Baru baru ini viral permainan lato-lato yang dimainkan oleh anak-anak bahkan  orang dewasa pun turut mencobanya. Entah siapa yang memulai tiba tiba permainan tersebut menjadi viral.
Permainan yang sempat viral di Indonesia di tahun 1990 an ini kini mulai digandrungi kembali anak anak dengan penuh suka cita memainkannya seolah telah melupakan gadget yang jadi kiblat permainan anak-anak masa kini
Bahan pembuat lato-lato ini terbuat  dari dua bola bola yang berdiameter sekitar 5 cm yang bisa berbahan polimer, akrilik, kayu, atau logam yang memakai tali untuk menyatukannya
Permainan ini dibeberapa daerah namanya berbeda, diantaranya di Sulawesi disebut latto-latto, orang Sunda menamakannya nok-nok, orang Jawa bilang tok-tokan. Mungkin diambil dari bunyi suara yang keluar dari permainan tersebut
Dilansir dari berbagai sumber di Amerika sendiri permainan lato-lato ini pernah digandrungi tahun 1960-1970an. Namun pada akhirnya pamornya tenggelam kembali setelahnya
Dari sejarah asalnya, sebenarnya lato-lato merupakan salahsatu senjata koboi di Argentina yang dinamakan bolas yang fungsinya untuk menangkap binatang yang dinamakan guanacao sejenis hewan seperti ilama. Yang kemudian di adopsi sebagai permainan dan menjadi budaya masyarakat
Beberapa hari lalu saya menemukan sebuah unggahan di media sosial oleh seorang  netizen yang menghubungkan fenomena tersebut dengan sebuah pertanda  yang berhubungan dengan pesta demokrasi pemilu 2024
Dalam bahasa Sunda istilahnya adalah ciciren, yaitu sebuah fenomena sosial yang memiliki sebuah pertanda untuk waktu yang akan datang
Banyak contoh fenomena yang sama yang sempat viral misalnya fenomena batu akik, tanaman janda bolong, akar tanaman kayu yg dibuat bonsai dan lainnya. Yang mana hal tersebut dalam tataran kearifan lokal dimaknai sebagai ciciren atau pertanda terkait akan adanya sesuatu dikemudian hari
Lalu saya merenung mencoba menemukan sebuah filosofi dibalik permainan lato-lato ini dikaitkan dengan fenomena ciciren tersebut, dan menemukan filosofi nya