Rasa ini masih dengan debar sama.
Saban hari hangat yang aku rasa dingin tanpa kamu.
Kata harap ada di dalam untai puisi berkalimat syarat, seolah pasif tanpa koma saat kamu berisyarat di cerita kita.
Hati ingin mengupas bahasa kamu tanpa lidah.
Di tulisan rindu kita bukan bintang yang selalu terang.
Terus terang, rindu kita miliki belum dimenangkan Tuhan.
Kita menjadi topik hangat untuk bisunya langit dan tak pernah berujung.
Jutaan bintang-bintang kokoh di langit sama, satu di antara mereka entah apa masih mau bersaksi untuk kita yang sayang tanpa menikah
"Bintang, aku tidak melihatnya lama di langit ... Atau mungkin sudah terjatuh ... Atau dia bersembunyi di saku baju kamu !."(HehhekidingMe(:
Mungkin bintang itu selamat lima waktu;
Malam memang bukan tempat suka untuk jatuh dan lebur.
Pagi yang menata sisa waktu sebelum fajar pasti juga tak tahu.
Pun siang tak pernah mencarinya, mungkin tak perlu karena sudah terang.
Namun di singgahnya langit petang yang sebentar, aku ingin bintang itu kamu lihat akan hadir di atas sana.
Aku ingin kamu melihat aku menulis yang telah selamat di lima waktu.
Malam, bintang di bawah lintang itu akan terlindungi tetap terangnya sepanjang malam.Â
Malam, teruslah aku merasa kecil di bawah lebar sang malam. Sampai tiba salam kamu toreh usai puisi terbaca, ke pemilik hati terdalam
Selamat malam 'kamu, iyah kamu:)awokwokwok
Created by: Â nahar
Tangerang, 14 Februari 2022
______________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H