Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bangsa Ini Bertumbuh Tanpa Tujuan

30 Maret 2016   23:47 Diperbarui: 2 April 2016   01:11 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Jangan kuatir kehilangan barang bila Anda berada di Indonesia. Di mana pun. Jangankan mobil, HP pun akan tetap ditempatnya bila Anda lupa membawanya”. Apakah kita bisa mengatakan itu? Mungkin sebagian besar dari Anda akan menggelengkan kepala dan berkata, “No way. Nggak mungkin bangetlah”. Lalu Anda akan membeberkan sejumlah faktor yang membuatnya tidak mungkin, antara lain tingkat kemiskinan, harga bbm yang masih naik turun, banyaknya jumlah penduduk Indonesia, bervariasinya jenis didikan, dan hal lain. Intinya, ide itu absurd kalau diterapkan di Indonesia. Pertanyaan saya, sedemikian susahnyakah mengubah mental bangsa ini? Apa iya begitu?

Semustahil apapun upaya membentuk karakter bangsa tetap harus dilakukan dengan cepat, tegas dan sistematis. Tentu saja diiringi dengan perbaikan sistem pemerintahan, kestabilan ekonomi, dan juga perbaikan infrastruktur. Revolusi mental perlu ditegaskan. Negara harus berani memegang kendali pertumbuhan akhlak bangsa. Tidak bisa diserahkan pada orang per orang, keluarga-keluarga, atau lembaga-lembaga yang masing-masing punya kepentingannya sendiri. Kalau negara tidak menentukan karakter bangsa, maka Indonesia hanya berfungsi sebagai tempat tinggal bersama sejumlah orang dengan ketentuan : siapa yang kuat itulah yang berkuasa. Lihat saja sekarang. Orang seakan-akan boleh menghina sesamanya. “Kalau orang kualitas RT jadi Presiden ya begini hasilnya,” ungkap seorang bakal calon (kalau ada yang mau) gubernur DKI. Wuihh.. sombongnya. Merasa kuat dalam disiplin ilmunya, lantas boleh menghina pimpinan tertinggi negara ini? Alangkah lebih elok bila memang keilmuannya sangat kuat, lebih dari ‘pimpinan-kualitas-RT’ itu, ia sumbangkan tanpa suara ke pemerintah sekarang. Toh kalau hasil pemikiran cemerlang gilang gemilangnya berhasil membawa perubahan signifikan, khan anak cucunya sendiri yang akan menikmati juga?

Salah satu sarana yang bisa digunakan adalah pendidikan formal. Dimulai dari jenjang pendidikan paling awal yaitu taman bermain kanak-kanak hingga ke jenjang paling tinggi yaitu S3 (kecuali sudah ada yang setara dengan merk HP yang sudah S7). Hanya melalui pendidikan formal yang bertujuan jelas dan menitikberatkan pada pendidikan karakterlah, akhlak bangsa ini bisa mulai ditemukan bentuknya. Kedua, pemerintah perlu menerapkan gagasan bela negara lebih mantap dan matang. Pendidikan non formal a la militer dengan kurikulum jelas jauh lebih baik daripada sekedar penataran 40 jam tanpa tindakan.

Setiap penduduk di negara ini perlu punya rasa cinta negaranya, perlu punya sense of belonging terhadap lingkungannya, dan hal itu dapat ditumbuhkan dalam pendidikan yang sama. Mengapa takut dengan militerisme? Karena tidak ada keterbukaan. Takut represi seperti jaman dulu? Itulah gunanya disosialisasikan dan transparan. Jiwa patriotisme perlu dimunculkan. Bukan seperti sekarang ini, fenomena lempar batu sembunyi tangan (lebih senang menyalahkan orang lain daripada mengakui kesalahan diri sendiri) lebih diterima sebagai bagian dari karakter bangsa. Misalnya kasus korupsi. Mengapa korupsi? Seorang terdakwa, perempuan cantik, menjawab, “Karena gaji anggota dewan kecil. Masih harus dibagi ke parpol, dsb, dsb”.

Negara perlu bersikap tegas dalam membentuk karakter bangsa. Halangan, pro kontra pasti ada, tapi sejauh program itu lebih banyak manfaatnya dan juga dilandasi dengan dasar kuat, mengapa tidak? Saya yakin masyarakat Indonesia tidak keberatan untuk bersama-sama memiliki karakter luhur, kuat dan benar. Semoga.

Sidoarjo, akhir Maret 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun