Mohon tunggu...
Nahdia Nuzulita
Nahdia Nuzulita Mohon Tunggu... Freelancer - Pemula

"Langsamer fortschritt ist besser als kein fortschritt"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Cantik" Bukan Lagi Pujian, Pakaian Bukan Lagi Alasan

29 Juni 2021   22:45 Diperbarui: 29 Juni 2021   23:03 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar ( source : behance.net)

Kita semua pasti sepakat jika setiap orang ingin diperlakukan dengan pantas dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari dengan aman dan nyaman.  Lalu mengapa hampir semua wanita mengalami pelecehan saat melakukan aktivitasnya?

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya seminggu lalu saya dan teman saya pergi ke warung sate untuk melakukan wawancara untuk tugas kampus. Sebelum wawancara kami memesan sate sambil menyiapkan beberapa pertanyaan untuk wawancara. Ketika kami berbincang, kami di datangi oleh seorang pria yang tidak kami kenal dan dari sekian banyak kursi kosong dia memilih duduk di depan kami dan posisinya kami saling berhadapan. Awal kami tidak terganggu karena dia sama dengan kami pengunjung yang ingi makan sate dan dia bebas memilih duduk di mana saja.

Tak lama kemudian dia mencoba mengajak kami berbicara, tetapi tidak kami respon karena kami tidak kenal dengan orang tersebut dan kami kurang nyaman dengan percakapannya. Awalnya pertanyaan yang diberikan standar sampai akhirnya pertanyaan tersebut sudah masuk ranah privat kami berdua. Mulanya, kami pura-pura tidak mendengar apa yang dia katakan dan berharap dia segera pindah ke kursi lain. Celakanya, dia makin menjadi-jadi.

 Tak hanya melontarkan beberapa kata dia juga memplototi kami dan bertanya nomor hp kami. Tidak ada orang yang mencoba menghentikan tindakan pria tersebut, kami berpikir mungkin orang-orang masih menganggap itu hanya sebagai bentuk keramahan dan candaan belaka. Tapi percayalah itu sangat mengerikan bagi kami dan juga sangat menganggu. 

Akhirnya, kami tidak menyelesaikan makanan kami dan juga membatalkan wawancara dan segera pergi dari tempat kejadian. Saat itu saya menggunakan rok plisket dengan hoodie hitam dan juga jilbab yang menutupi dada dan teman saya menggunakan celana kulot dengan tunik yang oversized dan juga jilbab yang panjang.

Dari kasus saya di atas bisa dikatakan saya mendapatkan catcalling. Catcalling sendiri bisa dikatakan sebagai kasus pelecehan seksual yang cenderung menyerang psikis korban. Bentuk catcalling macam-macam, mulai dari siulan, komentar bernuansa seksis atau sensual, dipuji, dan menimbulkan rasa kurang nyaman dan juga perasaan takut bagi korban.

Kebanyakan dari catcalling ini biasanya perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan pria juga bisa mendapatkan catcalling ini. Dan kebanyakan kasus seperti ini terjadi di ruang publik seperti trotoar, angkutan umum, kantor, dan lain-lain.

Mungkin beberapa orang ada yang menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diambil pusing. Ini tergantung dengan masing-masing individu, ada yang bilang biasa aja tap ada yang bilang ini sebagai tindakan pelecehan. Semuanya dikembalikan kepada diri masing-masing.

Dilansir Kompas, Survei yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) pada 25 November hingga 10 Desember 2018 dengan melibatkan setidaknya 62. 224 responden, yang terdiri dari perempuan dan juga laki-laki. 

Hasilnya sangat mengejutkan di mana perempuan menempati posisi tertinggi mendapatkan pelecehan seksual di ruang publik yaitu sebanyak 64% dan laki-laki sebanyak 11%. Bentuk pelecehan ini beragam mulai dari siulan (17 persen), komentar tubuh (12 persen), sentuhan fisik (10 persen), kode mata (9 persen) dan komentar bernada seksisme (7 persen).

Tak hanya itu, dikutip dari Tirto. ID,  baru-baru ini L'Oreal Paris melakukan sebuh riset secara nasional melalui IPSOS Indonesia, dan seperti yang dibayangkan sebanyak 82% perempuan di Indonesia mendapat pelecehan seksual dan dari 91% responden tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membantu korban.

Perkataan yang sering didengar oleh perempuan yang mendapatkan catcallig, " hei cantik. Sendirian aja, mau abang temenin?" atau " cantik, sombong banget sih", atau "neng, senyum dong" dan " assalamualaikum cantik, mau berangkat ke sekolah ya?".

Mungkin orang menganggap hal tersebut sebagai candaan, bentuk keramahan, pujian, atau lainnya. Tapi percayalah jika itu bukanlah hal yang lucu, menyenangkan, atau sebuah pujian. Itu sangatlah menganggu dan menakutkan bagi orang yang mengalaminya bahkan menimbulkan trauma kepada korbannya.

Sayangnya, alih-alih menunjukan empati kepada korban pelecehan, sebagian orang akan melakukan victim blaming atau suatu kondisi di mana orang-orang secara tidak langsung memposisikan korban sebagai penyebab kejadian pelecehan terjadi. 

Singkatnya, orang-orang menyalahkan korban pelecehan. Pertanyaan klasik yang sering diberikan, yaitu " makanya jangan pakai pakaian seksi atau pakaian terbuka."

Jangan menyalahkan pakaian yang digunakan oleh korban , di dalam survei yang dilakukan Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) menjelaskan pakaian yang dipakai koresponden ketika mengalami pelecehan seksual seperti :

  • Rok panjang dan celana panjang (17,47%),
  • baju lengan panjang (15,82%),
  • seragam sekolah (14,23%),
  • baju longgar (13,80%),
  • berhijab pendek/sedang (13,20%),
  • baju lengan pendek (7,72%),
  • seragam kantor (4,61%)
  • berhijab panjang (3,68%),
  • rok selutut dan celana selutut (3,02%),
  • baju ketat atau celana ketat (1,89%), berhijab dan bercadar (0,17%).

 Jika diperhatikan ada sekitar 17% pelecehan yang didapati oleh koresponden berhijab yang artinya berpakaian tertutup tidak menjamin rasa aman di area publik. Jadi bisa dikatakan jika pakaian bukanlah sebuah  alasan  kenapa wanita bisa mendapatkan pelecehan. Orang-orang yang mencoba menjadikan pakaian alasan mengapa wanita mendapatkan pelecehan seksual adalah orang yang mencoba menyembunyikan kejahatan.

Apa yang bisa dilakukan ketika mendapatkan pelecehan seksual atau catcalling di ruang publik

  • Tinggal tempat kejadian dan carilah tempat keramaian
  • Jika kamu tidak bisa melawan, cobalah untuk meminta bantuan kepada orang sekitar dan jika tidak memungkinkan cobalah untuk berteriak karena itu akan mengundang perhatian.
  • Melawan, lakukan perlawanan  diri baik dalam bentuk verbal atau non-verbal. Dalam bentuk verbal dengan memarahi pelaku dan kalau non-verbal bisa dengan menampar, menyikut, menatap mata pelaku,mengigit, dan lain-lain.
  • Rekam pembicaraan dan segera telepon orang yang dipercayai agar mengurangi rasa takut dan trauma.

Sebagai saksi, bukan tidak ingin membantu tetapi kita tidak tahu cara membantunya dan malah berakhir memperburuk keadaan, benar bukan? Di kutip dari cewekbanget. Com, Hollaback bersama L'Oreal bekerja sama membuat semacam training dalam menolong korban pelecehan seksual di ruang publik dengan metode 5D

  • Dialihkan, Jika melihat seseorang mendapatkan pelecehan seksual di ruang publik cobalah untuk mengintervensi pelaku, misalnya dengan mengajak bicara korban dan lain-lain.
  • Dilaporkan, Melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang.
  • Dokumentasi, terkadang kita takut untuk membantu korban pelecehan karena tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Dokumentasi bisa menjadi solusi dengan cara merekamnya secar diam-diam dengan menyebutkan lokasi, waktu, dan keadaan lingkungan sekitar.
  • Ditegur, jika kamu memiliki kekuatan atau keberanian, kamu bisa langsung menegur pelaku agar berhenti melakukan kegiatannya tersebut. Perhatikanlah lingkungan sekitar terlebih dahulu akah cukup aman bagi kita dan juga korban.
  • Ditenangkan, bersikap empati sangat penting agar korban merasa aman dan tidak tertekan terhadap kejadian yang dialami.

Bersembunyi di balik kata iseng, candaan, pujian bukanlah hal yang harus dianggap biasa, dampak yang ditimbulkan bagi korban sangat lah luar biasa. Bisa menimbulkan trauma, hilangnya kepercayaan diri, depresi, dan terakhir adalah bunuh diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun