Terasa lama diari tak kusentuhkan rasa
Sementara kusimpan beberapa hari saja
Kukenang sejenak pada kantung laci lemari tua
Kupersembahkan kepada rindu sebuah gelap di sana
Semua itu terlukis dari apa yang pernah kucatat di jalan yang kasar
Saat matamu jauh memandang
Aku terlihat tiba di ujung jembatan
Di rentang timur hingga ke barat, pada tulisan yang tak bisa akan kau temui karatnya
Sejauh bayang yang melaju memanjang
Akupun perlahan menghilang untuk pulang
Meski belum kusapa sekuntum kedamaian
Tapi tak apa, terjawab dengan niscaya alamiah
Selalu bersifat umum kata cinta dan indah
Terbentuk samar kejujuran dan kenyataan
Noda hitam dari butiran angan yang terbumbui perandaian
Sesak adanya bersandar di rapuhnya pohon tua
Keras untuk kau peluk lagi muda, mudah untuk kaubakar lagi tua
lisan api yang berucap manja untuk risalah
Akhirnya, opini layaknya mainan para remaja
Saat kesenjangan parade warna bersilisih, namun silih asah tak tiba mampu bisa berpisah
Di pelupuk mata asumsi tergadai sudah
Terlelang sifat hewani untuk bantal empuk di ranjang merah
Keselarasan rasa pun terasa telah pecah, harmoni memang tiada perannya di lain bendera Â
Sejauh-jauhnya mataku memandang
Sejauh kuperhatikan bayang hitam saat perlahan pudar
Belum kutemui bunga-bunga dari dimensi lain keluar ikut tertawa
Ataupun angsa-angsa yang terbang dengan satu sayapnya lalu berceloteh bangga
Torehan setengah jadi nuansa putih hitam
Tak akan lama kutumpuk bak serambi usang yang kusam
Dari apa yang pernah kucatat di alun-alun mati pinggir aspal
Kupegang tinggal sederet kalimat yang tak utuh tanpa tanggal, yang aku biarkan rebah berbantal
Dari kisahan yang kumulai, yang masih tengah kuuntai Â
Created By : Â Nahar
Tanggerang, 26 Mei 2021
_______________________________
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI