Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tangan Siapa yang Akan Menumpahkan Darah Kami, Pak?

31 Maret 2016   15:05 Diperbarui: 5 Mei 2016   17:18 9458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu bagaimanakah nasib pemilik tangan tersebut beserta keluarganya? Cap apa yang akan diberikan pada anak keturunan pemilik tangan tersebut, Pak? Pahlawankah? Ataukah Pembasmi Etnis yang layak dikenang sepanjang masa? Darah kami, kaum yang tidak bersalah (seperti kata Bapak), memang akan kering. Bagaimana pun juga kita semua akan mati. Bedanya cara kita mati, Pak. Darah itu akan dikenang sebagai korban dari kebencian rasial sekelompok orang. Keluarga sedarahnya akan menangis tak henti selama beberapa waktu, namun karena kemiskinan sehingga mereka tidak mungkin lari ke mana pun (seperti yang Bapak bilang), maka mereka tetap akan bekerja, berkeluarga dan meneruskan hidup di Indonesia.

Seandainya Bapak punya waktu untuk merenungkan kembali niat Bapak men-share tweet tersebut, dan terdapat persediaan serba sedikit jiwa patriot dalam diri Bapak, saya yakin Bapak tahu apa yang akan Bapak lakukan. Tengoklah sebentar cuitan balasan dalam twitter Bapak. Apakah sudah ada yang “terbakar” dengan konten tweet Bapak?

Akhir kata, saya teringat kata-kata seorang teman muslim. “Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya”, lalu ia melanjutkan, “Sesungguhnya semua manusia dalam keadaan merugi, kecuali yang beriman dan beramal sholeh. Hendaknya kita semua saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran”. Begitu katanya, Pak. Kalau dalam bahasa saya, Pak : Kalau ucapan kita tidak bisa sesejuk embun di pagi hari (bermanfaat), maka jauh lebih baik kita berdiam diri.

Salam Sejahtera untuk Bapak Dubes yang Terhormat,

Sidoarjo, akhir Maret 2016

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun