Pada masa kolonialisme Belanda di Indonesia, peran arkeolog Belanda dan Eropa lainnya berbondong-bondong datang di Indonesia untuk kagum dengan peninggalanya.Â
Katakan saja seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang ditemukan Sir Thomas Stamford Raffles pada masa Inggris berada di Indonesia. Ia memerintahkan bawahan untuk menanganinya sementara tidak memerankan masyarakat. Masyarakat pun berbondong-bondong melihat bahwa kerja di pemerintahan merupkan sebuah kesuksesan. Hingga sekarang mentalitas tersebut masih berjalan saat melihat orang lain sebagai PNS dan ASN, hal tersebut merupaman sebuah kesuksesan.Â
Negara lain berbondong untuk mengoleksi dan mengambil tinggalan arkeologi di Indonesia dan kita cukup diam tenang karena acuh tak acuh. Bagaimana kita mau maju jika tak peduli?
Terkadang pola pikir tersebut merupakan kesalahan klise yang disebabkan mentalitas postmodern pasca kolonialisme. Dan pada akhirnya kita hanya menikmati keindahan tinggalan arkeologi di Indonesia namun tak acuh dengan prosesnya. Bagaimana dengan dunia profesional para lulusan Arkeologi?
Lagi-lagi, lingkupnya hanya sedikit dan sempit. Â Lingkup swasta hanya betfokus pada dunia konsultan di bidang kebudayaan. Sisanya? ASN,dimana berlomba-lomba dengan pihak lain jntuk mendapat jabatan tersebut tanpa tahu kualifikasi dari pekerjaannya.
Semua merupakan opini pribadi penulis, apabila memiliki pandangan dan opini lainnya, mari kita berdiskusi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H