Rasa belum menggapai kata yang terungkap
Sintesa terakhir unsurnya belum aku dapati
Tersabda kilat datang sekejap, seolah menghentak sepasang mata untuk pejamkan
Meliput keabstrakan nada gerimis di latar nuansa dinginnya
Sajak nurani di wajah altar telah kutepikan
Sebisanya qalbu menahan getar yang semirip
Di keheningan arus mimpi Aku hanya berkedip
Tiada pernah lagi kumeratapi denting di sepanjang kerlipan bintang
Atau pun semua keindahan yang tampak
Kecewa sebab sepanjang arah kudapati kelilipan
Masih kutoleh malam ini, sapa dari bayanganmu
Meski ingatan salam dari silam tumbuhkan pilu
Namun kantuk lebih dahulu menggoda pupil juga pikiran
Memaksa selimut kutarik manja dari dalam selam
Meski aku telah sedikit memantik memori yang sudah tenggelam
Kemarilah hayati
Mari menanti angka yang sedang berotasi
Darinya; waktu, pernah melukis notasi hati di sana
Dengannya aku pernah terbawa ke damai kisah
Meski kerap kusentuh tahun yang berganti-ganti, namun belum kuharuskan untuk berganti arah demi cerita baru
Temaramnya bulan kukira tak selalu harus merindui terangnya sang matahari
Atau awan mendung yang tengah menunggu karna mencintai sendu dini hari
Namun telah kukatakan kepada gerimis tentang kamu, tentang kamu yang menghapuskan diri pada ceritaku
Hingga kujabar mimikmu yang kerap datang kembali
Di selangkah dansa gontai dari daya lelahku yang kesekian kali
Akan kuhapus rona senyummu; kenangan
Kita hanyalah dua peraduan lugu kala itu, yang berlalu lalang hanya kepada ujung ambigu
Terimakasih ku kepadamu waktu; 2020
Usahaku tetap tak siakan detikmu; kesempatanku
Aku jadikan kisah denganmu; waktu, hingga kini kita sedang menuju ke jelang akhir detik 2020
Tangerang, 31 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H