Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

"Anakku Diambil Menantuku"

30 Mei 2019   00:42 Diperbarui: 30 Mei 2019   23:51 1925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang ibu menangis sambil bercerita kalau menantunya mengambil anaknya. Dulu anak laki-lakinya selalu mau mengantarkan ke mana pun dia pergi, sekarang tidak lagi. 

Selama masa pacaran, ia sudah merasa kalau menantunya akan menjadi penghalang antara dia dan anaknya. Ketika mereka menikah, sang ibu lebih sering menghabiskan waktu di rumah anaknya daripada di rumahnya sendiri. Dari sanalah muncul ketidaksukaan ibu terhadap menantunya. 

Ibu mertua ini, sebut saja Ratu, melihat kalau mantunya tidak bisa masak. Bangunnya siang, lalu buru-buru berangkat kerja bersama anaknya. Anaknya tidak pernah dibikinkan kopi seperti kebiasaan yang dilakukan Ratu. Menantunya sering mengajak anaknya pergi ke Mall. Pulang dari jalan-jalan, pastilah membawa banyak barang. 

Ratu berkata kalau semua barang hanya menghabiskan uang anaknya. Intinya, semua hal yang dilakukan menantunya salah di matanya. Untunglah si menantu yang pendiam dan kalem tidak pernah membalas. Hanya diam mendengarkan atau masuk ke kamar. Reaksi yang justru membuat Ratu makin tidak suka. 

Siapa yang pernah mengalami situasi seperti itu ya? Semoga tidak banyak.. hehe.

Ketakutan Kehilangan
Orangtua memang tidak boleh pilih kasih dalam mendidik anaknya. Namun kenyataannya ada salah satu anak yang lebih diperhatikan daripada anak lainnya.

Bisa jadi karena anak itu sering sakit, jadi orangtua lebih fokus padanya. Bisa jadi anak itu lebih responsif terhadap orangtuanya dibandingkan saudaranya yang lain, misalnya dia berinisiatif mengambilkan minum, memijat ibunya, lebih patuh, dan sebagainya. 

Dan mungkin juga karena rasa bersalah orangtua terhadap si anak. Orangtua akan terus "menempel" pada anak yang disayangi hingga anak dewasa. Hubungan keduanya bersifat timbal balik dan saling menguntungkan selama anaknya belum memiliki keluarga sendiri. Anak juga tidak akan meninggalkan orangtuanya, bisanya ibu, dan mempertimbangkan segala hal agar tidak menyakiti ibunya. 

Ketika anak menikah, mereka sibuk dengan urusannya sendiri. Otomatis perhatian ke orangtuanya berkurang. Di sisi orangtua, kehadiran menantu mencemaskan. Menantu dianggap rival yang akan menghilangkan keberadaan dirinya dari dunia anaknya. Secara tidak sadar, orangtua akan membuat anaknya menganggap pasangannya (biasanya istri) tampak buruk. 

Kondisi ini akan makin parah kalau pasutri muda itu tergantung secara finansial pada orangtuanya. Konflik demi konflik terus menerus hadir. 

Sampai salah satu pihak "mengundurkan" diri dari arena pertempuran. Dalam beberapa kasus, orangtua bahkan tega menyuruh anaknya bercerai. Dengan alasan anak laki-lakinya itu mapan, sehat, karir bagus, pasti banyak perempuan lain menanti. Anehnya ada juga laki-laki yang menuruti kemauan ibunya untuk menceraikan istrinya meskipun mereka sudah memiliki anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun