Mohon tunggu...
Aris Sengaji T
Aris Sengaji T Mohon Tunggu... Supir - Pernah sebagai seorang HR; Dan saat ini menikmati waktu sebagai seorang Instruktur dan Surveyor

Seorang Warga Masyarakat, Penikmat jalan-jalan, Tinggal di Kota Kupang, NTT

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pariwisata & Layanan Pelanggan di Nusa Tenggara Timur

15 Agustus 2016   16:22 Diperbarui: 15 Agustus 2016   17:53 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini hanya ingin memberikan sebuah fakta yang mungkin dilupakan oleh para penggiat Pariwisata di NTT (dari perspektif penulis), terkait masih adanya perbedaan antara pelayanan yang diberikan dari Penyedia Jasa Lokal dan atau Stakeholder di NTT, dengan harapan yang di inginkan untuk di terima oleh Masyarakat dan atau Wisatawan (Domestik dan Asing) khususnya, ketika Pariwisata semakin gencar digalakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota di NTT.

Sudah begitu banyak meeting, pertemuan teknis, dan bahkan studi banding yang dilakukan oleh pemerintah (Propinsi dan Kabupaten di NTT) dengan mengajak para Stakeholder, Pemangku Kepentingan, Organisasi Jasa & Pariwisata di NTT (contoh: ASITA, PHRI, HPI), serta Komunitas/Organisasi Pendukung Jasa Pariwisata lainnya, dengan satu semangat, yaitu: Menumbuh Kembangkan Pariwisata di NTT, dan bagaimana mendatangkan Wisatawan Domestik dan Asing ke NTT.

Kunjungan wisatawan memang meningkat pesat dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015, dan bahkan akan terus meningkat pesar dari Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2017 https://kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=3037. Oleh karna itu, wajar sekiranya Pariwisata ditempatkan sebagai penggerak perekonomian disetiap Daerah/Kabupaten yang berhasil mengembangkan potensi pariwisatanya masing-masing.

Namun sayangnya, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan tersebut, berbanding terbalik dengan proses pelayanan terhadap pelanggan yang juga merupakan salah satu tonggak penopang pariwisata disebuah daerah. Hal ini, hampir terlupakan oleh para pihak, khususnya di Propinsi Nusa Tenggara Timur, dimana masih sangat kurang pemahaman dan sosialisasi kepada penyedia jasa (lokal) di NTT terkait bagaimana sebuah layanan kepada pelanggan harus diberikan, dan juga tanpa melihat apakah pelanggan tersebut orang asing atau domestik (lokal), yang menginginkan sebuah pelayanan yang baik dan memuaskan. Sehingga memunculkan sebuah jurang pemisah (baca: gap) antara kepuasan pelanggan yang ingin dirasakan oleh pelanggan, dengan pelayanan yang diberikan oleh para Penyedia Jasa ini.

Didalam memberikan jasa pelayanan yang baik, terdapat 5 (lima) dimensi kualitas pelayanan, menurut Parasuraman et al., (dalam Zeithaml dan Bitner (1996: 118)), yaitu:

1. Tangible (Bukti Fisik) yang meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai/karyawan, dan sarana komunikasi serta kendaraan operasional. Dengan demikian bukti langsung/wujud merupakan satu indikator yang paling konkrit. Wujudnya berupa segala fasilitas yang secara nyata dapat terlihat. Contoh yang bisa disebutkan disini adalah: (a). Kebersihan, kerapihan serta kenyamanan ruangan; (b). Kerapihan dalam penampilan karyawan; (c). Penataan Exterior dan Interior ruangan yang baik; (d). Penggunaan teknologi yang canggih; (e). Materi promosi, yaitu brosur, leaflet yang dipajang diperusahaan; ((Hendi Irawan, 2002).

2. Reliability (kehandalan) merupakan kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Keandalan adalah kemampuan perusahaan untuk menampilkan pelayanan yang dijanjikan secara tepat dan konsisten, dapat diartikan mengerjakan dengan benar sampai kurun waktu tertentu. Ada 2 (dua) aspek dari dimensi ini, yaitu: (a). Konsistensi Kerja (performance) dan (b). Kemampuan untuk Dipercaya (Dependability).  Ada 3 (tiga) hal besar yang dapat dilakukan perusahaan dalam upaya meningkatkan tingkat reliability, yaitu: (a). Pembentukan budaya kerja ”Error Free”; (b). Adanya infrastruktur yang memungkinkan perusahaan memberikan layanan “no mistake”. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan secara terus- menerus dan menekankan kerja “Team Work”. (c). Diperlukan tes terlebih dahulu sebelum suatu layanan benar-benar diluncurkan. 

3. Responsiveness (Daya Tanggap) yaitu sikap tanggap pegawai dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan dan dapat menyelesaikan dengan cepat. Kecepatan pelayanan yang diberikan merupakan sikap tanggap dari petugas dalam pemberian pelayanan yang dibutuhkan. Sikap tanggap ini merupakan suatu akibat akal dan pikiran yang ditunjukkan pada pelanggan. 

4. Assurance (Jaminan) yang mencakup competence (kompetensi), courtesy (kesopanan), credibility (kredibilitas), dan security (keamanan), yang termasuk kepercayaan yang diberikan karyawan, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-raguan. Assurance berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku karyawan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada konsumen. Ada empat aspek dari dimensi ini, yaitu: (a). Keramahan karyawan dalam melayani konsumen; (b). Kemampuan, karyawan dalam memberikan rasa aman kepada konsumen; (c). Pengetahuan dan kecakapan karyawan dalam memberikan penjelasan atas pertanyaan konsumen; (d). Reputasi, yaitu karyawan harus bisa menjaga reputasi perusahaannya dengan memberikan jaminan keamanan kepada konsumennya. 

5. Emphaty (Empati) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. Empati merupakan individualized attention to customer. Empati adalah perhatian yang dilaksanakan secara pribadi atau individu terhadap pelanggan dengan menempatkan dirinya pada situasi pelanggan, dimana mencakup: (a). Memberikan perhatian secara pribadi kepada konsumen; (b). Memberikan keamanan dan kenyamanan kepada konsumen; (c). Kemudahan dalam melakukan komunikasi; (d). Mempunyai produk perusahaan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen; (e). Menjalin Komunikasi yang baik dengan konsumen.

Berdasarkan 5 (lima) dimensi pelayanan tersebut diatas, mungkin sudah saatnya para Stakeholder, Pemangku Kepentingan, Organisasi Jasa & Pariwisata (ASITA, PHRI, HPI) serta Komunitas/Organisasi Pendukung Jasa Pariwisata, mulai memikirkan cara terbaik guna dapat mengedukasi masyarakat kita tentang Service Ecellent dimana tujuan terakhir adalah Kepuasan Pelanggan (Customer Service Satisfaction).

Mungkin dengan pelatihan dasar/training untuk SDM tentang pariwisata dan pelayanan,  atau menjadikan anak didik kita yang menimba ilmu di dunia pariwisata (SMK Pariwisata; Akademi Pariwisata; Politeknik Pariwisata) sebagai ujung tombak untuk mngajarkan pariwisata dan pelayaan kepada rekan-rekannya, keluarga, dan penjual jasa, sehingga pelan tapi pasti, pariwisata dan pelayanan bisa berjalan untuk saling membantu satu dengan yang lainya, untuk dapat menyediakan jasa, untuk dapat memberikan sebuah pelayanan yang baik kepada wisatawan yang akan datang ke NTT.

Hasil akhir, adalah ketika Pariwisata di NTT sudah berjalan sukses, diimbangi juga dengan masyarakat yang memang paham akan bagaimana memberikan pelayanan yang prima, dan terciptalah sebuah kepuasan pelanggan (customer satisfaction), bukan seperti saat ini, dimana masih ditemukan begitu banyak kekurangan dari penyedia jasa, khususnya di NTT, semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun