Mohon tunggu...
Amerta Raya
Amerta Raya Mohon Tunggu... Petani - Petani

Catatan Manusia Pelosok Desa

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menyusuri Jalan Setapak Mengenang Masa Kecil

9 Juli 2023   20:47 Diperbarui: 9 Juli 2023   21:14 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Woi Woi Woi hahahaha, masih warna kan? Mental sehat kan? Hahaha. Baik, waktunya memulai untuk latihan menulis lagi. Minggu 9 Julie 2023 pukul 16:28 WIB sore ini langit tampak sangat cerah, biru berpadu dengan awan putih yang sempurna, Subhanalloh. Mata termanjakan duduk diteras memandangi hijau rimbunnya rimba, kubah mustaka meruncing menunjuk langit dengan aksara arab yang meliuk-liuk huruf alief, lam, lam, ha' tak luput disertai tasydid.

Suara gemblondang loteng seng atap rumah, simbok lagi diloteng berisiknya pun kian menjadi melody pengiring tulisan ini. Suara berbisik anak-anak bermain sepeda semakin memacu ingatan ku untuk kembali kemasa itu, emak-emaknya juga lantang suaranya memarahi si anak yang meminta uang jajan. Sembari mengangon anak-anaknya yang sedang bermain sepeda, para emak duduk-duduk disebelah mushola, seorang perempuan tua nampak senyum sumpringah, bahagia terlukis jelas dari mukanya kala menggendong cucu yang usianya belum genap satu tahun. 

Silau sorot matahari menerpa kubah dan memantulkan cahayanya tepat kemuka ku, tokek pun turut terdengar bersuara merdu, seraya bertasbih kepada sang pencipta jagad raya, pun cicak turut sinis tertawa, rasanya menertawai ku manusia pengangguran dengan kulit hitam legam, tangan kapalan tebal, botak dan tongos, aku yang sedang duduk berpura-pura menikmati suasana sore milik-Nya, rasanya pingin methes alias pingin ku bunuh cicak yang terus-terus an menertawai ku, hahaha, "kan membunuh cicak itu sunah", tapi jangan dibunuh dengan drama, langsung sekali mati saja. Sorot matahari sudah tidak tampak, sudah turun menuju peraduannya. Betapa istimewanya negeri bumi-Mu ini ya Robb. Barokalloh. 

Pagi tadi aku jalan-jalan, niat hati mencari spot terbaik untuk dokumentasi disudut pesawahan selatan kampung ku, diperbatasan antara kampung ku dengan kelurahan tetangga. Usai sholat subuh biasa, tadarus sampai sekitar jam enam, aku sempat nyala kan tipi dan nonton TVRI Serambi Islami sejenak, namun tidak terlalu aku perhatikan, karena masih tadarusan. Usai tadarus aku buka jendela dan melihat bias matahari sudah mulai memerah, pingin segera bergegas, tapi kebelet pup, sembari pup aku berfikir untuk mengambil spot mana untuk dokumentasi, di loteng sudah saben pagi, cukup membosankan rasanya, aku memutuskan untuk keselatan, mencari spot dipesawahan. 

Usai pup, bergegas aku ambil hape dan langsung jalan menyusuri gang-gang kecil sela-sela rumah perkampungan, jalan cepat sengaja setengah lari sembari olah raga, sampai dikebun selatan kampung semakin aku lari karena tidak ingin kehilangan moment pagi. Udara yang masih bercampur embun kuterobos tak peduli.

Sedang menulis ini tiba-tiba seekor nyamuk menghampiri seraya berbisik ditelingaku mengingatkan untuk "segera pipis jangan ditahan-tahan itu tidak baik" bergegas aku berdiri hape kuletakkan dan beranjak menuju kakus untuk pipis sejenak, wudhu dan kemudian sembari jalan sembari menyatakan lampu pawon dan aku kembali ke tempat duduk ku, tangan ku meraih racun nyamuk bakar untuk mengusir kedatangan koloni nyamuk, seekor hewan kecil pembunuh umat manusia terbanyak dimuka bumi, tak langsung pegang hape, aku masuk kekamar dan menyalakan lampu, ku ambil hape dan lanjut latihan menulis lagi. "sebuah drama perjalanan menuju kakus" hahaha.

Lanjut sampai diselatan kampung, sudah masuk hutan warga, pepohonan yang menjulang dan rindang berdiri kekar seraya menyambut kedatangan ku, sampai ditengah jalan, jalan setapak itu sudah hilang, sudah ditumbuhi pepohonan, jalan ini dulu masa kecil ku sering aku lewati kala ke ladang atau mancing,

Jalan ini jaman jadul juga aku sering lewati untuk mencari pundi-pundi rupiah untuk uang saku tambahan yakni dengan "nutur mlinjo" alias mencari buah blinjo yang rontok sendiri dari pohonnya, mengelilingi luasnya hutan warga hanya untuk "nutur mlinjo" jaman cilik ku mbiyen, bocah saiki nono sing gelem nutur mlinjo, dolanane saiki gadget game. setengah hari nutur mlinjo paling dapat satu sampai dua kilo, harga perkilo lima ribu, lumayan banget lima ribu jaman bocil ku. Hahaha.

Jalan setapak ini sebagian besar sudah tertutupi tumbuhan liar, aku mencari jalan lain, melewati tengah hutannya, bukan jalan yang aku lewati, sampai ketemu ujung jalan setapak itu, di ujung jalan ada sungai irigasi sawah, sungainya kecil tapi cukup dalam ada kedalaman sekitar 7-9 meter, disungai kecil ini dulu ada bendungan beton dan jembatan, tadi saat aku lewati sudah tidak ada, sudah tinggal reruntuhan puing-puing batunya dibawah. 

Aku mencari jalan lain lagi, menerobos hutan naik keatas, sungai tidak ada yang bisa aku lompati, aku terus naik keatas sampai ketemulah jalan setapak yang masih aktif dilewati warga kelurahan tetangga untuk ke kebun dan sawah dan akhirnya ketemulah jembatan bambu untuk menyebrang.

Kamera hape langsung aku nyalakan, merekam jembatan bambu dengan suguhan hamparan hijau pesawahan, dihiasi tiga gunung yang menjulang, sedikit berhias dengan awan kemerahan diatasnya, langit pagi tadi nampak sangat cerah, matahari mengintip dari sela-sela rimbunnya pohon bambu. Betapa eksotiknya karunia Alloh SWT yang luar biasa istimewa. 

Alhamdulillah aku berhasil merekam selama 58 detik dan berhasil tersimpan, walau setelah itu hape mati karena ngedrop dan aku menikmati nuansa pagi dengan mata ku sendiri, menghirup udara yang segar, merasakan orkestra alam yang begitu mempesona. Sembari terus berjalan melewati galengan alias gili sawah, kaki terasa segar menyentuh embun diujung rerumputan. Aku terus berjalan pelan-pelan sembari terus menikmati pagi ku, masya'alloh betapa indahnya kampung tanah kelahiran ku ini. Engkau sajikan alam pedesaan yang apik bag serpihan surga yang Engkau turunkan ke bumi-Mu. 

Rasanya jempol masih pingin terus mengetik tanpa peduli kumandang adzan maghrib. Hahaha. Rehat dulu ah, pukul 17:54 WIB, buka puasa terus sholat, lanjut nanti latihan menulis lagi, ini aku save dulu biar tidak hilang seperti kemarin hahaha. Alhamdulillah buka puasa hari ini pisang raja tapi bukan yang aku petik, ini bapak ku yang petik, tapi entah memetik dari sawah mana, tandannya kecil tapi tetep enak lah, hahaha, pisang raja yang aku petik belum masak. Terus pepaya yang kemarin aku petik, terus makan sama sayur koro (kacang koro yang masih muda, jenisnya seperti buncis tapi teksturnya sedikit kasar) dan empar gereh alias ikan asin. 

Muantap pokokmen, menu buka puasa ku istimewa. Gosok gigi sudah, wudhu, nulis sejenak, terus mari sholat maghrib. Hehehe. Alhamdulillah sholat maghrib dan tadarus sudah terlaksana, mari sholat isya' memeluk Alloh SWT terlebih dahulu, perihal tulisan ini jika Alloh SWT meridhoi bisa sampai selesai ya alhamdulillah, kalaupun tidak, kok ndilalah nyawa ku tidak sampai nanti ya juga alhamdulillah, yang lebih penting adalah sholat terlebih dahulu. Barokalloh. 

Alhamdulillah pukul 19:44 WIB dan sholat isya' sudah terlaksana walau sholat ku masih juga tahap latihan, namung jengkelitan tok, hahaha, sing penting terus belajar khidmat dan khusyu' dalam pelaksanaannya. Diterima atau tidak sholat ku itu urusan Alloh SWT, hak prerogative-Nya, kewajiban ku sebagai makhluk yo terus berusaha untuk melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya, aamiin.

Tadi sembari aku jalan pulang, aku melihat banyak sawah sekarang dikeringkan dijadikan tegalan dan ditanami kopi, mengingat kopi saat ini sedang naik, jadi mayoritas masyarakat pada menanam kopi, walau yang ditanami bukan kopi kualitas unggul. Lucu masyarakat desa sini itu, apapun hasil pertanian yang harganya sedang naik pasti semua turut menanam, giliran harga anjlok semua sambat, hahaha. Para pengekor, kenapa tidak tanam dari dulu terus sekarang pas harga mahal sudah panen, bukan baru tanam, hahaha. 

Dulu jaman jambu biji getas merah juga sama, sekarang harganya sekilo paling mahal seribu, kalau pas banyak panen harga turun sampe tiga ratus perak sekilo, sekarang pohonnya banyak ditebang, yang tidak ditebang ya dianggurin tidak dirawat. Petani disini pengekor semua. Ini sekarang kopi, padahal berapa tahun lalu aku sudah sempat ngomong ke Bapak sekitar tahun 2015an untuk sawah tanami kopi tapi varietas yang unggul sekalian.

 Tapi ya Bapak ku petani pengekor juga, hahaha, jadi susah diajak melangkah kedepan, setidaknya lima langkah lebih cepat lah, tak bonceng ben iso luwih cepat tapi yo kolot dengan idealis pertaniannya yang jadul, konsep pertanian yang sudah tertinggal sangat jauh. Eman rasanya melihat lahan ditanami tidak maksimal, kenapa tidak varietas unggul sekalian yang ditanam, jadi hasil produk pertaniannya berkualitas. 

Lanjut sambil jalan, sampai dirumah paling pinggir kampung ku, melewati rumahnya mbah Tu'adi, terus jalan melewati tritis rumah warga, dan sampai rumah, sekitar 25 menit aku jalan pagi, menempuh jarak sekurangnya 800 meter, lumayan mengeluarkan sedikit keringat. Sampai dirumah langsung ngecas hape, nyalain karena tadi ngedrop, hape nyala dan langsung keloteng, niatnya mau dokumentasi video dari loteng, baru take video malah hape mati lagi, tidak terekam, hahaha. Kemudian aku lanjut jemur rempah sekalian diloteng, ada Rempah cengkih dan kapulaga, terpal aku bentangkan dan rempah-rempah aku jejer ratakan, sampai terjejer sempurna, hahaha. 

Alhamdulillah tak lama aku turun dan nonton TVRI Klik Indonesia pagi, sejenak sudah disekmen akhir lagi menayangkan maestro seniman lukis menggunakan tanah liat, tanah liat diambil dari beberapa tempat didaerahnya dan memiliki warna-warna yang berbeda setiap daerahnya. Pun seniman lukis dari sampah plastic dengan tekhnik blowing hot gun. Tapi nama senimannya aku lupa semua. Seluruh karya seni mereka sangat luar biasa, begitu bagus nan mengagumkan. Karya mereka telah menduniakan Indonesia. Tak lama ganti acara Jendela Negeri tema "content creator's", tapi aku sambil baca buku jadi kurang memperhatikan, hehehe.

Baca buku baru beberapa lembar nengok jam sudah pukul sembilanan, aku bergegas sholat dzuha dan aku lanjut baca buku lagi sampai jam setengah sebelasan. Mandi kemudian sholat dzuhur, usai sholat nonton TVRI Klik Indonesia Siang sudah disesi akhir, beritanya itu-itu lagi, hahaha. Terus acara selanjutnya ada tausiah siang, aku dengarkan sambil mulai tiduran sampai alhamdulillah tidur beneran. Bangun ashar, bergegas wudhu, sholat, kemudian mulai menulis, karena masak sudah dimasakin oleh Simbok ku. Hehehe. Memang Simbok ku terbaik. 

Sebuah jalan akan menjadi semak belukar dan hilang jika tidak lagi pernah dijajaki dan dilewati, karena pasti tidak terawat. Begitu pun jalan hati.

Nah terus latihan sampai jam seini deh, sudah pukul 20:45 WIB, aku mau makan malam dulu, sembari nonton TVRI RUMUS Rumah Musik Indonesia. Hehehe, terus aku mau istirahat, jadi latihan menulis petang ini aku akhiri. Matur sembah nuwun. Nitip sehat, semangat dan jangan lupa selalu bahagia. Barokalloh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun