Namun, kontradiksi juga timbul dalam muatan dan substansi yang dibuat. Terkait peran proaktif yang seharusnya di laksanakan oleh pemerintah dalam mendaftarkan tanah diseluruh wilayah Indonesia agar dapat memiliki data agraria yang lengkap dan akurat dalam rangka menentukan arah pembangunan nasional dan pemenuhan hak-hak agraria masyarakat.
Kelestarian Hutan Yang Utopis ?
Diskursus pengelolaan Hutan berbasis masyarakat yang sering dikatakan sebagai paradigma baru. Pengelolaan hutan di Indonesia ternyata tidak beranjak pada persoalan-persoalan kepastian hak dan model implementasinya.
Jika Kita telusuri lebih jauh maka pengelolaan hutan berbasis masyarakat masih diinisisasi oleh masyarakat adat dengan sistem pertanian ramah lingkungan serta menjaga nilai ekologi hutan melalui pendekatan budaya adat setempat.
Indonesia dengan eksistensi hutannya dan dikenal negara agraris, tetapi pada kenyataannya alih Fungsi lahan hutan yang menjadi perkebunan sawit dan industri ekstraktif oleh para pemodal menjadi persempitan lahan untuk Petani kecil (Petaniku sayang petaniku malang).
71 persen tanah di seluruh daratan di Indonesia telah dikuasai oleh korporasi Kehutanan. Di samping itu, 23 persen tanah dikuasai oleh korporasi perkebunan skala besar dan para konglomerat. Sementara, data BPS menyebutkan bahwa ketimpangan tanah di Indonesia mencapai 0,397% yang berarti rata-rata petani di seluruh Indonesia hanya mencapai 0,8 hektar. Salah satu contoh kepemilikan tanah skala besar adalah oleh PT. SINARMAS GRUP yang menguasai 471.100 hektar tanah untuk perkebunan sawit di Indonesia.
Belum penuh diakuinya Hak dan ruang kelola Masyarakat serta menjadi mapannya hak menguasai negara atas sumberdaya alam menurunkan berbagai kebijakan kehutanan yang centralistic, berbasis negara dan pro pemodal besar. Lahan hutan dan tani dalam skala Perhutanan Sosial yang diberikan pada masyarakat belum sepenuhnya menyelesaikan masalah masyarakat saat ini. Maraknya Pembukaan lahan hutan besar-besaran oleh korporasi untuk perkebunan sawit juga menjauhkan hutan petani-petani kecil Indonesia dari kata sejahtera dan lestari.
Ketimpangan semakin terlihat dari Luas lahan perkebunan (sawit) di Indonesia itu 12,21 juta ha. Sekitar 7,88 juta ha dikuasai oleh swasta. Sedangkan jumlah luas lahan sawah yang tersedia di Indonesia sebesar 8,19 juta ha.
Tentunya hal tersebut menunjukan dengan nyata ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia dan mengingat bahwa RUU Pertanahan tidak mengatur jumlah luasan HGU yang dapat diberikan justru akan semakin meningkatkan ketimpangan penguasaan tanah serta tidak mencerminkan cita-cita UUPA 1960.
Dengan Luas hutan 85,6 juta ha/71% tanah daratan Indonesia yang dikuasai sektor kehutanan tidak menjamin kelestarian Hutan itu sendiri. Banyaknya izin-izin Konsesi pemanfaatan untuk ekstraktif di Kawasan Hutan memperpanjang laju deforestrasinya meningkat tiap tahun dan  ditambah lagi terjadinya Kebakaran lahan dan hutan (Karhutla) saat ini.
Hal tersebut semakin memastikan utopis dalam hal Kelestarian Hutan. Kelestarian Hutan dan para petani sekitar hutan masih belum sejahtera.