi yang sehat tanpa perlu mengupayakan praktek praktek politik yang tidak bertanggungjawab, yang hanya mementingkan kepentingan kelompoknya yang hanya sesaat, dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan umum masyarakat

Akhirnya Pencegahan politik identitas tidak bisa dilakukan sepihak tapi harus  melibatkan semua unsur baik pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, media, dan semua pihak yang terlibat dalam perhelatan pesta demokrasi tersebut.

Sehingga dengan adanya pencegahan yang dilakukan secara kolaboratif dan massif tersebut pada akhirnya diharapkan akan mempersempit ruang gerak oknum politisi yang selalu mencari celah dan jalan guna mencari keuntungan melalui jalan pintas yang minus cerdas tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun